Kita bayangkan Indonesia dulu, dimana saat manusia masih menggunakan
batu untuk memasak dan mengerjakan segalanya bergantung batu. Ribuan
tahun lalu di Mojokerto sana tepatnya di desa Trinil. Hiduplah manusia
setengah kera yang kemudian di beri nama Pythecantropus Erectus.
Sebagaimana di daerah lain di seluruh belahan dunia 'manusia kera'
inipun di temukan jua di negeri ramayana ini. Adalah Darwin, seorang
profesor kenamaan Amerika yang mengabadikan fenomena ini. Darwin
menganggap bahwa 'manusi kera' itu adalah wajah manusia ribuan tahun
yang lalu.
Asumsi Darwin mengenai 'Pythecantropus Erectus' adalah manusia
dalam masa zaman batu ternyata tidak mendogma begitu larut. Teori Darwin
ini pada perjalananya menimbulkan banyak penolakan dan sejauh ini
agama adalah garda terdepan dari seluruh penolakan-penolakan terhadap
teori ini. Contohnya dalam Islam, disitu di jelaskan jikalau nenek
moyang kita di mahkotakan kepada Adam, begitupun Kristen dan Yahudi.
Semakin cerah, Indonesia mulai menemukan jalanya. Muncul satu
persatu kerajaan dari Majapahit, Sriwijaya hingga kerajaan Islam
Mataram. Kehidupan manusia saat ini tentulah tidak dapat di pisahkan
dari kehidupan manusia sebelumnya. Satu tujuan yang bahkan menimbulkan
peperangan itu pada dasarnya adalah keinginan menegakan keadilan. Dimana
satu dengan yang lainya memiliki hak yang sama dan sesuai.
Kekuasaan serta wacana tentang perubahan bahkan agama semua terpusat
pada keadilan yang merata. Dimana hukum dan ekonomi menjadi palang
pintu pertama menuju keselarasan itu. Lalu apakah itu keadilan?. Diawali
dari agama, dalam teori Kristen seperti apa yang di kemukakan Harvey,
keadilan adalah suatu bentuk peraturan untuk alam bahkan tuhan, untuk
hak manusia dapat hilang mengingat dosa yang manusia itu lakukan, dan
pada hubungan social. Hampir sama dengan Kristen, Budhapun berpendapat
jika keadilan haruslah di berlakukan kepada semua makhluk hidup, budha
mengajarkan tentang kesabaran dan haram menyakiti makhluk lain.
Dalam Islam keadilan menjadi suatu pokok yang sangat di junjung
tinggi. Seperti salah satunya yang terdapat dalam surat Q.S.al-Maidah:8.
Di jelaskan jika keadilan adalah tentang menyampingkan kebencian,
menyama ratakan hak dan mencintai sesama. Satu petikanya yaitu
"janganlah karena kebencianmu terhadap suatu kaum sehingga kamu berbuat
tidak adil". Hematnya dalam prespektif Islam keadilan adalah sesuatu
yang membawa kedamaian dan ketenteraman dalam masyarakat.
Selain itu adapula beberapa tokoh, salah satunya yang paling giat
mengoreksi keadilan adalah Plato. Plato mengungkapkan bahwa keadilan
adalah salah satu dari empat pilar kebaikan pokok yang harus dimiliki
oleh setiap individu yang bertujuan untuk negara ideal. Plato menolak
jika keadilan itu di hubungkan dengan hukum. Plato tidak sependapat
dengan Polemarchos yang mengatakan bahwa keadilan ialah memberikan
kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Plato pun tidak setuju
dengan definisi Cephalos tentang keadilan ialah kejujuran, tidak menipu
dan membayar hutang kepada dewa yang di sebut persembahan.
Plato sang juru bicara Socrates menganggap bahwa keadilan itu
debadakan menjadi dua. Ada keadilan individual adapula keadilan dalam
negara. Dalam memahami keadilan individual, Plato menganggap haruslah
ditemukan dulu kesepakan keadilan menurut definisi negara. Karena negara
dan manusia memiliki persamaan tetapi ukuran negara lebih besar dari
manusia. Dalam ukuran yang besar itu segalanya lebih mudah terlihat dan
dipahami.
Untuk menentukan keadilan negara Plato atau si lebar ini membahas
terbentuknya negara terlebih dahulu. Dalam membahas ini Plato terlihat
tidak menggunakan teori historis melainkan dengan analitikal ekonomis.
Plato memulai itu dengan melihat keinginan serta kebutuhan masyrakat
pada umumnya dengan kemampuan yang dimilikinya. Sehingga munculah teori
kedilan Plato yang ber asumsi pada pembagian kerja yang sesuai dengan
bekat, keahlian serta ketrampilan masing-masing.
Dalam konsep keIndonesian, corak menuju bangsa yang barupun tidak
lepas dari keinginan keadilan. Dengan gagah Tan Malaka berpendapat jika
keadilan sosial sejatinya dapat tercapai dengan cara membangkitkan
kesadaran melalui ilmu pengetahuan dan membebaskan diri dari cara
berpikir onservatif yang justru memupuk sikap mental yang kacau. Berbeda
dengan Tan Malaka, Soekarno justru berpendapat cara tradisionalah yang
seharusnya dipakai, karena segi historis sangatlah penting guna
membentuk peradaban yang seimbang.
Tetapi memang keadilan adalah sesuatu yang abstrak dan tidak dapat
di aplikasikan melalui kesepakatan. Menurut saya keadilan adalah suatu
teori mengenai kesepakatan, konsistensi serta kesadaran. Dimana semua
setuju tentang haknya masing-masing dan saling menghargai. Sepakat
dengan apa yang menjadi miliknya dan menerapkan keadilan itu dengan
tulus. Dan kesadaran tentang dirinya guna menyadari kapasitasnya untuk
dapat menghargai dan saling mencintai sesama manusia.
Pendapat saya mengenai keadilan bukanlah suatu hipotesis atau paham
yang sementara dipakai dalam belum teruji kebenaranya. Tetapi pendapat
mengenai suatu teori, Teori yang dalam bahasa Inggris di artikan satu
hipotesis yang sudah di uji. Artinya kebenaran itu dilihat dari tinjuan
filsafatis, historis dan sosiologis yang benar-benar terjadi di
kehidupan. Kebenaran berdasarkan pengalaman, dimana ada kesepakatan di
situ ada keadilan, kesepakatan adalah suatu bentuk yang mengharuskan
konsistensi memulai suatu persetujuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar