Sebundel peluru melingkar di tubuhnya, tapi tidak menyurutkanya untuk
tetap berjalan dengan baju yang robek hingga terlihat dadanya. Menyusuri
hutan Vietnam sama halnya dengan memberi makan singa yang lapar. Tetapi
itulah yang harus dilakukanya, karena pilihanya hanya satu saat itu
mati dalam keadaan yang luar biasa. Matanya tak bisa diam, setiap
desiran anginpun dia pasti menoleh. Menyiksa dan sungguh menaruh seribu
kekhawatiran.
Kawan seperjuanganya telah tumbang di medan perang, terpaksa misi
berat itu harus di laluinya sendiri. Dalam perjalananya, ratusan bahkan
mungkin ribuan geriliyawan anti penjajahan telah dia bunuh. Musuhnya
begitu lemah tetapi ia begitu kuat, tida adil, ya, tetapi itulah namanya
skenario. Laga aksi itu di beri judul 'Rambo', dengan Silvestre
Stallone sebagai aktor utamanya.
Menegangkan, mengucurkan keringat, umpatan bahkan decak kagum akan
perjuangan. Mungkin hanya sedikit sekali yang membayangkan bila
sesungguhnya itu benar-benar terjadi. Sejarawan mungkin merealitakan
kisah 'Rambo' dengan seorang Tan Malaka, meskipun kisahnya tak begitu
mirip tetapi keteganya tak kalah menarik. Atau mungkin Che Guevara dalam
kisah peperanganya di Bolivia.
Tetapi berbeda lagi dari agamawan. Agamawan memiliki cara pandang
yang sedikit kekuning-kuningan. Dalam kaidah arti warna mungkin kuning
adalah yang paling tepat. Kuning mengartikan filosofi, pendalaman dan
perenungan yang serius. Agamawan berpendapat seharusnya seperti itulah
kita hidup, berjuang, berusaha, syukur akan takdir dan janganlah lepas
dari doa. Toh 'Rambo' akhirnya pulang dengan kesenangan dan menjadi
tokoh kepahlawanan sehabis cobaan.
Aku pernah bertemu dengan seorang pemain musik yang hebat di sebuah
acara pengajian. Dia bertutur 'Jalanilah hidup ini apa adanya, semuanya
sudah ada yang merencanakan'. Kata-katanya mungkin sederhana, bagi
sebagian orang jalanilah hidup apa adanya mungkin di kiaskan dengan
leha-leha. Tak terkecuali aku, 'Apa adanya dengan segenap tenaga dan
kemampuan yang tuhan berikan' dia menambahkan dengan sedikit penekanan.
Dari situ aku mulai bisa sedikit menangkap maksud 'apa adanya'. Apa
adanya yang dia getarkan adalah segenap kemampuan, kekuatan dan pikiran
yang kita miliki. Itulah apa adanya kita, 'Bekerjalah sampai engkau
benar-benar merasa lelah, bahagialah sampai engkau benar-benar merasa
gembira dan berjuanglah sampai engkau benar-benar merasa hidupmu
berarti'.
'Ketika Lenin menciptakan Soviet, adakah masyrarakat Sovyet yang
sudah cerdas' cetus pedas patriot kecil bernama Bung Karno. Kata-kata
mengglegar menggema dunia dan kata-kata itulah yang harus menjadi
pecutan bagi kita. Untuk menjadi berarti berjuanglah dan bertarunglah
seperti satria yang gagah. Cerdas, pintar dan berhasil bahkan stempel
buruk hanyalah julukan bukan sebuah tujuan, tujuan kita adalah 'apa
adanya', 'apa adanya' tanpa pangkal ujung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar