Selasa, 27 April 2010

MANUSIA

Allah menenempatkan manusia sebagai makhluk istimewa. Al-Qur’an sebagai “kalamullah” ternyata bukan hanya ditujukan kepada manusia, sebagai hudan (petunjuk) baginya, melainkan juga di dalamnya menggambarkan secara lebih lengkap tentang manusia, melebihi penggambarannya terhadap makhluk Allah yang lainnya. Dalam al-Qur’an terdapat dua jenis penyebutan manausia, yaitu penyebutan langsung dan tidak langsung. Pada penyebutan langsung al-Qur’an menyebutkan manusia dengan tiga sebutan, yaitu : al-Insaan (65 kali dengan derivatnya), al-Basyar (27 kali), dan al-Naas (240 kali). Variasi penyebutan dan tingginya pengulangan merupakan indikasi perhatian istimewa terhadap manusia.
Penggambaran manusia melalui kalamullah ini merupakan point penting. Secara alamiah, manusia dikarunia kemampuan untuk menggambarkan siapa dirinya, baik secara fisik maupun non fisik. Akan tetapi, penggambaran manusia tentang dirinya oleh dirinya dapat dipastikan tidak sempurna atau berpotensi cacat. Penggambaran tentang jati diri manusia telah dijumpai dalam banyak kebudayaan. Sedikitnya dapat dicatat tiga hal berkaitan dengan itu. Pertama , terdapat perbedaan penggambaran diantara kebudayaan yang ada, bahkan adakalanya kontradiktif dengan lainnya. Kedua, penggambaran itu tidak pernah ajeg, tetapi berubah dari waktu ke waktu, yang biasanya tergantung pada dominasi pemikiran tokoh-tokoh didalamnya. Ketiga, penggambarannya parsial-reduktif, tidak pernah lengkap.
Penggambaran Allah tentang manusia, melalui kalam-Nya, secara logika, tidak mungkin merupakan penggambaran yang bersifat coba-coba atau eksperimental. Jika demikian tentu akan menciderai kedudukan kalam-Nya sebagai hudan. Hudan sebagai sebuah kepastian tidak akan operasional jika dibangun atas dasar “ketidak pastian” subyek pengoperasinya. Allah sebagai pencipta manusia mustahil tidak mengetahui detail dari ciptaan-Nya. Al-Qur’an sejatinya telah memberikan gambaran tentang manusia yang menyeluruh, lengkap, utuh, dan komprehensip-holistik. Penggambaran itu meliputi: asal-usul, struktur, potensi, karakter, kebutuhan, dan tujuan akhir perjalanannya, serta keterjalinan antar semuanya..

1. Sebagai Ciptaan Allah
Maanusia diciptakan Allah. Dengan menggunakan redaksi yang berbeda-beda al-Qur’an menyatakan bahwa Allah telah menciptakan manusia, baik sebagai al-Insan, al-Naaas, maupun al-Basyar. Pernyatan tentang penciptaan manusia dalam berbagai posisinya itu memberikan penegasan akan kedirian manusia yang “diciptakan” dan Allah sebagai penciptanya. Jadi, manusia dengan berbagai macam eksistensinya tidak bisa lain kecuali merupakan “ciptaan” dan “diciptakan Allah.
Allah menciptakan buukan hanya manusia, melainkan juga alam semesta dengan segala isinya. Namun, penjelasan Allah tentang penciptaan manusia ini lebih detail dibandingkan dengan penciptaan yang lainnya. Al-Quran sebetulnya menunjukkan empat model kejadian manusia. Pertama, penciptaan langsung oleh Allah. Manusia dalam model ini dicptakan dari tanah, tidak melalui proses alam seperti yang kemudian dikenal sebagai proses reproduksi, yaitu melalui pertemuan spermatozoa dan ovum dalam rahim ibu. Adam adalah manusia yang diciptakan dengan model ini. Kedua, penciptaan langsung oleh Allah bukan langsung dari tanah, melainkan dari bagian tubuh manusia--enis laki-laki--yang telah ada, rusuk Adam. Dengan demikian penciptaannya tidak melewati pertemuan sel telur laki-laki dan perempuan dan juga tidak melalui rahim ibu. Hawa adalah manusia yang dicitakan dengan model ini. Ketiga, penciptaan oleh Allah tetapi melalui keterlibatan manusia, terutama dalam menyediakan dan mempertemukan sel bibit, ovum dan sepermatozoa, dan keterlibatannya menyediakan rahim, tempat persemaian bagi proses “pembentukan” manusia. Manusia pada umumnya diciptakan dengan model ini. Al-Qur’an mengisyaratkan ketiga model penciptaan di atas hanya dalam satu ayat dari Surat al-Nisa (4:1). Keempat, penciptaan langsung oleh Allah bukan langsung dari tanah, melainkan dari bagian tubuh manusia--jenis perempuan-- yang telah ada, namun melalui rahim ibu. Al-Qur’an menjelaskan fenomenon penciptaan seperti ini dalam Ali Imran (3:47). Penciptaan model ini dialami oleh Isa As. Akan tetapi, hanya model ketigalah yang kemudian dikenali manusia sebagai “Hukum Alam” yang realistis. Padahal penciptaan model keempat ini terjadi justru ketika model alamiah itu, yang mengandaikan syarat-syarat tertentu sebuah kejadian (penciptaan) dalam nalar manusia telah terpenuhi. Hal itu, beserta rangkaian variasi penciptaan yang lainnya, menandaskan satu kepastian bahwa manusia memang diciptakan dan Allah adalah penciptanya.
Rangkaian tahap penciptaan manusia, yang kemudian dianggap sebagai proses penciptaan yang alami, dan dengan demikian disebutnya sebagai ilmiah, dijelaskan dengan detail oleh Allah. Manusia diciptakan dari (unsur-unsur) tanah, apermatozoa dan ovum, yang kemudian menjadi zygote yang menempel dalam rahim, yang kemudian berproliferasai menjadi cikal bakal bagian manusia, diantaranya tulang dan daging, yang selanjutnya terbentuklah janin (featus) yang kemudian ditransformasi (ansya’naa) menjadi makhluk baru yang disebut manusia. Al-Qur’an menjelaskan perkembangan kejadian menjadi manusia (fisik) dan manusia utuh (fisik-non fisik) itu secara berulang dalam berbagai surat dan ayat. Antara lain dalam al-Mukminuun (23:12-14)

1. Sebagai Citra Allah (imago Dei)
2. Sebagai Sebuah Sistem
3. Sebagai Khalifah
4. Sebagai Kuasa taschiir (Amanah)
5. Sebagai Abdi Allah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar