Rabu, 29 Februari 2012

Brutal

Brutal, mungkin kata itulah yang paling pantas melukiskan bagaimana kejadian malam itu. Segrombolan pemuda yang umurnya tidak lebih tua dari perang teluk satu di Irak, berkumpul. Mereka kala itu menghabiskan malam layaknya koboi Amerika. Senang memang, tidak ada beban dan pikiran, tidak ada tanggung jawab ataupun kesedihan dan semua di lalui dengan santai.

Kemana? Bagaimana? Dua kata tanya yang memiliki konotasi berkaitan. Kemana itu seolah melukiskan tujuan dan bagaimana menunjukan apa yang harus kita lakukan. Ya, hidup ini adalah tentang kemana lalu bagaimana, selebihnya adalah ulasan tentang kapan, apa, mengapa dan dimana. Dik Doang, pria berkacamata bundar yang dulu sering tampil di layar kaca kini menjadi duta pendidikan. Dia saat ini gencar mengampanyekan wajib belajar 9 tahun, dalam sebuah kesempatan dia pernah berujar "masa SMA adalah masa 'apa kata teman'.

Masa-masa 'apa kata teman' tentulah masa-masa sulit bagi sebagian orang tua untuk memasukan wejanganya. Tetapi tidak begitu sulit juga bagi sebagian lainya yang sudah mengantisipasi. Dimana dalam periode itu orang tua menjadi prioritas kedua setelah teman. Fase 'Apa kata teman' menuntun kelinci-kelinci kecil menuju jawaban dari pertanyaan 'kemana?'. Atau dalam bahasa sosiologinya adalah proses pembentukan karater.

Ternyata rombongan si boy-si boy tadi memilih memutari kota setelah merasa badanya ringan. John Kei adalah panutan yang mungkin bagi sebagian lainya bahkan di anggap tokoh. John Kei adalah ketua perkumpulan pemuda asal pulai kei, maluku. Tapi bukan itu, John Kei lebih di kenal sebagai kepala Gang Ster. Track Record nya sebagai raja kriminal tidak di ragukan, bahkan yang terbaru adalah nyawa bos sanex konon lenyap oleh kesadisanya.

Boy-boy muda belum juga menemukan makananya malam itu. Mereka melaju motornya berirama hingga akhirnya gerombolan pemuda yang entah tidak di kenal melintas di hadapanya. "Ini bang kita habisi" teriak remaja yang seharusnya besok masuk sekolah. "Putar-putar" seorang pemimpin paling depan memberi komando dan berbalik arah mengejar makananya yang tadi melintas. Laju motor di percepat di ikuti boy-boy muda di belakangnya.

Bukanlah kebetulan, bukan pula sesuatu yang di rencanakan tetapi sudah menjadi suatu kewajiban, manakala melakukan perjalanan malam haruslah berhati-hati. Mungkin itulah yang di rasakan kumpulan pemuda yang tidak lebih banyak dari boy-boy muda tadi. Mereka merasa terancam dan pilihanya sederhana, melaju motornya dengan kencang atau menepi. Akhirnya mereka memilih melaju motornya dengan harapan bisa lari dari boy-boy muda. "Kirik (anjing), berhenti" teriak pemuda di barisan ketiga sambil mengacungkan senjata khas negeri sakura.

Ternyata boy-boy muda lebih tangguh, dengan kecepatan super akhirnya jarakpun menipis hingga sekitar 10 meter dari motor pemuda-pemuda lugu di depanya. Kalang kabut, khawatir dan merasa nyawanya tidak lagi tertolong pemuda-pemuda 'lugu' memilih menepi menghindari keganasan boy-boy muda. Tetapi apa mau dikata, tempat yang menjadi pilihan untuk menepi salah. Mereka memilih berhenti di toserba yang tak bersalah, memilih berhenti di toserba yang perizinanya mulai sulit saat ini.

Boy-boy muda yang kecewa karena kehilangan makananya kesal. Mereka murka dan memecahkan jendala kaca yang menjadi tameng toserba itu. "Prang, prang, prang" terdengar suara kaca-kaca pecah oleh hantaman batu. Warga sekitar sontak berlarian menuju suara pecahanan kaca yang terdengar nyaring. Melihat hal itu boy-boy muda akhirnya memilih berpisah di kegelapan malam dengan perasaan puas.

Malam itu begitu indah bagi boy-boy muda tetapi begitu mencekam bagi pemuda-pemuda tanggung lainya yang memilih aman. Tetapi pilu', kisah boy-boy muda itupun ternyata tidaklah jauh beda dari tokoh panutanya. Mereka akhirnya harus berususan dengan Polisi yang dengan cepat mengumpulkan informasi. Tanpa diduga, siang harinya boy-boy muda di giring menuju pengasingan dan dunia bebas. (Cirebon 23 Januari 2012, 00.30)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar