Minggu, 08 Februari 2015

AVAST ! (sambungan VI)

9

Seperti sebuah kerumunan asap hitam yang menggunung, seperti itu pulalah malam yang tengah dilewati oleh Revo dan Fairuz. Gelap dan sangat kabur. 

Selepas isya, Fairuz baru keluar kembali dari dalam kamarnya. Dia melangkah maju ke teras depan yang selalu dia sukai itu. Hentakan kakinya terpacu dan kesannya terburu-buru. Dia seperti meninggalkan dosa karena telah membiarkan Revo menantinya cukup lama.

Sementara itu, di tempat yang hendak dituju oleh Fairuz; Revo masih setia menunggu. Hampir dua bungkus rokok dia habiskan sendiri. Revo termangu oleh hujan, oleh kopi dan oleh semua hal yang sedang ada dipikirannya. Tak ada lagi peduli yang menggusarkan hatinya karena Fairuz yang teramat lama.

"hey, sorry ya Vo, lama"
"santai lah Fay, biasanya juga begitu"

Fairuz menepuk punggung Revo. Keduanya kini telah duduk berdampingan, kembali. 

Memang begitulah Fairuz, dia cukup tega kepada para kawan-kawannya. Dia selalu mementingkan hajatnya sendiri. Selama apa yang menjadi ritualnya belumlah selesai, dia tidak akan pernah memikirkan dengan siapa dia sedang ditunggu. Itulah yang mungkin bagi sebagian kita disebut dengan egois. Dan untuk malam ini, entahlah, edisi keberapa kalinya dia mengulangi hal yang tidak baik itu.

Percakapan mereka sedari tadi sore, belum menjurus ke arah yang matang. Keduanya masih sibuk mengentaskan kegelauan yang ada pada lingkaran hidup Fairuz. 

"kamu ini, sudah membasuh tubuhmu tetapi masih saja galau"
"memangnya galau bisa hilang bersama kotoran yang melekat di badanku ini?"
"seharusnya sih begitu, tetapi mungkin juga tidak"
"bagaimana mungkin aku bisa percaya pada pernyataan seseorang, yang dia sendiri saja meragu?" Fairuz tertawa menang. "coba Vo, bagaimana kira-kira aku bisa percaya?"
"ya bisa saja sih percaya, mungkin karena yang menyampaikan pernyataan itu adalah sahabat dekatmu"
"hahaha, kamu sudah kalah"

Revo sejatinya tidaklah kalah, dia hanya sudah bosan saja berbicara soal cinta. Dia juga malas beradu cakap, atau debat. Kisahnya saja sudah pelik, pakai bergaya menasehati orang. Begitu kata Revo.

"tema malam ini kita rubah ya. Kita lencengkan jauh ke arah yang lebih serius"
"loh, ini juga kan serius Vo. Serius sekali"
"ya, serius untuk hidupmu tetapi bukan untuk hidup orang banyak"
"...baiklah.." Fairuz hanya sanggup menunduk. Wajahnya kini berubah menjadi tegang. Matanya melotot, jidatnya penuh lipatan.