Brutal, mungkin kata itulah yang paling pantas melukiskan bagaimana
kejadian malam itu. Segrombolan pemuda yang umurnya tidak lebih tua dari
perang teluk satu di Irak, berkumpul. Mereka kala itu menghabiskan
malam layaknya koboi Amerika. Senang memang, tidak ada beban dan
pikiran, tidak ada tanggung jawab ataupun kesedihan dan semua di lalui
dengan santai.
Kemana? Bagaimana? Dua kata tanya yang memiliki konotasi berkaitan.
Kemana itu seolah melukiskan tujuan dan bagaimana menunjukan apa yang
harus kita lakukan. Ya, hidup ini adalah tentang kemana lalu bagaimana,
selebihnya adalah ulasan tentang kapan, apa, mengapa dan dimana. Dik
Doang, pria berkacamata bundar yang dulu sering tampil di layar kaca
kini menjadi duta pendidikan. Dia saat ini gencar mengampanyekan wajib
belajar 9 tahun, dalam sebuah kesempatan dia pernah berujar "masa SMA
adalah masa 'apa kata teman'.
Masa-masa 'apa kata teman' tentulah masa-masa sulit bagi sebagian
orang tua untuk memasukan wejanganya. Tetapi tidak begitu sulit juga
bagi sebagian lainya yang sudah mengantisipasi. Dimana dalam periode itu
orang tua menjadi prioritas kedua setelah teman. Fase 'Apa kata teman'
menuntun kelinci-kelinci kecil menuju jawaban dari pertanyaan 'kemana?'.
Atau dalam bahasa sosiologinya adalah proses pembentukan karater.
Ternyata rombongan si boy-si boy tadi memilih memutari kota setelah
merasa badanya ringan. John Kei adalah panutan yang mungkin bagi
sebagian lainya bahkan di anggap tokoh. John Kei adalah ketua
perkumpulan pemuda asal pulai kei, maluku. Tapi bukan itu, John Kei
lebih di kenal sebagai kepala Gang Ster. Track Record nya sebagai raja
kriminal tidak di ragukan, bahkan yang terbaru adalah nyawa bos sanex
konon lenyap oleh kesadisanya.
Boy-boy muda belum juga menemukan makananya malam itu. Mereka melaju
motornya berirama hingga akhirnya gerombolan pemuda yang entah tidak di
kenal melintas di hadapanya. "Ini bang kita habisi" teriak remaja yang
seharusnya besok masuk sekolah. "Putar-putar" seorang pemimpin paling
depan memberi komando dan berbalik arah mengejar makananya yang tadi
melintas. Laju motor di percepat di ikuti boy-boy muda di belakangnya.
Bukanlah kebetulan, bukan pula sesuatu yang di rencanakan tetapi
sudah menjadi suatu kewajiban, manakala melakukan perjalanan malam
haruslah berhati-hati. Mungkin itulah yang di rasakan kumpulan pemuda
yang tidak lebih banyak dari boy-boy muda tadi. Mereka merasa terancam
dan pilihanya sederhana, melaju motornya dengan kencang atau menepi.
Akhirnya mereka memilih melaju motornya dengan harapan bisa lari dari
boy-boy muda. "Kirik (anjing), berhenti" teriak pemuda di barisan ketiga
sambil mengacungkan senjata khas negeri sakura.
Ternyata boy-boy muda lebih tangguh, dengan kecepatan super akhirnya
jarakpun menipis hingga sekitar 10 meter dari motor pemuda-pemuda lugu
di depanya. Kalang kabut, khawatir dan merasa nyawanya tidak lagi
tertolong pemuda-pemuda 'lugu' memilih menepi menghindari keganasan
boy-boy muda. Tetapi apa mau dikata, tempat yang menjadi pilihan untuk
menepi salah. Mereka memilih berhenti di toserba yang tak bersalah,
memilih berhenti di toserba yang perizinanya mulai sulit saat ini.
Boy-boy muda yang kecewa karena kehilangan makananya kesal. Mereka
murka dan memecahkan jendala kaca yang menjadi tameng toserba itu.
"Prang, prang, prang" terdengar suara kaca-kaca pecah oleh hantaman
batu. Warga sekitar sontak berlarian menuju suara pecahanan kaca yang
terdengar nyaring. Melihat hal itu boy-boy muda akhirnya memilih
berpisah di kegelapan malam dengan perasaan puas.
Malam itu begitu indah bagi boy-boy muda tetapi begitu mencekam bagi
pemuda-pemuda tanggung lainya yang memilih aman. Tetapi pilu', kisah
boy-boy muda itupun ternyata tidaklah jauh beda dari tokoh panutanya.
Mereka akhirnya harus berususan dengan Polisi yang dengan cepat
mengumpulkan informasi. Tanpa diduga, siang harinya boy-boy muda di
giring menuju pengasingan dan dunia bebas. (Cirebon 23 Januari 2012,
00.30)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar