Senin, 30 Juni 2014

CERMIN I

https://www.plaidforwomen.com/wp-content/uploads/2014/01/Sad-Woman-in-Mirror.jpg

"tik tok tik tok"

Hujan datang tanpa diundang. Rintiknya begitu kecil, jatuh membasahi genting dan dedaunan. Bau tanah yang khas tersiram air pun semerbak memanjakan hidung. Suasana sejuk dan syahdu tersaji malam hari itu.

"Tapi, mungkin lebih tepatnya ini hanya perasaanku saja"
"iya, aku pikir juga begitu"
"apakah aku harus menyesal?"
"tidak perlu, karena kamu telah sungguh-sungguh berusaha yang terbaik. Dan hasil dari usahamu tidak pantas kau nikmati dengan hati yang bersedih, cukuplah kau yakin bahwa akan ada yang lebih baik di depan sana yang sedang menunggumu"
"haha kamu memang selalu bisa membuatku tersenyum"

Seorang wanita muda bergaun putih terlihat sedang asik menatap kaca. Mulutnya yang tipis naik turun tanpa henti. Matanya begitu sipit, namun cukup sigap untuk memandangi wajahnya di hadapan cermin.

Malam itu, di tengah guyuran gerimis, Dia berlagak bak orang gila. Mungkin dia kesepian, mungkin juga dia tidak punya teman yang mendengarkan keluh kesahnya, yang pasti dia berbicara sendiri dengan gambar wajahnya yang muncul dari cermin.

"lalu setelah ini aku harus bagaimana?"
"ambilah hikmah dan pelajaran dari setiap hal yang telah kau lalui, karena hanya itu tugasmu"
"Aku sudah bosan dengan hikmah-hikmah itu, nyatanya sampai saat ini kumpulan hikmah-hikmah yang kau maksud itu tidak bisa membuatku berubah"
"iya, memang kumpulan hikmah itu hanyalah barang usang yang kau bahkan perlu memungutnya dengan susah payah. Percayalah, suatu saat nanti, kamu akan tau seberapa besar hikmah itu bisa merubah kehidupanmu"
"jadi aku harus kembali bersabar dan kembali pula aku harus menyalahkan diriku sendiri?"
"hikmah datang bukan dari hati yang terpaksa, tetapi dari kelapangan dan kebijaksanaan dalam menilai sesuatu"
"maksudmu?"

Dahi wanita itu dikerutkan sedikit, alisnya mengangkat naik.

"apakah kamu tega menyalahkan dirinya yang katanya kamu cintai?"
"hmmm"

Pertanyaan itu seketika membuatnya kebingungan. Rambutnya yang pirang dan tipis dielusnya-elusnya dengan keras.

"kamu menjebaku"
"tidak, aku tidak menjebakmu"

Bayangan wajah di cermin dengan tegas merontokan tulang-tulang cetakan asli di hadapannya. Senyum dari bibirnya yang kecil muncul begitu congkak.

"lalu?"
"kamu mencintainya berbeda dengan kamu mencintaimu. Kamu mencintainya adalah kamu mencintai dia dengan segala kekurangannya, dengan segala penolakannya, dengan segala sikap yang kau tak mau lihat darinya"
"hah!"
"terkadang kamu mengatakan kamu mencintainya padahal kamu mencintai dirimu yang dia digunakan sebagai pemuas kebahagiaanmu. Kamu menyuruhnya untuk menyenangkan hatimu, kamu menyuruhnya menjadi seperti yang kau mau agar dirimu gembira, kau menyuruhnya ini itu karena hal itu adalah yang mampu membuatmu terpesona"
"berarti kamu menyuruhku untuk tidak memaksannya? lalu bagaimana kesadarannya muncul agar kita bisa saling melengkapi?"
"itu hanya perkara waktu, perkara bagaimana keberhasilanmu meluluhkan sikap angkuh dan egoisnya"
"jika memang begitu lalu aku harus bagaimana?"
"senangkanlah saja dia, berusahalah untuk menjadi dirimu yang baik dan berteguh hati untuk menjaganya. Bukankah cinta yang datang dengan sendirinya itu lebih indah daripada cinta yang datang karena dipaksa?"
"iya benar, jadi selama ini aku salah?"
"aku tidak tahu, tapi itulah hikmah yang kau perlu pelajari untuk saat ini"

Bersambung..................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar