
“dooor”..
Abraham Lincoln mati terkapar tak bernyawa. Satu keping peluru yang pecah
menghunus tepat di kepalanya yang cemerlang. Selang beberapa saat kemudian,
tubuh yang penuh inspirasi itu terbungkus kaffan. Innalillah....
Lincoln
mati bukan tanpa firasat, bukan pula tanpa isyarat, tapi Lincoln meninggal
dengan tanda-tanda. Konon, dua minggu sebelum kejadian tragis tersebut, Lincoln
bermimpi. Dia –dalam hanyut nada-nada malam –berjalan sendiri tidak berkawan.
Tiba-tiba saja, seorang wanita menangis pertanda layat tengah datang. Dia
kemudian menatap mendapati tubuhnya menjadi seonggak jenazah.
Tersebutlah,
15 April 1865, tanggal dimana sehari sebelumnya Lincoln dihujani peluru di
Teater Ford, Lincoln meninggal. Dan, John Wilkes Booth dianggap
sebagai orang yang bertanggung jawab atas kematian itu.
Namun
mati, ya mati, tidak bisa menghentikan laju sejarah yang bergerak cepat
menampakan kebenaran. Seperti kata Lincoln sendiri “..anda tidak bisa lepas
dari tanggung jawab besok dengan menghindari hari ini..”. Oleh karenanya, sopan
rasanya apabila mari kita ulas kembali spirit maupun gagasan apik presiden berkulit hitam pertama
Amerika ini.
PANTANG MENYERAH
Jelas,
kata inspiratif adalah kata yang melekat di tubuh sang pemilik nama bapak
segala agama, Abraham (Ibrahim). Pantang menyerah adalah sikap yang menjadi
teladan dari seorang Lincoln.
Dari
tahun ke tahun, sebelum tahun 1860, Lincoln selalu lekat dengan julukan
‘gagal’. Dimulai dari 1831, usahanya bangkrut. Istrinya meninggal pun pernah
dirasakan. Soal pemilihan, jangan ditanya, dari pemilihan lokal, senat sampai
wakil presiden, Lincoln gagal secara beruntun. Barulah, di tahun 1860, Lincoln
berhasil mencapai posisi tertinggi di negara Adidaya.
John
Speed, kawan Lincoln, bercerita bahwa awalnya Lincoln adalah seorang yang
skeptis. Skep-tis sendiri secara etimologi berarti ragu-ragu, orang yang
ragu-ragu. Mungkin, seperti yang diceritakan dalam buku kecil A Legacy of Freedom, Lincoln hanya tegas
pada satu hal yaitu wanita !. Selebihnya, entahlah.
Seperti
sebuah narasi motivasi, kesuksesan Lincoln tidak bisa lepas dari mantra.
Meskipun sempat disangksi skeptis dan keras pada diri sendiri terhadap wanita,
Lincoln nyatanya, toh sukses juga.
Seperti memoar NLP (Neuro Linguistic
Program), kesuksesan itu kadang tumbuh hanya dari hal remeh berupa
kata-kata, dan kata-kata itu, ucap Lincoln “..siapapun anda jadilah yang
terbaik, yang paling baik dari yang lain..”.
Setalah
bibir mengecap dan mengunci rapat dengan tindakan, Lincoln melesat jauh terbang
ke puncak kesuksesan.
MENCINTAI
KEBERAGAMAN
Chautauqua
(/ʃəˈtɔːkwə/ shə-TAW-kwə), sebuah gerakan pendidikan rakyat di Amerika Serikat
yang amat populer di abad kesembilan belas. Di sela-sela bincang-berbincang,
sempat pula institusi ini menyentil perihal Abraham Lincoln. Sederhananya,
dikatakan, Lincoln adalah subyek yang mengingatkan kita apa yang perlu kita
tahu yang mungkin kita lupa. Hal itu, tentu merujuk pada satu keteguhan mental
Lincoln yang selalu tak lupa mengingatkan “..kebersatuan itu tidaklah cukup
pada kehidupan bersama saja, lebih jauh kebersatuan (Uni) harus merujuk pada
proposisi; bahwa kita diciptakan sama..” (Abraham Lincoln:A Legacy of Freedom, hlm 3).
Kata
yang baik adalah, menurut Sabda Nabi Muhammad, kata yang keluar bersamaan
dengan kesesuaian tindakan. Lincoln, sebagai pengagum Nabi terakhir menurut
Umat Islam, mengamini serta taklid pada
ucapan sakral itu.
Catatan
langkah Lincoln, bisalah kita ringkas dalam satu ungkapan berupa pembebasan.
Seperti yang Paulo Freire nilai, bahwa kesadaran kritis adalah keterarahan
bersama (co-intensiona-litas).
Agaknya, seperti itu pula, Lincoln menghayati lika dan liku perjuangannya.
Lincoln
bertakdir sebagai seorang, sebut saja, negro. Waktu itu ras nya adalah yang
terbelakang. Dijadikan budak, dimanfaatkan barang tenaganya kemudian
dilecehkan. Darisitulah, Lincoln kemudian berujar bilamana “pembebasan budak
kulit hitam” adalah harus. Politik emansipasi menjadi senjatanya yang menjulang
tinggi menembus langit feodalisme. Lincoln, pun menginisiatifkan pengembalian
tujuan konstitusi “..milik rakyat, diatur rakyat dan dinikmati oleh rakyat...”.
Kejahatan,
bagi Lincoln akan segera tampak dan digantikan oleh kebaikan. Lincoln percaya
“..Anda bisa menipu semua orang beberapa waktu, dan beberapa orang sepanjang
waktu, tetapi Anda tidak bisa menipu semua orang sepanjang waktu...”.
PENUTUP
Dua
sub judul di atas adalah rantai yang satu dengan lainnya harus ‘kreeek’ atau
menyatu. Pantang menyerah yang minus cinta keberagaman hanya akan menimbulkan
mental ingin menang sendiri.
Cinta keberagaman yang tidak dibarengi pantang
menyerah, output nya hanyalah mimpi
yang tak kunjung terealisasi. Oleh sebab itu, satu dan dua itu adalah manunggal.
Sebenarnya,
berbicara Lincoln, tidak akan habis hanya membaca perkara satu kolom tulisan
ini. Lincoln teramat panjang dan sukar dideskripsikan secara singkat. Namun,
jikalau hendak dikorelasikan dengan kondisi kekinian, yang paling tepat
diteladani adalah kedua hal ini.
Haul
mengenang kematian Lincoln tuntas dalam celotehan irit ini. Patungnya di
Washington pun duduk tersenyum meski sudah ratusan tahun jazad badaninya
terkubur. Jadilah, inti daripada ini semua sebagai social capital (modal sosial) menapaki roda politik ke depan.
Dari
atas kuburnya, Lincoln bersua “...hal terbaik dari masa depan adalah ia datang
suatu hari pada satu waktu..”. Terima Kasih, Abraham Lincoln.
*http://randomcelebs.com/wp-content/uploads/2015/04/Abraham-Lincoln-3.jpg
*http://randomcelebs.com/wp-content/uploads/2015/04/Abraham-Lincoln-3.jpg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar