Rabu, 29 Februari 2012

Agresi

Sebundel peluru melingkar di tubuhnya, tapi tidak menyurutkanya untuk tetap berjalan dengan baju yang robek hingga terlihat dadanya. Menyusuri hutan Vietnam sama halnya dengan memberi makan singa yang lapar. Tetapi itulah yang harus dilakukanya, karena pilihanya hanya satu saat itu mati dalam keadaan yang luar biasa. Matanya tak bisa diam, setiap desiran anginpun dia pasti menoleh. Menyiksa dan sungguh menaruh seribu kekhawatiran.

Kawan seperjuanganya telah tumbang di medan perang, terpaksa misi berat itu harus di laluinya sendiri. Dalam perjalananya, ratusan bahkan mungkin ribuan geriliyawan anti penjajahan telah dia bunuh. Musuhnya begitu lemah tetapi ia begitu kuat, tida adil, ya, tetapi itulah namanya skenario. Laga aksi itu di beri judul 'Rambo', dengan Silvestre Stallone sebagai aktor utamanya.

Menegangkan, mengucurkan keringat, umpatan bahkan decak kagum akan perjuangan. Mungkin hanya sedikit sekali yang membayangkan bila sesungguhnya itu benar-benar terjadi. Sejarawan mungkin merealitakan kisah 'Rambo' dengan seorang Tan Malaka, meskipun kisahnya tak begitu mirip tetapi keteganya tak kalah menarik. Atau mungkin Che Guevara dalam kisah peperanganya di Bolivia.

Tetapi berbeda lagi dari agamawan. Agamawan memiliki cara pandang yang sedikit kekuning-kuningan. Dalam kaidah arti warna mungkin kuning adalah yang paling tepat. Kuning mengartikan filosofi, pendalaman dan perenungan yang serius. Agamawan berpendapat seharusnya seperti itulah kita hidup, berjuang, berusaha, syukur akan takdir dan janganlah lepas dari doa. Toh 'Rambo' akhirnya pulang dengan kesenangan dan menjadi tokoh kepahlawanan sehabis cobaan.

Aku pernah bertemu dengan seorang pemain musik yang hebat di sebuah acara pengajian. Dia bertutur 'Jalanilah hidup ini apa adanya, semuanya sudah ada yang merencanakan'. Kata-katanya mungkin sederhana, bagi sebagian orang jalanilah hidup apa adanya mungkin di kiaskan dengan leha-leha. Tak terkecuali aku, 'Apa adanya dengan segenap tenaga dan kemampuan yang tuhan berikan' dia menambahkan dengan sedikit penekanan.

Dari situ aku mulai bisa sedikit menangkap maksud 'apa adanya'. Apa adanya yang dia getarkan adalah segenap kemampuan, kekuatan dan pikiran yang kita miliki. Itulah apa adanya kita, 'Bekerjalah sampai engkau benar-benar merasa lelah, bahagialah sampai engkau benar-benar merasa gembira dan berjuanglah sampai engkau benar-benar merasa hidupmu berarti'.

'Ketika Lenin menciptakan Soviet, adakah masyrarakat Sovyet yang sudah cerdas' cetus pedas patriot kecil bernama Bung Karno. Kata-kata mengglegar menggema dunia dan kata-kata itulah yang harus menjadi pecutan bagi kita. Untuk menjadi berarti berjuanglah dan bertarunglah seperti satria yang gagah. Cerdas, pintar dan berhasil bahkan stempel buruk hanyalah julukan bukan sebuah tujuan, tujuan kita adalah 'apa adanya', 'apa adanya' tanpa pangkal ujung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar