Di waktu September
Daun-daun berguguran tak nampak cantiknya
Dahan kering bentuk suram dari kekosongan
Dia kemudian pergi menanamkan dendam yang teramat di dalam hatinya. Dia sematkan janji pada sebuah tempat yang dia tahu betul bagaimana cara membencinya. Tak ada sandiwara, puisi pun bahkan terlalu jahat.
Satu persatu orang melayang tanpa tahu waktunya
Mimpi-mimpi tentang hari esok tak nampak lagi
Orang itu, yang bermata merah dengan pekat hitamnya hati, telah sampai pada tugasnya. Dia tunaikan apa yang menurutnya sebagai tanda suci. Darah merah, tangis berurai, yang tak bersalah dan tahu harus berkata apa.
Dan di waktu September.
Jeritan tanpa nyawa.
Tulisan tanpa pernah tahu siapa pengarangnya.
Kata-kata tak pantas lagi dicatatkan dalam sebuah kertas putih. Prasasti tanda kenangan seolah menjadi simbol kegagalan. Hari itu, tahun selanjutnya, ada duka yang sampai kapanpun tak elok dijawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar