Minggu, 06 April 2014

MANUSIA TANPA IDENTITAS (IMPACT OF GLOBALIZATION)



 
Bung Hatta, sekitar 60 tahun yang lalu, pernah mengatakan kepada kita, bahwasanya negara ini bisa hancur apabila dikelola oleh sindikat-sindikat yang memikirkan dirinya sendiri. Bung Hatta mungkin, sedang memikirkan suatu keadaan yang memilukan, penuh kelaparan dan perbudakan. Bagaiamana tidak, apabila sudah ada satu kekuatan berkuasa di atas dan menjarah, artinya harus ada satu yang lainya lapar dan berada di bawah. Menurut Duncan Kennedy, seorang professor hukum di Harvard Law School, keadaan itu adalah hukum pasti dimana ada penguasa maka secara tidak langsung ada yang dikuasai.

Pada era ini, era dimana semua memiliki segala kebebasan melakukan apapun, sindikat-sindikat besar itu mulai muncul. Mereka tidak hanya nampak berupa kekuatan modal, tetapi mereka juga hadir sebagai prototipe. Mereka yang menggunakan kekuatan modal mungkin masih bisa terditeksi, yaitu dengan bentuk gedung dan kekayaan. Akan tetapi, sindikalisme yang menguasai melalui prototipe sangat sulit atau tidak bisa sama sekali dicirikan. Mereka lebih rapih, menghancurkan dan menindas ruang-ruang kebebasan itu sendiri.

Kedua kekuatan itu memiliki suatu tujuan  yang sama yaitu, mereka ingin semua orang mengikuti apa yang menjadi arahan mereka. Jangan pernah membayangkan mereka seperti guru, yang mendidik dan menuntun kita untuk melakukan ini dan itu. Guru memiliki suatu kejelasan dan dalam bentuknya yang nampak secara kasat mata. Mereka tidak melakukan pengarahannya dengan cara seperti itu, mereka melakukanya secara rapi, terstruktur dan menindas setiap orang secara unconscious (tidak sadar). Bahkan, mereka bisa membawa orang lain menuruti mereka dengan keadaan orang lain itu merasa menjadi dirinya sendiri. Tujuan mereka melakukan hal itu tidak lain tidak bukan adalah kepentingan kapital.

SURPLUS JOUISSANCE

Kata-kata ini pertama kali dikenalkan oleh Slavoj Zizek, seorang filsuf yang juga kritikus budaya asal Slovenia. Jouissance secara leterlek berarti kenikmatan. Kenikmatan dalam jouissance tidak berarti kenikmatan sederhana, akan tetapi kenikmatan dengan perasaan ia kehilangan sesuatu, kehilangan hal yang begitu penting dalam dirinya.

Tidak ada satu orang pun di dunia ini yang luput dari keinginanya untuk mendapatkan suatu kenikmatan. Para pemilik modal, dengan segala kepandaian ilmu dan kecanggihan teknologinya merespon kenikmatan ini. Mereka membuat segala halnya ber-seri dan mengeruk uang dengan memaksimalkan kenikmatan konsumen. Zizek mengambil contoh dengan cerita seorang pemuda yang meminum-minuman soda bermerk. Pemuda kemudian menenggak air bukan hanya karena melepas dahaga, tetapi juga mendapat nikmat dari persepsinya meminum minuman terkenal. Dan pada akhirnya, pemuda itu kemudian kehilangan uangnya.

Pemuda itu, yang mungkin juga bisa saya termasuk di dalamnya, tidak sadar bahwa mereka sedang menjadi permainan pemilik modal. Mereka kemudian dipancing kembali keinginan mendapatkan kenikmatan dengan aneka rasa terbaru. Secara berulang, pemuda itu kemudian membeli dan meminum lagi. Keberhasilan kekukatan kapital adalah kemudian, pemuda ranah psikologis esensi menghilangkan dahaganya hilang menjadi pencarian sebuah kenikmatan.

Kita semua tentu tahu, bahwa manusia tidak akan pernah mendapat suatu kepuasan karena manusia selalu menuntut lebih. Oleh karena itu, untuk menekan keinginan yang buas itu, manusia diarahkan untuk hidup irit dan sesuai dengan kebutuhan. Kesesuaian itu berupa mencari esensi, kita haus maka kita seharunya minum. Bukan kita haus, kita lalu mencari merk terkenal untuk menghilangkan dahaga yang sesungguhnya bisa diatasi oleh air sumur. Mereka seolah melakukan hal yang menurut mereka ideal, padahal sesungguhnya, tanpa disadari ada kekuatan besar yang sedang menguras energi kenikmatan dan ekonomi mereka.

CANTIK ADALAH SEPERTI INI DAN ITU

Siapa yang menciptakan kata-kata ini? Siapa lagi kalau bukan opini media masa yang telah disusupi kapitalisme global.

Di dunia ini, seperti sudah dijelaskan dalam kitab-kitab Abrahamik, setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan. Mengikuti pemahaman ini, artinya kesempurnaan seorang manusia harusnya ditunjukan dari mereka yang memiliki kekurang dan kelebihan. Itu menjadi suatu kontrakdiksi dari konsep kesempurnaan yang mengutamakan kekuatan ekonomi dan idelanya bentuk tubuh, model rambut serta warna kulit.

Pemilik kapital kemudian merusak batin-batin dan menggambarkan manusia ideal melalui sebuah iklan. Segala yang cantik itu ditunjukan dengan langsing, putih dan rambut yang indah. Kemudian orang berbondong-bondong melakukan diet, membeli obat pemutih dan melakukan rebonding. Mereka dipaksa untuk mengikuti apa yang disarankan oleh kecantikan yang dijelaskan bentuknya. “Paris Hilton itu lah yang cantik bukan Oprah, Asmirandah itu menawan bukan Omas”. Imajinasi mereka kemudian mengungkung diri mereka sendiri, mereka mencoba mencari kebahagiaan dengan kecantikan yang sesungguhnya sampai kapanpun tidak akan mampu didapatkan.

Dalam film Detachtment dijelaskan dengan panjang lebar mengenai hal ini. Henry Burthes, tokoh utama dalam film tersebut mengatakan “Bagaimana kau membayangkan sesuatu, jika gambarnya selalu disediakan untukmu?”. Mereka yang terpengaruh oleh model-model ideal itu, kemudian tidak lagi berimajinasi untuk mendefinisikan cantik itu apa. Mereka secara tidak sadar sepakat bahwa cantik itu harus langsing dan putih. Mereka pada akhirnya sibuk berkerja keras, mencari uang lalu membuangnya untuk menjadikan dia seperti cantik yang diiklankan.

Inilah era dimana dunia tanpa diri sendiri itu terjadi. Era dimana, kita secara tidak sadar tidak mengenal diri kita itu siapa dan kita harus melakukan apa. Era dimana, kita selalu tidak pernah merasa bahwa kita ini pun memiliki kelebihan, memiliki apa segala sesuatu  yang bisa dibanggakan lebih dari pajangan-pajangan kesempurnaan semu yang ditawarkan oleh iklan. Maka, untuk mengatasi era ini, saya akan memberika suatu gagasan penting yang ditawarkan oleh seorang ahli linguistik. Gagasan itu dijelaskan di bawah ini.

PESAN NOAM CHOMSKY

Berdasarkan pandangan Chomsky yang ahli dalam hal linguistik, dunia saat ini telah ditindas oleh kaum Kapitalis melalui alat yang ia sebut media masa. Menurut teori yang dia sebut dengan Manufactoring Consent, dia mencoba untuk menjelaskan bahwa segala persetujuan masyarakat sekarang ini bisa diarahkan oleh media. Melalui itu (media) juga, dia ingin menjelaskan bahwa saat ini masyarakat bisa direkayasa untuk menerima segala berita yang disiarkan oleh media masa. Sehingga manufactoring consent ini sering disebut pula manufactoring content atau bagaimana mereka merekayasa isi media untuk kepentingan Pemerintah berkuasa dan aktor-aktor Kapitalis.

Dia dengan tegas menjelaskan bahwa saat ini, melalui media masa, dunia telah dikuasai oleh kepentingan dua kelompok besar, yaitu Pemerintah penguasa dan organ bisnis besar. Media massa terkadang memberikan prototipe yang membuat kita seperti telah bersikap dan mengambil segala keputusan dengan benar dan diri sendiri. Padahal, menurut Chomsky, sekarang ini secara tidak sadar, segala keputusan kita adalah apa yang ditentukan oleh media masa yang kita baca. Sehingga akal pikiran, alam sadar kita adalah alam-alam citra bentukan media masa.

Sejalan dengan Henry Burthes, Chomsky pun memiliki pesan agar kita tetap bisa menjadi diri sendiri.  Pesan yang meraka bawa adalah kita harus cukup hati-hati dan lebih sering menggali potensi dalam diri kita tanpa campur tangan omongan orang lain. Selain itu, kita pun perlu kritis terahadap media masa, apalagi tentang hal-hal yang seolah mencoba menuntun kita untuk menyimpulkan bentuk-bentuk ideal, kebaikan serta keburukan. Dan yang terpenting adalah kita harus mencari alternatif lain dalam artian opini pembanding dari media masa, opini pembanding itu melalui membaca buku atau menemui langsung setiap orang untuk menambah sudut pandang.

1 komentar: