Jumat, 30 April 2010

Tuhan Itu Ada


Suatu hari ronald duduk diatas motornya setelah bermain sepak bola.Seperti biasanya dia berkaca di spion motornya.Dalam hati ia berbisik"RAmbutku sudah panjang neh,sudah waktunya cukur".Tanpa berfikir lama dia langsung tancap gas menuju tempat cukur langgananya.Setelah lama menunggu akhirnya giliranya untuk di cukur tiba juga.

"Mau d cukur bagaimana mas"tanya tukang cukur."Dirapikan saja mas"kata ronald.Obrolan keduanya pun berjalan dari masalah kejaan sampai masalah yang sedang marak saat ini.namun tiba-tiba tukang cukur melontarkan kata_kata yang aneh.


"Ah saya sekarang ga percaya sama Tuhan" kata tukang cukur

"Astagfirullah.... jangan ngomong sembarangan mas!" ronald pun terkejut.

"Saya tidak ngomong sembarangan...! lihat diseberang sana!" Tukang cukur tidakmau kalah sambil menunjuk ke arah perempatan jalan di depan salon.

"memang ada apa?" tanya Ronald heran"

"Coba akang pikir... kalau benar tuhan itu ada, ga bakalan ada gelandangan, pengemis, ga bakalan ada orang sakit... hidup saya ga bakalan susah!" kata Tukang Cukur.

Ronald hanya diam dan sedang berpikir bagaimana menyadarkan tukang cukur dan menerangkan bahwa Tuhan itu sesungguhnya ada.Setelah beberapa saat berfikir akhirnya Ronald memperoleh bayangan bagai mana mengalahkan ketidak percayaan tukang cukur yang ga percaya adanya Tuhan.

"Coba pikir lagi! kalau benar Tuhan itu Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, ga bakalan ada anak-anak terlantar ga bakalan terjadi musibah di Situ Gintung" Tukang cukur menambahkan lagi.

Ronald tidak mau terjadi perdebatan di antara mereka.Kang kemudian berkata "SAYA TIDAK PERCAYA KALAU TUKANG CUKUR ITU ADA"

Tukang cukur tidak terima perkataan itu. "Saya tukang cukur... dan barusan saya mencukurmu...!" sanggah tukang cukur.

"Tidak! saya tidak percaya. Coba lihat di seberang sana" sambil menunjuk Seseorang yang berambut gondrong, kumel dan acak2an juga brewokan.

"Jika benar tukang cukur itu ada, tidak akan ada orang yang rambutnya panjang gimbal, kotor, brewok ga ke urus seperti pria itu." tambah Ronald.

"Itu salah mereka sendiri...! kenapa ia ga datang dan minta sama tukang cukur untuk memotong dan merapihkan rambut mereka?" jawab tukang cukur emosi.

"TEPAT.... itu adalah jawaban atas pertanyaan anda tadi." kata Ronald. "Sama dengan Tuhan. Tuhan itu ada, hanya manusia tidak mau datang dan meminta pertolongan kepada Nya, makanya banyak orang miskin, musibah dan bencana".

Rabu, 28 April 2010

CONTOH MAYORITAS YANG BAIK

Di negara ini banyak sekali kita temukan pemaksaan kehendak terhadap seseorang maupun kelompok.menurut saya ini tidak perlu dilakukan jika memang apa yang mereka lakukan menjadi perinsip atau pilihan hidup mereka.Tidak sedikit orang berfikir perbedaan itu seakan menjadi penghalang untuk kita bersatu.Padahal perbedaan itu harusnya menjadi suatu pelajaran yang perlu kita ambil hikmahnya.Alangkah monotonya hidup ini tanpa perbedaan yang ada sekarang.

Seharusnya kita bersyukur Indonesia di beri keragaman yang sangat besar dalama beragama,berbudaya,berasal-usul etnis dan sebagainya.Bukan malah menjadikan ini suatu permasalahan dalam hidup berbangsa.Mau di bagaimanapun negara ini sudah dasarnya berbeda-beda.Tidak bisa bahkan tidak boleh kita memaksakan keberagaman yang sudah ada untuk menjadi satu keyakinan.Jelas perjuangan negara islam ini tidak dibenarkann.Seperti apa yang dikatakan gus dur "Dari sudut akidah, hak orang Islam memang lebih tinggi dari penganut agama lain. Tapi, Indonesia bukan negara Islam".



Seharusnya islam sebagai mayoritas menjadi contoh bagi minoritas dalam kehidupanya.Dengan melakukan tindakan-tindakan yang membuat minoritas menjadi nyaman berada di antara mereka.Bukan malah sebagai mayoritas sehingga merasa lebih berhak atas segalanya.Memaksa bahkan menggunakan kekerasan untuk menakuti kaum minoritas.Apakah ini yang dinamakan islam,bukankah nabi pernah bersabda "belum benar islamnya jika seseorang tidak merasa nyaman dengan kehadiran kita".

Lebih baik kita befikir positife biarkan masing-masing melakukan kerjanya dengan baik.Bebaskan mereka berpendapat dan melakukan apa yang mereka yakini benar.Toh apa yang mereka lakukan tidak merugikan kita,tidak mengusik ibadah atau masalah pribadi kita.Yang terpenting adalah menjadi manusia yang bermanfaat.

Hidup kita akan terasa jauh lebih bermakna manakala kita mampu mermberikan manfaat pada orang lain. Banyak orang yang seolah hidup untuk dirinya sendiri. Dia tergopoh-gopoh menjalani hidup untuk sekedar mengatur dirinya sendiri. Tentu saja memang kita harus mengatur diri kita sendiri dengan baik. Namun, itu tidak cukup. Kita juga harus mengatur diri kita agar bisa bermanfaat pada orang lain.

Jangan sampai kita hanya menjadi beban masyarakat. Jangan sampai kita menjadi orang yang tidak punya nilai dalam lingkungan kita. Berikanlah pengaruh positif pada orang-orang di sekitar kita. Tebarkanlah manfaat sekecil apapun itu. Berikan kontribusi terbaik yang mampu kita berikan kita pada lingkungan sekitar kita.Bukankah orang yang paling dicintai allah adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain atau sesamanya.

Tolak ukur artikel atau pemikiran seseorang


Sebenarnya pemikiran seseorang itu bisa dilihat dari kualitas tulisanya.maka dari itu coba kita perhatikan tolak ukur dari semua itu.
Tolak ukurnya adalah
1.seberapa sering orang itu membaca,
2.seberapa mampukah orang itu menyerap apa yang ia baca,
3.seberapa keras kepala kah pemikiranya?,
4.kemampuan menangkap,
5.pengaruh lingkunganya,

Ini yang harus diperhatikan penulis-penulis muda.
Sebenarnya point 3 itu sangat penting dan paling menentukan.Karena orang yang keras kepala itu rata-rata tidak bisa menerima saran yang justru sebagai tolak ukurnya.Sebenarnya dengan menghilangkan sifat keras kepala itu kita jadi lebih banyak tau dan menerima.Selain itu kita dapat lebih menghargai seseorang tanpa melihat latar belakang ataupun sara.

Masalah,Masalah Dan Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering di hadapkan dengan masalah yang berat,yang kita rasa tidak pernah selesai.Sebenarnya setiap masalah itu mudah,tergantung bagaimana kita memikirkanya dan usaha apa yang kita lakukan untuk menyelesaikanya.Salah satu contoh sebagai mahasiswa kita sering di hadapkan dengan tugas-tugas yang diberikan dosen.Terkadang tugas itu menjadi berat karena kita belum mengerjakanya namun sudah mengeluh terlebih dahulu.Anda pernah dengar setiap keluhan menjadi sugesti dalam diri,itulah yang kita alami.

Dengan mengeluh sesungguhnya kita telah membunuh semangat dalam diri kita sendiri.Coba kita pikirkan setiap masalah itu degan santai,tidak terburu-buru.Insya Allah semua akan terselesaikan sesuai keinginan kita.Rencanakan sesuatu yang baik untuk menyelesaikan masalah dan jangan di biasakan mengeluh ketika mendapat cobaan atau masalah yang besar karena dampaknya akan buruk bagi pemikiran kita sendiri.
seperti dalam hadist:
Barangsiapa ditimpa musibah dalam hartanya atau pada dirinya lalu dirahasiakannya dan tidak dikeluhkannya kepada siapapun maka menjadi hak atas Allah untuk mengampuninya. (HR. Ath-Thabrani)

Seorang hamba memiliki suatu derajat di surga. Ketika dia tidak dapat mencapainya dengan amal-amal kebaikannya maka Allah menguji dan mencobanya agar dia mencapai derajat itu. (HR. Ath-Thabrani)

Dapat dipahami bahwa setiap cobaan bukanlah sesuatu yang harus kita takuti atau keluhkan.Justru cobaan itu sebagai tantangan kesabaran dan tolak ukur keimanan yang di berikan tuhan kepada kita.Terkadang kita sering menyalahkan diri kita sendiri ketika mendapat suatu masalah.
sesunggunya ini tidak baik.
seperti dalam hadist:

Tidak semestinya seorang muslim menghina dirinya. Para sahabat bertanya, "Bagaimana menghina dirinya itu, ya Rasulullah?" Nabi Saw menjawab, "Melibatkan diri dalam ujian dan cobaan yang dia tak tahan menderitanya." (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Terima kasih,semoga ini menjadi motivasi bagi anda agar kedepanya kita lebih dewasa dalam menyelesaikan suatu masalah.

Selasa, 27 April 2010

Pancasila Pada Masa Refermosi

Reformasi bergulir di Indonesia dengan di motori oleh mahasiswa dan tokoh-tokoh bangsa ini yang merasa bahwa krisis yang melanda negara ini di awali dari krisis ekonomi ternyata telah membawa kita pada krisis yang lebih besar seperti krisis politik, kepemimpinan dan akhirnya pada suksesi atau pergantian kepemimpinan secara nasional. Tentu telah banyak korban yang berguguran dalam proses reformasi tersebut semisal contoh mahasiswa trisakti yang menjadi korban dalam tragedi semanggi I-II, kerusuhan masa yang anakis dan rutal dengan melakukan penjarahan, pemerkosaan, pengerusakan fasilitas-fasilitas umum di Jakarta, solo, Medan, dan kota-kota lain di Indonesia. Semangt dan jiwa reformasi yang digulirkan menjadi kacau dan tidak tentu arah dan justru malah menodai nilai dan tujuannyasewndiri. Tentu ini menjadi tanda tanya besar ketika semangat untuk meluruskan dan mengembalikan tatanan negara ini menjadi lebih baik justru di lapangan justru kita temui hal yang kontraproduktif.
Salah satu tujuan reformasi dibidang politik dan hukum adalah mengembalikan UUD 1945 dan pancasila sebagai falsafah dasar kehidupan bangsa dan negara. Kita dapat mengetahui dengan seksama bahwa dalam pelaksanaan UUD 1945 dan pancasila dalam masa orma dan orba terjadi deviasia/ penyimpangan oleh oknum-oknum peanaayaelengara pemerintah. Sehingga dalam pelaksanaan berpolitik dan berpemerintahan hanya menjadi senjata dan dalil pembenaran dari semua tujuan penguasa untuk melanggengkan dan menikmati kekuasaan sehingga muncul pemerintahan yang lalu seperti otoliter obsolud, terpimpin dan kolusi untuk korupsi dan nepotisme / kronisaai dalam kekuasaan.
Ini tentu tidak mudah untukmembuat sebuah latar balik dan mengembalikan semangat seperti awalnya memerdekaan bangsa ini. Kekuasaan penuh dan perilaku birokrasi yang sistematis membuat apa yang mereka lakukan seolah selalu benar dan tidak ada penyimpangan dari nilai dan norma yang terkandung dalam pancasila. Butuh waktu dan sebuah generasi yang solid untuk dapat menempatkan kembali roh dan semangat pancasilaisme terutama pada generasi yang sekarang ini. Lebih lagi jumlah materi dan pedoman tentang pancasila sudah sangat jauh terkurang baik dimasyarakat umum maupun lembaga – lembaga pendidikan yang sebenarnya mempunyai peranan penting dan vital dalam menanamkan doktrin ideologi pancasila serta nilai – nilai yang terkandung untuk dapat di amalkan dalam kehidupan sehari – hari.
Dulu setiap sekolah dan kelompok organisasi selalu di wajibkan untuk mengikuti Penataran Pelaksanaan Pengamalan Pancasila ( P4) dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi, dari kelompok karang Taruna Desa sapai Pejabat negara. Secara lahirlah ini perlu ditingkatkan dan memang itu semua sebagai cara memberikan pendoktrinisasi anak bangsa untuk lebih mengerti dalam melaksanakan pancasila. Hanya saja satu materi dan doktrinisasi yang harus di buat lagi seperti yang dulu yang hanya untuk tujuan dan kapentingan penguasa negara dengan single mayority atau stbilitas nasional dalam arti semu.
Satu kata kunci yang sekarang menjadi asing sudah luntur dari kita sebagai bangsa adalah pancasila sebagai ideologi NKRI. Dapat kita ketahui bersama dari uraian dan penjabaran Pancasila dalam uku startegi Politik Nasional, Ali Murtopo. CSIS, 1947 Hal 173 dapat kita ambil garis besar sebagai berikut:
• Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung pengertian bahwa negara adalah berdasar dan percaya pada tuhan yang maha esa dengan kewjiban setiap warganya mengkui adanya Tuhan.
• Sila kedua, Kemanusian Yang Adil dan Beradab, mengandung pengertian dan pengakuan akan penghargaan terhadap sesama manusia lepas dari asal usul, keyakinan, ras, serta pandangan politik adalah sama.
• Sila ketiga, Persatuan Indonesia, mengandung arti sesuai dengan pernyataan kemerdekaan angsa di maknakan sebagai pengertian kesatuan dan bangs ini adalah satu dengan mengatasi paham perseorangan dan golongan dalam satu NKRI.
• Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin olah Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan, mengandung arti bahwa demokrasi bangsa Indonesia bukan Demokrasi bangsa indonesia bukan demokrasi yang menitikberatkan pada kepentingan individu, namun pada pelaksanaan demokrasi pancasila yang mengikutsertakan semua golongan dengan jalan musyawarah untuk mufakat.
• Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, mengandung arti bahwa golongan kemasyarakatan harus disusun sedemikian rupa sehingga tidak ada golongan yang menekan golongan lain dan mendapat perlakuan yangadildalam bekerja, hidup tertib, tentram dan layak.
Bila kita bangga sebagai bangsa Indonesia yang mempunyai jatidiri sebagai angsa maka kita harus pada nilai – nilai dasar yang harus kita pegang teguh bersama. Terlebih lagi pada saat ini kita hidup di jaman reformasi yang seharusnya justru kita mengembalikan nilai – nilai dasar negara kita. Nilai – nilai dasar tersebut adalah:
• pancasila sebagai landasan dan falsafah hidup bangsa yang tumbuh dari dasar bumi indonesia. Tidak ada yang kelitu dari pancasila yang di dalamnya termuat lima nilai dasar unuversal yaitu: believe in god, nationalisme, internasionalisme, democracy, and social justice. Kelima dasar ini harus menjadi paradigma baru yang ada dalam ruh hati yang paling dalam serta jangan pernah hilang kapan pun, dimanapun, dan bagaiamanapun.
• tujuan NKRI, bagai sebuah kapal tentu negara ini punya tujuan yang tidak boleh digoyah dan wajib untuk tetap diamankan sebagaimana dapat kita lihat dalam pembukaan UUD 45 yaitu melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidu[pan bangsa dan ikut melaksanakan ketertibn dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilam sosial.
• bineka tunggal ika, adalah semangat untuk menakomodasi peredaan dan kemajemukan bangsa tetap dalam kerangka NKRI dan justru sebagai sebuah hasanah serta aset nasional memperukuh integrasi bangsa.
• reformasi, semangat untuk tetap mereformasi dengan sifat untuk menyempurnakan dari kekurangan bangsa serta dengan konsep, agenda yang jelas didukung kerja keras semua komponen bangsa untuk memajukan dan memberikan sumbangsih serta semangat untuk rela berkorban demi bangsa ini.
Ada sebuah seni yang sederhana dalam kita memulai semangat pengamalan nilai-nilai pancasila yakni tiga M seperti:
1. mulai dari diri sendiri, adalah mimpi bisa mengubah apapun dengan baik tanpa diawali perubahan pada diri kita sendiri, memperbiaki diri sendiri berarti memulai segalanya.
2. mulai dari hal kecil-kecil, tidak ada prestasi yang besar kecuali rangkaian prestasi kecil yang mudah dan dapat kita laksanakan dengan niat dan jalan yang baik.
3. mulai sekarang juga, janganlah menunda pekerjaaan yang bisa kita lakukan sekarang karena terlambat dalam kita menjalankan tugas hanya berakibat menambah persoalan semakin banyak saja

MANUSIA

Allah menenempatkan manusia sebagai makhluk istimewa. Al-Qur’an sebagai “kalamullah” ternyata bukan hanya ditujukan kepada manusia, sebagai hudan (petunjuk) baginya, melainkan juga di dalamnya menggambarkan secara lebih lengkap tentang manusia, melebihi penggambarannya terhadap makhluk Allah yang lainnya. Dalam al-Qur’an terdapat dua jenis penyebutan manausia, yaitu penyebutan langsung dan tidak langsung. Pada penyebutan langsung al-Qur’an menyebutkan manusia dengan tiga sebutan, yaitu : al-Insaan (65 kali dengan derivatnya), al-Basyar (27 kali), dan al-Naas (240 kali). Variasi penyebutan dan tingginya pengulangan merupakan indikasi perhatian istimewa terhadap manusia.
Penggambaran manusia melalui kalamullah ini merupakan point penting. Secara alamiah, manusia dikarunia kemampuan untuk menggambarkan siapa dirinya, baik secara fisik maupun non fisik. Akan tetapi, penggambaran manusia tentang dirinya oleh dirinya dapat dipastikan tidak sempurna atau berpotensi cacat. Penggambaran tentang jati diri manusia telah dijumpai dalam banyak kebudayaan. Sedikitnya dapat dicatat tiga hal berkaitan dengan itu. Pertama , terdapat perbedaan penggambaran diantara kebudayaan yang ada, bahkan adakalanya kontradiktif dengan lainnya. Kedua, penggambaran itu tidak pernah ajeg, tetapi berubah dari waktu ke waktu, yang biasanya tergantung pada dominasi pemikiran tokoh-tokoh didalamnya. Ketiga, penggambarannya parsial-reduktif, tidak pernah lengkap.
Penggambaran Allah tentang manusia, melalui kalam-Nya, secara logika, tidak mungkin merupakan penggambaran yang bersifat coba-coba atau eksperimental. Jika demikian tentu akan menciderai kedudukan kalam-Nya sebagai hudan. Hudan sebagai sebuah kepastian tidak akan operasional jika dibangun atas dasar “ketidak pastian” subyek pengoperasinya. Allah sebagai pencipta manusia mustahil tidak mengetahui detail dari ciptaan-Nya. Al-Qur’an sejatinya telah memberikan gambaran tentang manusia yang menyeluruh, lengkap, utuh, dan komprehensip-holistik. Penggambaran itu meliputi: asal-usul, struktur, potensi, karakter, kebutuhan, dan tujuan akhir perjalanannya, serta keterjalinan antar semuanya..

1. Sebagai Ciptaan Allah
Maanusia diciptakan Allah. Dengan menggunakan redaksi yang berbeda-beda al-Qur’an menyatakan bahwa Allah telah menciptakan manusia, baik sebagai al-Insan, al-Naaas, maupun al-Basyar. Pernyatan tentang penciptaan manusia dalam berbagai posisinya itu memberikan penegasan akan kedirian manusia yang “diciptakan” dan Allah sebagai penciptanya. Jadi, manusia dengan berbagai macam eksistensinya tidak bisa lain kecuali merupakan “ciptaan” dan “diciptakan Allah.
Allah menciptakan buukan hanya manusia, melainkan juga alam semesta dengan segala isinya. Namun, penjelasan Allah tentang penciptaan manusia ini lebih detail dibandingkan dengan penciptaan yang lainnya. Al-Quran sebetulnya menunjukkan empat model kejadian manusia. Pertama, penciptaan langsung oleh Allah. Manusia dalam model ini dicptakan dari tanah, tidak melalui proses alam seperti yang kemudian dikenal sebagai proses reproduksi, yaitu melalui pertemuan spermatozoa dan ovum dalam rahim ibu. Adam adalah manusia yang diciptakan dengan model ini. Kedua, penciptaan langsung oleh Allah bukan langsung dari tanah, melainkan dari bagian tubuh manusia--enis laki-laki--yang telah ada, rusuk Adam. Dengan demikian penciptaannya tidak melewati pertemuan sel telur laki-laki dan perempuan dan juga tidak melalui rahim ibu. Hawa adalah manusia yang dicitakan dengan model ini. Ketiga, penciptaan oleh Allah tetapi melalui keterlibatan manusia, terutama dalam menyediakan dan mempertemukan sel bibit, ovum dan sepermatozoa, dan keterlibatannya menyediakan rahim, tempat persemaian bagi proses “pembentukan” manusia. Manusia pada umumnya diciptakan dengan model ini. Al-Qur’an mengisyaratkan ketiga model penciptaan di atas hanya dalam satu ayat dari Surat al-Nisa (4:1). Keempat, penciptaan langsung oleh Allah bukan langsung dari tanah, melainkan dari bagian tubuh manusia--jenis perempuan-- yang telah ada, namun melalui rahim ibu. Al-Qur’an menjelaskan fenomenon penciptaan seperti ini dalam Ali Imran (3:47). Penciptaan model ini dialami oleh Isa As. Akan tetapi, hanya model ketigalah yang kemudian dikenali manusia sebagai “Hukum Alam” yang realistis. Padahal penciptaan model keempat ini terjadi justru ketika model alamiah itu, yang mengandaikan syarat-syarat tertentu sebuah kejadian (penciptaan) dalam nalar manusia telah terpenuhi. Hal itu, beserta rangkaian variasi penciptaan yang lainnya, menandaskan satu kepastian bahwa manusia memang diciptakan dan Allah adalah penciptanya.
Rangkaian tahap penciptaan manusia, yang kemudian dianggap sebagai proses penciptaan yang alami, dan dengan demikian disebutnya sebagai ilmiah, dijelaskan dengan detail oleh Allah. Manusia diciptakan dari (unsur-unsur) tanah, apermatozoa dan ovum, yang kemudian menjadi zygote yang menempel dalam rahim, yang kemudian berproliferasai menjadi cikal bakal bagian manusia, diantaranya tulang dan daging, yang selanjutnya terbentuklah janin (featus) yang kemudian ditransformasi (ansya’naa) menjadi makhluk baru yang disebut manusia. Al-Qur’an menjelaskan perkembangan kejadian menjadi manusia (fisik) dan manusia utuh (fisik-non fisik) itu secara berulang dalam berbagai surat dan ayat. Antara lain dalam al-Mukminuun (23:12-14)

1. Sebagai Citra Allah (imago Dei)
2. Sebagai Sebuah Sistem
3. Sebagai Khalifah
4. Sebagai Kuasa taschiir (Amanah)
5. Sebagai Abdi Allah

TOLERANSI KEHIDUPAN BERAGAMA DALAM MEMBENTUK MASYARAKAT MADANI

A. Problem Kehidupan Beragama di Tengah Masyarakat Bhineka
Indonesia adalah negara dengan masyarakt yang kompleks. Diantara kompleksitas itu ialah bahwa masyarakat Indonesia menganut beberapa kepercayaan dan agama. Kepercayaan dan agama dalam fikiran penganutnya diyakini sebagai sekumpulan ajaran yang benar, dan karenanya harus diikuti, untuk tujuan kehidupan yang baik, bahagia, sejah tera, bahkan selamat bukan saja didunia melainkan hingga akherat. Secara umum, keyakinan dalam kepercayaan dan agama menempuh format yang sama, yaitu KEBAHAGIAAN HIDUP---DI DUNIA---DI AKHERAT. Akan tetapi, format yang sama itu memiliki potensi untuk berbenturan satu sama lain.
Potensi benturan itu pertama-tama ada pada tingkat immaterial-konseptual. Kemudian pada tingkat material-operasionalal atas konsep itu. Sekalipun diandaikan bahwa benturan ditingkat immaterial-konseptual bukanlah masalah yang terlalu beresiko karena bentuknya yang immaterial, namun realitasnya faktor itulah yang menjadi titik picu dari kerawanan benturan yang dimaksud. Hal itu karena yang immaterial konseptual itu telah dimasuki, atau bahkan mungkin dikaitan dengan faktor sejarah, politik, ekonomi dan seterusnya yang esensinya adalah pergulatan eksistensi manusia juga. Yang kedua, karena sifatnya yang immaterial-konseptual itulah maka ia merupakan kekuatan inspirasi, motivasi, dan aksi, yang apabila tanpa “kendali” akan dapat memicu benturan ditingkat material-operasional. Sementara itu, tingkat material-operasional sebenarnya relatif rendah tungkat kerawanan benturannya oleh karena ini adalah tingkat yang dialami secara ril dan dapat dirasakan dan mudah dipertukarkan. Namun demikian, kualitas dan intensitas pengaitannya dengan dengan yang pertama (immaterial-konseptual) dapat meningkatkan kerawanan benturan. Dan ini amat berbahaya karena telah memasuki dunia fisik.
Hal-hal yang berkaitan dengan agama dan kepercayaan ini, pada masyarakat yang kompleks tidak bisa dipisahkan dengan masalah-masalah kehidupan lainnya, seperti masalah etnis, bahasa, kebudayaan, latar belakang kehidupan, tingkat pendidikan dan lainnya, melainkan salaing berkelindan antara satu dengan lainnya. Hal inilah yang kemudian masalah kehidupan beragama menjadi lebih kompleks dari sekedar gambaran di atas. Akan tetapi, dilihat dari sisi positif, kompleksitas demikian sesungguhnya dapat merupakan kekuatan yang cukup dahsyat.
Paradigma yang kita ambil, sayangnya adalah paradigma menghindar dari masalah, atau mengatasinya. Maka dari itu jalan yang ditempuh ialah bagaimana kita mengeleminir masalah itu. Dan jalan pertama yang dapat kita temukan pertama ialah menumbuhkan toleransi. Menumbuhkan toleransi adalah menyentuh aspek immaterial-konseptual, bukannya aspek material-operasional yang bersifat langsung dan melahirkan pengalaman. Paradigma demikian, sekalipun cukup rumit, mungkin yang lebih baik. Akan tetapi, pencarian alternatif perlu juga difikirkan.

B. Kehidupan Beragama dalam Masyarakat Madani
Dalam kehidupan bernegara dikenal istilah “Civil Society”. Biasanya istilah ini menggambarkan perkuatan masyarakat terhadap dominasi pemerintah. Konsep-konsep yang sering dikaitkan dengan ini antara lain: “Demokrasi”, “Persamaan Hak”, “Kebebasan Individu”. Dimaksudkan dengan itu semua, negara tidak lagi memiliki kekuasaan absolut, sedemikian rupa sehingga rakyat hanya harus mengikuti dan mentaati apa yang dikehendaki pemerintah, melainkan rakyat harus diperhitunggakan sebagai kekuatan yang menentukan dalam kehidupan bernegara. Namun hal yang mendasar dari itu, ialah bahwa individu sebagai anggota masyarakat memiliki hak-haknya yang “bebas” untuk berekspresi, termasuk menjalankan, atau melakukan apa yang telah menjadi keyakinannya, termasuk keyakinan agama dan kepercayaannya. Ketika hal itu terjadi, maka kemungkinan benturan antara anggota masyarakat menjadi terbuka.
Masyarakat Madani mengandaikan “Civil Society” yang bebas konflik, jauh dari hal-hal yang dapat menimbulkan benturan-benturan, sekalipun di dalamnya ada kebebasan individu, termasuk kebebasan beragama. Atau dapat dikatakan bahwa masyarakat madani mengandaikan suatu masyarakat yang kehidupan agamanya justru melahirkan bukan saja kedamaian, melainkan juga menghadirkan kekuatan untuk maju dan berkembang. Kata “madani” yang berarti “peradaban” dihubungkan dengan kota “Madinah”, yaitu kota yang dibangun dan dipimpin oleh Rasulullah, yang dalam kehidupannya menjunjung kebebasan individu, termasuk kebebasan memeluk dan manjalankaan agamanya masing-masing, yang darinya melahirkan sebuah peradaban yang mencerahkan dunia.
Masyarakat yang dibangun Rasulullah itu memberikan tempat bagi kehidupan agama-agama yang dalam ajarannya sering difahami sebagai saling bertentangan dan dalam realitas sejarahnya saling berperang. Namun Rasulullah menyandingkan komunitas agama itu sedemikian rupa sehingga masing-masingnya saling menghormati dan bahkan saling membantu.
Kehidupan yang toleran antar masyarakat dengan jamak agama itu dengan demikian juga merupakan kekuatan dan modal bagi terciptanya masyarakat madani. Masyarakat madani tanpa kehidupan keagamaan yang toleran sulit dibayangkan akan terbentuk. Agama dalam diri manusia berada dalam keyakinan yang paling dalam dan paling kuat, sehinggga memiliki potensi yang cukup kuat untuk terjadinya “kekerasan” jika tidak tterkendali. Mana kala iitu terjadi, maka masyarakat madani tidak akan tercipta.

C. Pilar-Pilar Masyarakat Madani
Dari gambaran masyarakat madani yang dibangun Rasulullah, sesuatu yang patut digali ialah pilar-pilar yang menyebabkan masyarakat seperti itu dapat terbentuk. Ada beberapa pilar yang mungkin dapat dikemukakan disini :
1. Mengedepankan kesadaran kemanusiaan (Humanisme)
Yang mula-mula dipertimbangkan dalam pengambilan kebijakan atau tindakan adalah bahwa semuanya manusia. Hanya “manusia” yang diciptakan oleh Allah dan dimuliakannya, dan dinafikan dari hal-hal yang menyebabkan masing-masingnya berbeda, baik karena sifat-sifat bawaan khilqiyyah (seperti warna kulit, etnis, dst), maupun karena hal-hal khuluqiyyah, yang datang kemudian (seperti budaya, tabiat, pendapat, fikiran, dan keyakinan, serta agama). Dengan itu, maka dalam mengambil tindakan, atau pergaulan, dipisahkan antara manusia dan sifat-sifatnya yang ada, dengan fokus perhatian pada “manusia” atau “kemanusiaan”nya, melampaui batas-batas perbedaan apapun yang ada, termasuk perbedaan fikiran, keyakinan, dan agama..
2. Mengedapankan inisiatif diri (Ibda’ bi nafsik).
Sikap introspeksi dalam melihat kekurangan dan mengambil inisiatif dalam mempersembahkan kebaikan dan keunggulan telah jidikan patokan dalam mengambil kebijakan. Dengan demikian dalam setiap kebijakan yang diambil jauh dari “nafsu” menghakimi, menghukum, apalagi mendendam (orang lain) dan berangkat dari “semangat” memaklumi (tasaamuch), menolong (taraahum), melayani (tawaadu’), dan memberdayakan (ihyaa), dengan menjadikan dirinya sebagai teladan.
.
3. Mengedepankan perspektif Masa Depan (Wal Aachiratu Khairun).
Kesadaran akan “proses” dikembangkan secara positif. Dengan demikian segala sesuatu difikirkan secara matang, hati-hati dan teliti, dan menyadari segala sesuatunya tidak akan terjadi serta merta (kun fayakun). Dengan demikian, maka keinginan, cita-cita, harapan tidak dipaksakan mendadak, namun dengan positif diusahakan dan diyakini keberhasilannya dii masa yang akan datang, bahkan melampaui titik akhir kehidupannya, sampai akhirat. Sikap ini telah dapat menghindari dari banyak tindakan ad hoc dan pemenuhan kepentingan sesaat.
4. Mengedepankan peraihan penghargaan Allah (Thalab Mardlaatillah).
Disadari betul keterbatasan-keterbatasan manusia, maka yang diupayakan adalah keridlaan Allah semata. Dengan itu, maka setiap kebijakan dan tindakannya tidak mengatasnamakan siapa-siapa, tidak mewakili kepentingan siapa-siapa, dan bukan dalam rangka apa-apa, kecuali memohonkan hidayah dan ridlanya. Dengan sikap seperti ini, berarti menghindar dari kebijakan dan tindakan yang merugikan seseorang, atau suatu kelompok dengan keuntungan orang atau kelompok yang lain.

Pilar-pilar itulah yang telah ditemukan dalam kehidupan masyarakat madani di masa Rasulullah, sehingga kehidupan agama dari masing-masing pemeluk mengalir apa adanya dan justru implementasi “keislamam” Rasulullah yang demikian itu, telah mengalirkan kehidupan beragama kearah yang dikehendaki dan diharapkan Islam, hingga melahirkan peradaban yang mencerahkan.

D. Menumbuhkan Kehidupan Beragama yang Positif pada Peserta Didik
Kehidupan beragama yang positif seperti diharapkan pada masyarakat madani tidak mungkin untuk datang serta merta, melainkan perlu diupayakan secara berkelanjutan sehingga menjadi budaya. Dianttaranya melalui pendidikan di sekolah, di dalam keluarga dan lembaga-lembaga formal lainnya.
Di sekolah mungkin dapat difikirkan aktivitas dengan penekanan-penekanan sbb:

No. Aspek Kehidupan Target Metode
1 Kehidupan Individu Peserta Didik  Penumbuhan pemahaman dan penguatan aqidah yang selamat
 Pengamalan ajaran secara konsekwen,
 Penghayatan manfaat ibadah atas kehidupan
 Peraihan semangat humanisme yang lahir dari kesadarn ibadah, Diskusi,
Pembiasaan,
Refleksi
2. Kehidupan dengan Peserta Didik seagama  Tumbuhnya rasa setiakawan
 Mekarnya kebersamaan dengan semangat humanisme Aktivitas Agama dan Kemanusiaan.
Role Playing,
Simulasi,
Refleksi
3. Kehidupan dengan Peserta Didik tidak seagama  Tumbuhnya rasa setia kawan dan kebersamaan dengan semangat humanisme. Aktivitas Kemanusiaan.
Role Playing.
Simulasi,
Refleksi

Rancangan diatas mendasarkan fikiran bahwa aspek immaterial-konseptual dibatasi sedemikian rupa dengan lebih menonjolkan aspek material-operasional kehidupan agama yang menonjolkan humanismenya. Asumsinya ialah kehidupan yang dapat dirasakan manfaat dan kebutuhannya secara bersama akan dapat mengurangi sensitivitas yang ditimbulkan dari aspek immaterial-konseptual. Namun demikian, aspek ini perlu tetap ditumbuhkan untuk keperluan individu atau komunitas seagama dengan menghindari singgungan dengan komunitas lain, kecuali jika terjamin kkondusif. Nilai-nilai yang perlu ditanamkan ketika menyinggung aspek immaterial-konseptual ialah konsep yang menjadi pilar-pilar masyarakat madani tadi.

Manfaat Menjadi Seorang Pendengar yang baik

Pada dasarnya pemikiran kita ini kurang berkembang karena kita selalu menutup diri untuk membuka pemikiran kita sendiri.Masalahnya adalah kita tidak mau mendengarkan atau mengakui apa yang orang lain sampaikan kepada kita.Rata-rata di dalam hati kita,kita mengakui kebenaran itu.Namun rasa malu yang membuat kita mencari-cari alasan atau argumen untuk melawan kebenaran itu.padahal keinginan seperti itu malah membuat kita terlihat semakin bodoh.Kebanyakan hal seperti ini dialami oleh perdebatan sebaya atau perdebatan seorang pemuda yang pemikiranya belum sampai ke tahap tinggi dengan yang sudah menuju ke tahap tinggi .Sehingga pemahaman bahasa mereka masih kurang,namun tidak masalah andaikan mereka membuka hatinya untuk menerima kekurangan itu.Yang terjadi saat ini adalah mereka berputar-putar mencari jawaban membenarkan pemikiranya.Sifat egois tinggi dan menutup diri(merasa pintar)itu membuat pemikiran mereka tidak maju-maju.

Selama ini kita kurang memperhatikan diri kita sendiri.Kita merasa tahu yang sebenarnya sehingga gejolak ingin melawan argumen itu muncul. Padahal ini tidak akan membuka pemikiran kita,malah akan berdampak buruk bagi hubungan kita dengan lawan bicara.Cara membuka pemikiran kita adalah dengan menjadi pendengar yang baik.Namun sebagian besar ego anak muda itu masih kepada “gengsi”.Gengsi mengakui apa yang telah kita yakini benar itu sesungguhnya salah.Mereka berfikir dengan menjadi pendengar itu berarti bodoh.

Teorinya mudah saja,misalkan dia mendengarkan orang berbicara A(suatu kebenaran).Lalu dengan merasa tahu dia melawanya dengan argumen B(suatu kebenran juga).Orang yang menjadi lawan bicaranya lama-lama akan menjadi enggan lagi berbicara atau berdebat denganya.Karena argumenya selalu mendapatkan perlawanan yg sekalipun perlawanan itu suatu kebenran.Malah terkadang dia sebagai pihak yang diajak bicara merasa lebih benar.Dan biasanya dia memaksakan kehendaknya agar yang pembicara ini mengikuti pemikiran dirinya.Ini yang harus kita pahami. Sekalipun kita memiliki jawaban yang benar sebaiknya di ucapkan tidak d momen itu.Ada kalanya kebenaran itu tidak harus di ucapkan saat itu juga. Disinilah kita harus mampu menempatkan diri kita untuk menjadi seorang pendengar.

Padahal ada berbagai manfaat yang kita dapati dari mendengarkan orang lain,yaitu:

1.Kita mendapat sesuatu yang baru.

2.Orang lain akan menghargai kita karena meraka merasa di hargai.

3.Menambah wawasan pemikiran kita.

4.Hilangnya sifat merasa paling benar sendiri.

5.Menjadi teman curhat.

Ini hanyalah sebagian dari manfaat sebagai pendengar yang baik.Sebenarnya masih sangat banyak lagi manfaat yang kita dapatkan dari menjadi pendengar yang baik.

Pemikiran seperti ini yang harus di bentuk kepada masyarakat kita.Dengan keterbukaan hati kita akan menjadi seorang yang sabar,rendah yang siap menuju persaingan global.Selain itu kita juga menjadi seorang yang menghargai perbedaan.Indah bukan jika masyarakat kita hidup seperti ini.Memang butuh proses untuk menjadi manusia yang seperti itu.Semua bisa terjadi tergantung dari mau atau tidaknya kita menuju manusia seperti itu.

Tidak usah malu menjadi seorang pendengar,justru dengan menjadi pendengar yang baik kita akan lebih di hargai.Selain itu orang juga akan senang meluapkan pemikiranya kepda kita.Karena mereka menganggap kita orang yang enak untuk di ajak bicara.Pendengar bukan berarti bodoh bahkan mereka terkadang lebih pintar dan toleran.

Rabu, 14 April 2010

Etik “A priori Berpihak Pada Yang Lemah”

Salah satu etika yang dikembangkan oleh Pergerakan Kebangsaan ketika dihadapkan pada suatu pilihan keberpihakan saat terjadi konflik antara yang lemah dan kuat adalah: a priori berpihak pada yang lemah. A priori berpihak pada yang lemah adalah keterpihakan tanpa syarat, tanpa harus menunggu bukti-bukti empiris atau pembuktian menurut kaidah hukum.

Contoh adalah ketika terjadi kasus Lumpur Lapindo, Sidoarjo. Maka di mata Pergerakan Kebangsaan, Pemerintah seharusnya secara a priori berada di pihak korban lumpur Lapindo. Dengan sumber daya yang ada Pemerintah harus langsung memberikan ganti rugi dan mengupayakan langkah-langkah penyelamatan tanpa menunggu proses hukum terkait dengan apakah itu bencana atau tidak atau hal-hal yang lain. Setelah yang lemah atau dalam hal ini rakyat yang menjadi korban diselamatkan, baru pemerintah berurusan dangan Bakrie group dan jika terbukti ada kesalahan di pihak Bakrie Group maka dengan segala sumber dayanya Pemerintah maju di barisan paling depan untuk memaksa pihak Bakrie mengganti kerugian kepada Pemerintah. Jika yang terjadi pemerintah hanya sebagai fasilitator saja antara rakyat yang menjadi korban dengan pihak perusahaan maka - berlawanan dengan etika yang dikembangkan oleh Pergerakan Kebangsaan - paradigma Pemerintah adalah a posteriori. Ketika rakyat yang lemah yang menjadi korban berhadapan dengan yang kuat yang dalam hal ini adalah perusahaan besar, Pemerintah masih menunggu bukti-bukti atau status hukumnya lebih dulu. Dalam hal ini, menurut Pergerakan Kebangsaan, apa yang dilakukan oleh Pemerintah itu bukanlah laku atau kebijakan yang tepat. Tidak pada tempatnya Pemerintah bersikap a posteriori, menunggu bukti-bukti empiris atau hukum untuk berpihak pada rakyat kecil yang lemah.

dikutip dari http://www.pergerakankebangsaan.org/?p=565

Minggu, 04 April 2010

Biografi Gus Dur…Bapak Demokrasi-Pluralisme

Desember 30, 2009

Biografi Singkat, Bapak Demokrasi-Pluralis

Presiden Kiai Haji Abdurrahman Wahid atau dikenal sebagai Gus Dur lahir di Jombang, Jawa Timur, pada 7 September 1940. Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara dari keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas Muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya adalah K.H. Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara kakek dari pihak ibu, K.H. Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren pertama yang mengajarkan kelas pada perempuan. Ayah Gus Dur, K.H. Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama tahun 1949. Ibunya, Ny. Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang. Selain Gus Dur, adiknya Gus Dur juga merupakan sosok tokoh nasional.

Berdasarkan silsilah keluarga, Gus Dur mengaku memiliki darah Tionghoa yakni dari keturunan Tan Kim Han yang menikah dengan Tan A Lok, saudara kandung Raden Patah (Tan Eng Hwa), pendiri Kesultanan Demak. Tan A Lok dan Tan Eng Hwa merupakan anak dari Putri Campa, puteri Tiongkok yang merupakan selir Raden Brawijaya V (Suara Merdeka, 22 Maret 2004).

Gus Dur sempat kuliah di Universitas Al Azhar di Kairo-Mesir (tidak selesai) selama 2 tahun dan melanjutkan studinya di Universitas Baghdad-Irak. Selesai masa studinya, Gus Dur pun pulang ke Indonesia dan bergabung dengan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) pada 1971. Gus Dur terjun dalam dunia jurnalistik sebagai kaum ‘cendekiawan’ muslim yang progresif yang berjiwa sosial demokrat. Pada masa yang sama, Gus Dur terpanggil untuk berkeliling pesantren dan madrasah di seluruh Jawa. Hal ini dilakukan demi menjaga agar nilai-nilai tradisional pesantren tidak tergerus, pada saat yang sama mengembangkan pesantren. Hal ini disebabkan pada saat itu, pesantren berusaha mendapatkan pendanaan dari pemerintah dengan cara mengadopsi kurikulum pemerintah.

Karir KH Abdurrahman Wahid terus merangkak dan menjadi penulis nuntuk majalah Tempo dan koran Kompas. Artikelnya diterima dengan baik dan ia mulai mengembangkan reputasi sebagai komentator sosial. Dengan popularitas itu, ia mendapatkan banyak undangan untuk memberikan kuliah dan seminar, membuat dia harus pulang-pergi antara Jakarta dan Jombang, tempat Wahid tinggal bersama keluarganya.

Meskipun memiliki karir yang sukses pada saat itu, Gus Dur masih merasa sulit hidup hanya dari satu sumber pencaharian dan ia bekerja untuk mendapatkan pendapatan tambahan dengan menjual kacang dan mengantarkan es untuk digunakan pada bisnis Es Lilin istrinya (Barton.2002. Biografi Gus Dur, LKiS, halaman 108)

Sakit Bukan Menjadi Penghalang Mengabdi

Pada Januari 1998, Gus Dur diserang stroke dan berhasil diselamatkan oleh tim dokter. Namun, sebagai akibatnya kondisi kesehatan dan penglihatan Presiden RI ke-4 ini memburuk. Selain karena stroke, diduga masalah kesehatannya juga disebabkan faktor keturunan yang disebabkan hubungan darah yang erat diantara orangtuanya.

Dalam keterbatasan fisik dan kesehatnnya, Gus Dur terus mengabdikan diri untuk masyarakat dan bangsa meski harus duduk di kursi roda. Meninggalnya Gus Dur pada 30 Desember 2009 ini membuat kita kehilangan sosok guru bangsa. Seorang tokoh bangsa yang berani berbicara apa adanya atas nama keadilan dan kebenaran dalam kemajemukan hidup di nusantara.

Selama hidupnya, Gus Dur mengabdikan dirinya demi bangsa. Itu terwujud dalam pikiran dan tindakannya hampir dalam sisi dimensi eksistensinya. Gus Dur lahir dan besar di tengah suasana keislaman tradisional yang mewataki NU, tetapi di kepalanya berkobar pemikiran modern. Bahkan dia dituduh terlalu liberal dalam pikiran tentang keagamaan. Pada masa Orde Baru, ketika militer sangat ditakuti, Gus Dur pasang badan melawan dwi fungsi ABRI. Sikap itu diperlihatkan ketika menjadi Presiden dia tanpa ragu mengembalikan tentara ke barak dan memisahkan polisi dari tentara.

Setelah tidak lagi menjabat presiden, Gus Dur kembali ke kehidupannya semula. Kendati sudah menjadi partisan, dalam kapasitasnya sebagai deklarator dan Ketua Dewan Syuro PKB, ia berupaya kembali muncul sebagai Bapak Bangsa. Seperti sosoknya sebelum menjabat presiden. Meski ia pernah menjadi Ketua Umum Nahdlatul Ulama (NU), sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia dengan anggota sekitar 38 juta orang. Namun ia bukanlah orang yang sektarian. Ia seorang negarawan. Tak jarang ia menentang siapa saja bahkan massa pendukungnya sendiri dalam menyatakan suatu kebenaran. Ia seorang tokoh muslim yang berjiwa kebangsaan.

“Tidak penting apa pun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu”
-Gus Dur- (diungkap kembali oleh Hermawi Taslim)

Dalam komitmennya yang penuh terhadap Indonesia yang plural, Gus Dur muncul sebagai tokoh yang sarat kontroversi. Ia dikenal sebagai sosok pembela yang benar. Ia berani berbicara dan berkata yang sesuai dengan pemikirannya yang ia anggap benar, meskipun akan berseberangan dengan banyak orang. Apakah itu kelompok minoritas atau mayoritas. Pembelaannya kepada kelompok minoritas dirasakan sebagai suatu hal yang berani. Reputasi ini sangat menonjol di tahun-tahun akhir era Orde Baru. Begitu menonjolnya peran ini sehingga ia malah dituduh lebih dekat dengan kelompok minoritas daripada komunitas mayoritas Muslim sendiri. Padahal ia adalah seorang ulama yang oleh sebagian jamaahnya malah sudah dianggap sebagai seorang wali.

Karir Organisasi NU

Pada awal 1980-an, Gus Dur terjun mengurus Nahdlatul Ulama (NU) setelah tiga kali ditawarin oleh kakeknya. Dalam beberapa tahun, Gus Dur berhasil mereformasi tubuh NU sehingga membuat namanya semakin populer di kalangan NU. Pada Musyawarah Nasional 1984, Gus Dur didaulat sebagai Ketua Umum NU. Selama masa jabatan pertamanya, Gus Dur fokus dalam mereformasi sistem pendidikan pesantren dan berhasil meningkatkan kualitas sistem pendidikan pesantren sehingga dapat menandingi sekolah sekular.

Selama memimpin organisasi massa NU, Gus Dur dikenal kritis terhadap pemerintahan Soeharto. Pada Maret 1992, Gus Dur berencana mengadakan Musyawarah Besar untuk merayakan ulang tahun NU ke-66 dan mengulang pernyataan dukungan NU terhadap Pancasila. Wahid merencanakan acara itu dihadiri oleh paling sedikit satu juta anggota NU. Namun, Soeharto menghalangi acara tersebut, memerintahkan polisi untuk mengembalikan bus berisi anggota NU ketika mereka tiba di Jakarta. Akan tetapi, acara itu dihadiri oleh 200.000 orang. Setelah acara, Gus Dur mengirim surat protes kepada Soeharto menyatakan bahwa NU tidak diberi kesempatan menampilkan Islam yang terbuka, adil dan toleran.

Menjelang Munas 1994, Gus Dur menominasikan dirinya untuk masa jabatan ketiga. Mendengar hal itu, Soeharto ingin agar Wahid tidak terpilih. Pada minggu-minggu sebelum Munas, pendukung Soeharto, seperti Habibie dan Harmoko berkampanye melawan terpilihnya kembali Gus Dur. Ketika musyawarah nasional diadakan, tempat pemilihan dijaga ketat oleh ABRI dalam tindakan intimidasi. Terdapat juga usaha menyuap anggota NU untuk tidak memilihnya. Namun, Gus Dur tetap terpilih sebagai ketua NU untuk masa jabatan ketiga. Selama masa ini, Gus Dur memulai aliansi politik dengan Megawati Soekarnoputri dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Megawati yang menggunakan nama ayahnya memiliki popularitas yang besar dan berencana tetap menekan rezim Soeharto.

Menjadi Presiden RI ke-4

Pada Juni 1999, partai PKB ikut serta dalam arena pemilu legislatif. PKB memenangkan 12% suara dengan PDI-P memenangkan 33% suara. Dengan kemenangan partainya, Megawati memperkirakan akan memenangkan pemilihan presiden pada Sidang Umum MPR. Namun, PDI-P tidak memiliki mayoritas penuh, sehingga membentuk aliansi dengan PKB. Pada Juli, Amien Rais membentuk Poros Tengah, koalisi partai-partai Muslim. Poros Tengah mulai menominasikan Gus Dur sebagai kandidat ketiga pada pemilihan presiden dan komitmen PKB terhadap PDI-P mulai berubah.

Pada 19 Oktober 1999, MPR menolak pidato pertanggungjawaban Habibie dan ia mundur dari pemilihan presiden. Beberapa saat kemudian, Akbar Tanjung, ketua Golkar dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan Golkar akan mendukung Gus Dur. Pada 20 Oktober 1999, MPR kembali berkumpul dan mulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid kemudian terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan Megawati hanya 313 suara.

Tidak senang karena calon mereka gagal memenangkan pemilihan, pendukung Megawati mengamuk dan Gus Dur menyadari bahwa Megawati harus terpilih sebagai wakil presiden. Setelah meyakinkan jendral Wiranto untuk tidak ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan membuat PKB mendukung Megawati, Gus Dur pun berhasil meyakinkan Megawati untuk ikut serta. Pada 21 Oktober 1999, Megawati ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan mengalahkan Hamzah Haz dari PPP.

Gus Dur

Pengabdian Sebagai Presiden RI ke-4

Pasca kejatuhan rezim Orde Baru pada 1998, Indonesia mengalami ancaman disintegrasi kedaulatan negara. Konflik meletus dibeberapa daerah dan ancaman separatis semakin nyata. Menghadapi hal itu, Gus Dur melakukan pendekatan yang lunak terhadap daerah-daerah yang berkecamuk. Terhadap Aceh, Gus Dur memberikan opsi referendum otonomi dan bukan kemerdekaan seperti referendum Timor Timur. Pendekatan yang lebih lembut terhadap Aceh dilakukan Gus Dur dengan mengurangi jumlah personel militer di Negeri Serambi Mekkah tersebut. Netralisasi Irian Jaya, dilakukan Gus Dur pada 30 Desember 1999 dengan mengunjungi ibukota Irian Jaya. Selama kunjungannya, Presiden Abdurrahman Wahid berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua.

Sebagai seorang Demokrat saya tidak bisa menghalangi keinginan rakyat Aceh untuk menentukan nasib sendiri. Tetapi sebagai seorang republik, saya diwajibkan untuk menjaga keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia.
Presiden Abdurrahman Wahid dalam wawancara dengan Radio Netherland

Benar… Gus Dur lah menjadi pemimpin yang meletak fondasi perdamaian Aceh. Pada pemerintahan Gus Durlah, pembicaraan damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Indonesia menjadi terbuka. Padahal, sebelumnya, pembicaraan dengan GAM sesuatu yang tabu, sehingga peluang perdamaian seperti ditutup rapat, apalagi jika sampai mengakomodasi tuntutan kemerdekaan. Saat sejumlah tokoh nasional mengecam pendekatannya untuk Aceh, Gus Dur tetap memilih menempuh cara-cara penyelesaian yang lebih simpatik: mengajak tokoh GAM duduk satu meja untuk membahas penyelesaian Aceh secara damai. Bahkan, secara rahasia, Gus Dur mengirim Bondan Gunawan, Pjs Menteri Sekretaris Negara, menemui Panglima GAM Abdullah Syafii di pedalaman Pidie. Di masa Gus Dur pula, untuk pertama kalinya tercipta Jeda Kemanusiaan.

Selain usaha perdamaaian dalam wadah NKRI, Gus Dur disebut sebagai pionir dalam mereformasi militer agar keluar dari ruang politik. Dibidang pluralisme, Gus Dur menjadi Bapak “Tionghoa” Indonesia. Dialah tokoh nasional yang berani membela orang Tionghoa untuk mendapat hak yang sama sebagai warga negara. Pada tanggal 10 Maret 2004, beberapa tokoh Tionghoa Semarang memberikan penghargaan KH Abdurrahman Wahid sebagai “Bapak Tionghoa”. Hal ini tidak lepas dari jasa Gus Dur mengumumkan bahwa Tahun Baru Cina (Imlek) menjadi hari libur opsional yang kemudian diperjuangkan menjadi Hari Libur Nasional. Tindakan ini diikuti dengan pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa. Dan atas jasa Gus Dur pula akhirnya pemerintah mengesahkan Kongfucu sebagai agama resmi ke-6 di Indonesia.

Selain berani membela hak minoritas etnis Tionghoa, Gus Dur juga merupakan pemimpin tertinggi Indonesia pertama yang menyatakan permintaan maaf kepada para keluarga PKI yang mati dan disiksa (antara 500.000 hingga 800.000 jiwa) dalam gerakan pembersihan PKI oleh pemerintahan Orde Baru. Dalam hal ini, Gus Dur memang seorang tokoh pahlawan anti diskriminasi. Dia menjadi inspirator pemuka agama-agama untuk melihat kemajemukan suku, agama dan ras di Indonesia sebagian bagian dari kekayaan bangsa yang harus dipelihara dan disatukan sebagai kekuatan pembangunan bangsa yang besar.

Dalam kapasitas dan ‘ambisi’-nya, Presiden Abdurrahman Wahid sering melontarkan pendapat kontroversial. Ketika menjadi Presiden RI ke-4, ia tak gentar mengungkapkan sesuatu yang diyakininya benar kendati banyak orang sulit memahami dan bahkan menentangnya. Kendati suaranya sering mengundang kontroversi, tapi suara itu tak jarang malah menjadi kemudi arus perjalanan sosial, politik dan budaya ke depan. Dia memang seorang yang tak gentar menyatakan sesuatu yang diyakininya benar. Bahkan dia juga tak gentar menyatakan sesuatu yang berbeda dengan pendapat banyak orang. Jika diselisik, kebenaran itu memang seringkali tampak radikal dan mengundang kontroversi.

Kendati pendapatnya tidak selalu benar — untuk menyebut seringkali tidak benar menurut pandangan pihak lain — adalah suatu hal yang sulit dibantah bahwa banyak pendapatnya yang mengarahkan arus perjalanan bangsa pada rel yang benar sesuai dengan tujuan bangsa dalam Pembukaan UUD 1945. Bagi sebagian orang, pemikiran-pemikiran Gus Dur sudah terlalu jauh melampui zaman. Ketika ia berbicara pluralisme diawal diawal reformasi, orang-orang baru mulai menyadari pentingnya semangat pluralisme dalam membangun bangsa yang beragam di saat ini.

Dan apabila kita meniliki pada pemikirannya, maka akan kita dapatkan bahwa sebagian besar pendapatnya jauh dari interes politik pribadi atau kelompoknya. Ia berani berdiri di depan untuk kepentingan orang lain atau golongan lain yang diyakninya benar. Malah sering seperti berlawanan dengan suara kelompoknya sendiri. Juga bahkan ketika ia menjabat presiden, sepetinya jabatan itu tak mampu mengeremnya untuk menyatakan sesuatu. Sepertinya, ia melupakan jabatan politis yang empuk itu demi sesuatu yang diyakininya benar. Sehingga saat ia menjabat presiden, banyak orang menganggapnya aneh karena sering kali melontarkan pernyataan yang mengundang kontroversi.

Belum satu bulan menjabat presiden, Gus Dur sudah mencetuskan pendapat yang memerahkan kuping sebagian besar anggota DPR. Di hadapan sidang lembaga legislatif, yang anggotanya segaligus sebagai anggota MPR, yang baru saja memilihnya itu, Gus Dur menyebut para anggota legislatif itu seperti anak Taman Kanak-Kanak.

Selama menjadi Presiden RI itu, Gus Dur mendapat kritik karena seringnya melakukan kunjungan ke luar negeri sehingga dijuliki “Presiden Pewisata“. Pada tahun 2000, muncul dua skandal yang menimpa Presiden Gus Dur yaitu skandal Buloggate dan Bruneigate. Pada bulan Mei 2000, BULOG melaporkan bahwa $4 juta menghilang dari persediaan kas Bulog. Tukang pijit pribadi Gus Dur mengklaim bahwa ia dikirim oleh Gus Dur ke Bulog untuk mengambil uang. Meskipun uang berhasil dikembalikan, musuh Gus Dur menuduhnya terlibat dalam skandal ini. Pada waktu yang sama, Gus Dur juga dituduh menyimpan uang $2 juta untuk dirinya sendiri. Uang itu merupakan sumbangan dari Sultan Brunei untuk membantu di Aceh. Namun, Gus Dur gagal mempertanggungjawabkan dana tersebut. Skandal ini disebut skandal Bruneigate.

Dua skandal “Buloggate” dan “Brunaigate” menjadi senjata bagi para musuh politik Gus Dur untuk menjatuhkan jabatan kepresidenannya. Pada 20 Juli, Amien Rais menyatakan bahwa Sidang Istimewa MPR akan dimajukan pada 23 Juli. TNI menurunkan 40.000 tentara di Jakarta dan juga menurunkan tank yang menunjuk ke arah Istana Negara sebagai bentuk penunjukan kekuatan. Gus Dur kemudian mengumumkan pemberlakuan dekrit yang berisi (1) pembubaran MPR/DPR, (2) mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu dalam waktu satu tahun, dan (3) membekukan Partai Golkar sebagai bentuk perlawanan terhadap Sidang Istimewa MPR. Namun dekrit tersebut tidak memperoleh dukungan dan pada 23 Juli, MPR secara resmi memberhentikan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Sukarnoputri.

Itulah akhir perjalanan Gus Dur menjadi Presiden selama 20 bulan. Selama 20 bulan memimpin, setidaknya Gus Dur telah membantu memimpin bangsa untuk berjalan menuju proses reformasi yang lebih baik. Pemikiran dan kebijakannya yang tetap mempertahankan NKRI dalam wadah kemajukan berdemokrasi sesuai dengan UUD 1945 dan Pancasila merupakan jasa yang tidak terlupakan.

Hal-Hal Positif dari Gus Dur

All religions insist on peace. From this we might think that the religious struggle for peace is simple … but it is not. The deep problem is that people use religion wrongly in pursuit of victory and triumph. This sad fact then leads to conflict with people who have different beliefs.
-KH Abdurrahman Wahid- (source)

Mantan Ketua DPP PKB, Hermawi Taslim yang selama 10 tahun terakhir turut bersama Gus Dur dalam segala aktivitasnya mengungkapkan tiga prinsip dalam hidup Gus Dur yang selalu ia sampaikan kepada orang-orang terdekatnya.

  • Pertama : Akan selalu berpihak pada yang lemah.
  • Kedua : Anti-diskriminasi dalam bentuk apa pun.
  • Ketiga : Tidak pernah membenci orang, sekalipun disakiti.

Gus Dur merupakan salah tokoh bangsa yang berjuang paling depan melawan radikalisme agama. Ketika radikalisme agama sedang kencang-kencangnya bertiup, Gus Dur menantangnya dengan berani. Dia bahkan mempersiapkan pasukan sendiri bila harus berhadapan melawan kekerasan yang dipicu agama. Gus Dur menentang semua kekerasan yang mengatasnamakan agama. Dia juga pejuang yang tidak mengenal hambatan.

Gus Dur dalam pemerintahannya telah menghapus praktik diskriminasi di Indonesia. Tak berlebihan kiranya bila negara dan rakyat Indonesia memberikan penghargaan setinggi-tingginya atas darma dan baktinya. Layaknya kiranya Gus Dur mendapat penghargaan sebagai Bapak Pluralisme dan Demokratisasi di Indonesia.

Doktor kehormatan dan Penghargaan Lain

Dikancah internasional, Gus Dur banyak memperoleh gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris Causa) dibidang humanitarian, pluralisme, perdamaian dan demokrasi dari berbagai lembaga pendidikan diantaranya :

  • Doktor Kehormatan dari Jawaharlal Nehru University, India (2000)
  • Doktor Kehormatan dari Twente University, Belanda (2000)
  • Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu Ekonomi dan Manajemen, dan Ilmu Humaniora dari Pantheon Sorborne University, Paris, Perancis (2000)
  • Doktor Kehormatan bidang Filsafat Hukum dari Thammasat University, Bangkok, Thailand (2000)
  • Doktor Kehormatan dari Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand (2000)
  • Doktor Kehormatan dari Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand (2000)
  • Doktor Kehormatan dari Soka Gakkai University, Tokyo, Jepang (2002)
  • Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Netanya University, Israel (2003)
  • Doktor Kehormatan bidang Hukum dari Konkuk University, Seoul, Korea Selatan (2003)
  • Doktor Kehormatan dari Sun Moon University, Seoul, Korea Selatan (2003)

Penghargaan-penghargaan lain :

  • Penghargaan Dakwah Islam dari pemerintah Mesir (1991)
  • Penghargaan Magsaysay dari Pemerintah Filipina atas usahanya mengembangkan hubungan antar-agama di Indonesia (1993)
  • Bapak Tionghoa Indonesia (2004)
  • Pejuang Kebebasan Pers

Selamat Jalan Gus Dur

Gus Dur wafat pada hari Rabu, 30 Desember 2009, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada pukul 18.45 akibat berbagai komplikasi penyakit, terutama gangguan ginjal, yang dideritanya sejak lama. Sebelum wafat ia harus menjalani hemodialisis (cuci darah) rutin. Seminggu sebelum dipindahkan ke Jakarta ia sempat dirawat di Jombang seusai mengadakan perjalanan di Jawa Timur. Gus Dur di makamkan di Jombang Jawa Timur

Selamat jalan Gus Dur. Terima kasih atas pengabdian dan sumbangsihnya bagi rakyat dan bangsa ini. Jasa-jasamu dalam perjuangan Demokrasi dan Solidaritas antar umat beragama di Indonesia tidak akan kami lupakan. Semoga amal-jasa-ibadahnya mendapat tempat yang ‘agung’.

Salam hormat dan turut berbela sungkawa,
ech-wan, 30 Desember 2009

Referensi utama : wikipedia —- gusdur.net —-kompas3 Prinsip Hidup Gus Dur-

Baca Juga : Kumpulan Anekdot, Joke dan Humor Ala Gus Dur

Pluralisme Bukan Mencampuradukkan Agama


Jombang – Pluralisme adalah sikap menghargai dan toleransi kepada pemeluk agama lain. Pluralisme bukan berarti mencampuradukkan agama. Demikian dikatakan KH Abdurrahman Utsman, mantan ketua PCNU Jombang.

Pengasuh salah satu Pesantren di komplek Ponpes Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang ini menyatakan, beberapa kalangan yang menyebut pluralisme sebagai faham menyamakan agama sebaiknya mempelajari kembali sejarah tentang sikap Nabi Muhammad SAW kala berada di Kota Madinah.

“Waktu Nabi (Muhammad) di Madinah, itu adalah (sikap) pluralisme. Bagaimana Kanjeng nabi Muhammad mengumpulkan semua etnis dan semua paham agama. Semua orang yang ada di sana baik Yahudi, Nasrani jadi satu. Ini dalam arti kata bahwa mereka adalah dalam rangka penghormatan terhadap hak asasi orangnya tidak pada keyakinannya,” ujarnya usai mengikuti doa bersama untuk almarhum Gus Dur, Sabtu (16/1) malam.

Pluralisme yang selama ini getol diperjuangkan di Indonesia oleh almarhum Gus Dur mendapat banyak tantangan. Salah satunya, lahirnya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 yang mengharamkan pluralisme karena dianggap menyamakan setiap agama.

Terkait dengan fatwa tersebut, Abdurrahman Utsman menilai, saat memutuskan fatwa pengharaman pluralisme, MUI tidak betul-betul memahami makna pluralisme. Dia mengatakan, fatwa MUI tentang pengharaman pluralisme hanyalah sekedar anjuran yang tidak memaksa. “Fatwa, baik itu dari MUI atau yang lain, tidak serta merta harus dilakukan. Bagi orang yang menerima fatwa itu, silahkan. Kalau tidak pun ngga jadi persoalan,” tandasnya.

Pernyataan senada dikatakan oleh Ketua Ikatan Sarjana NU (ISNU) Jombang, Sunandar.
Menurutnya, MUI berhak saja mengeluarkan fatwa haram tentang pluralisme. Namun, dirinya tidak sepakat jika fatwa tersebut berimbas pada kerukunan dan kesatuan bangsa Indonesia. “Kalau kita lagi ngomong rakyat Indonesia tidak bisa dipilah-pilah ini blok A blok B, ini merah, atau ini blok putih. Seluruh yang menjadi rakyat Indonesia itu perlu kita ajak bicara dan saling melindungi juga,” seru Sunandar.

Sabtu, 03 April 2010

Demokrasi dimata saya

Demokrasi di Indonesia memang berjalan tidak semestinya.Karena masih banyak kendala yang harus kita hadapi.Terutama masalah pengambilan keputusan sepihak yang mengakibatkan sebagian orang atau kelompok kurang setuju dan mengakibatkan perpecahan hingga hilangnya nilai demokrasi yang kita agung-agungkan sebagai paham yang sempurna untuk kehidupan ini.Akhir-akhir timbul masalah yang di akibatkan kurangnya rasa kesadaran diri akan demokrasi yang sesungguhnya,padahal arti demokrasi itu sendiri adalah adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Pada intinya, yang banyaklah yang menang dan yang banyak dianggap sebagai suatu kebenaran.

Mari kita sama-sama mendefinisikanya Demokrasi dikenal bermacam-macam istilah demokrasi. Ada yang dinamakan demokrasi konstitusionil, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila, demokrasi rakyat, demokrasi Soviet, demokrasi nasional, dan sebagainya. Semua konsep ini memakai istilah demokrasi, yang menurut asal katanya berarti “rakyat berkuasa” atau government or rule by the people“. (kata Yunani demos berarti rakyat, kratos/kratein berarti kekuasaan/berkuasa).

Demokrasi secara harafiah merupakan sistem pemerintahan yang sangat membuka pintu lebar-lebar kepada arus akuntabilitas publik. Adalah naif jika kita mendefenisikan demokrasi sebagai sebuah terminologi untuk kediktatoran mayoritas. Seringkali memang, sistem demokrasi diejawantahkan dalam bentuk voting atau pengambilan suara terbanyak. Namun harus diingat bahwa voting, referendum, atau apapun namanya yang sifatnya pengambilan suara terbanyak, hanyalah merupakan upaya untuk memoderasi berbagai variasi perbedaan opsi yang terjadi pada peserta sistem demokrasi.
Dengan kata lain, inti dari sebuah system pemerintahan yang demokratis adalah pada partisipasi seluruh entitas sistem tersebut terhadap setiap putusan atau kebijakan yang diambil.

Lebih jauh, demokrasi tidak dapat diartikan sebagai pembunuhan terhadap suara minoritas; secara filosofis demokrasi tidak berhubungan dengan terminologi yang membeda-bedakan mana yang mayoritas dan mana yang minoritas. Demokrasi merupakan system pemerintahan yang anti otoritarianisme dan kemungkinan kolusi/konspirasi yang sangat mungkin muncul dalam system monarki dan oligarkhi. Artinya, demokrasi adalah sistem pemerintahan yang memberikan penekanan pada fungsi kontrol atau dengan kata lain check and balance dari semua pos-pos kekuasaan yang ada. Dari sini diharapkan akan lahir keadilan (justice) yang secara mekanistik memberikan kebaikan kepada seluruh elemen masyarakat.

Jadi mari kita terapkan demokrasi ini untuk sebuah keadilan yang sesungguhnya,tidak ada minoritas atau mayoritas karena semu sama.Sama-sama meliki hak untuk menyampaikan keinginanya,pendapatnya dan mengekspresikanya.Demokrasi tanpa agama sama saja seperti orang pintar yang menyalahgunakan kepintaranya.

pluralisme

Gus Dur dan Pluralisme

Monday, March 15, 2010
By kahfi

Gud Dur dan Pluralisme

Gud Dur dan Pluralisme

Gus Dur sebuah nama yang pernah menoreh sejarah pergulatan antar etnis yagn terjadi melanda negeri ini, dengan terjadinya sebuah deskriminasi terhadap kaum tionghoa dan juga rakyat indonesia lainya. Pada hal kaum tionghua juga ikut andil dalam penegakan negara RI ini, tapi kenapa mereka dibatasi dalam gerak dan ritual keagamaan. Inilah yang tejadi melanda kaum tionghua sebelum Gus Dur menjadi peresiden.
Sumbangsih Gus Dur yang terbesar terhadap bangsa adalah perjuangan beliau yang pantang menyerah untuk mengusungkan pluralisme, sebelum meninggal, Gus Dur berpesan saya ingin dikuburan saya ada tulisan ; disisnilah terkubur seorang pluralisme (kompas, 3/1/2010).
Perjuangan beliau terhadap pluralisme, begitu gigih untuk menciptakan perdamaian yang terjadi ditengah-tengah antar umat beragama. Tahun 1955-1997 terjadi kerusuhan etnoraligius di jawa timur dan jawa barat, ratusan gereja dan bebrapa toko milik orang tionghua di bakar dan di hancurkan. Tujuannya mendiskreditkan Gus Dur bahwa visi islam tolleran yang di usung nya gagal.
Gus Dur seorang pluralis, gebrakannya yang terkenal, menjadikan Konghucu menjadi agama resmi negara, Gus Dur juga mencabut peraturan pemerintah nomor 14 tahun 1967 yang melarang kegiatan tionghua dan menetapkan imlek sebagai hari libur nasional.
Pluralisme sebagai bentuk kesadaran kolektif bangsa, harus selalu di pelihara. Mengingat sekarang ini negara tidak lagi mendominasi seluruh sektor kehidupan rakyat seperti masa lalu. Gus Dur cendrung memandang perbedaan dalam perspektif, meminjam istilah Wolfgang Huber: “melihat perbedaan sebagai pemberian, memandangnya sebatas pilihan.”
Meskipun demikian, harus diakui bahwa pluralisme masih menghadapi tantangan yang serius, terutama pasca-fatwa MUI tentang pengharaman pluralisme.
Fatwa semacam ini merupakan tantangan serius dalam membangun harmoni dan kebersamaan. Karena seolah-olah ketika berhubungan dengan kelompok lain yang berbeda, maka dianggap akan menjadi bagian dari kelompok tersebut. Padahal, dialog dan perjumpaan justru dapat menjadi kekuatan dan potensi, terutama dalam konteks kebangsaan.
Pluralisme pertama-tama dimulai dari kesadaran tentang pentingnya perbedaan dan keragaman. Sebab perbedaan merupakan fitrah yang harus dirayakan dan dirangkai menjadi kekuatan untuk membangun harmoni. Adapun anggapan bahwa pluralisme akan menjadi sinkretisme merupakan pandangan yang cenderung mengada-ada. Faktanya, pluralisme dan sinkretisme sangat tidak identik.
Dalam hal ini, menghidupkan dan mengembangkan kembali pemikiran Gus Dur menjadi sangat relevan. Di antaranya diperlukan pandangan keagamaan yang berorientasi kebangsaan, yang dapat melindungi seluruh warga negara, apa pun agama, keyakinan, kelompok, ras, dan sukunya. Dalam buku Islamku, Islam Anda dan Islam Kita, Gus Dur menegaskan bahwa umat Islam Indonesia harus mengembangkan pandangan keislaman yang berorientasi kebangsaan. Salah satu pesan yang kuat dalam Al Quran adalah bahwa Muhammad SAW diutus oleh Tuhan untuk membangun persaudaraan bagi seluruh umat (QS al-Anbiya [21]: 107).
Presiden SBY dalam pidatonya menyebut Gus Dur sebagai ”Bapak Pluralisme.” Padahal, menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), pluralisme adalah faham yang haram.
Penolakan Ketua MUI Jawa Timur itu cukup beralasan, karena lima tahun silam, Majelis Ulama Indonesia sudah mengeluarkan Fatwa nomor: 7/MUNAS VII/MUI/II/2005 tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama dalam Pandangan Islam. Dalam fatwa yang ditetapkan di Jakarta tanggal 22 Jumadil Akhir 1426 H (29 Juli 2005 M) tersebut, MUI menfatwakan Pluralisme sebagai berikut:
Pertama, Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengkalim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga.
Kedua, Ketentuan Hukum. Pluralisme, Sekualarisme dan Liberalisme agama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama islam. Umat Islam haram mengikuti paham Pluralisme Sekularisme dan Liberalisme Agama. Dalam masalah aqidah dan ibadah, umat islam wajib bersikap ekseklusif, dalam arti haram mencampuradukan aqidah dan ibadah umat islam dengan aqidah dan ibadah pemeluk agama lain.
Dengan polemik “Gus Dur Bapak Pluralisme” ini rakyat kembali terpecah dalam dua pendapat, yaitu pendapat Presiden SBY ataukah pendapat Majelis Ulama. Siapakah yang benar, SBY ataukah Ulama? Jika yang benar adalah Ketua MUI Jawa Timur, berarti Gus Dur adalah orang baik yang tak pantas diberi gelar ”Bapak Pluralisme.” Tapi jika yang benar adalah Presiden SBY, maka Gus Dur adalah orang sesat yang mengikuti faham haram pluralisme, sehingga pantas dinobatkan sebagai ”Bapak Pluralisme.

Kamu boleh sekolah setinggi-setinginya tapi jika tidak berkarya kamu akan ditingal oleh masyarakat dan sejarah”