Minggu, 26 Januari 2014

Sepotong Kisah KH Wahid Hasyim dan Kesejatian Manusia


Suatu ketika, dalam sebuah sidang konstituante, KH Wahid Hasyim dihakimi dan gagasan pemikiranya dibantai habis-habisan oleh lawan politiknya. Seperti seorang manusia lainya, Dia tentu emosi, kesal dan kecewa. Tidak hanya dirinya pada saat itu, Istrinya yang ikut menyaksikan kejadian itu pun merasa terluka. Bila bisa digambarkan oleh kata-kata mungkin umpatan dan sumpah serapah terhadap lawan musuhnya ada didalam hati kedua pasangan tersebut.

Sidang pun berakhir, KH Wahid Hasyim dan Istrinya pulang dengan membawa sesak dan emosi di dada. Ketika hendak menjalankan mobilnya, tiba-tiba seseorang mengetuk kaca jendela mobilnya. Orang itu adalah orang yang saat sidang konstitusi menghakimi suaminya. Orang itu gelisah dan terburu-buru, kegelisahanya membuatnya terpaksa meminta tumpangan dari lawan politiknya. Tidak perlu dijelaskan, tentu kita sudah tau jawabanya, Isti KH Wahid Hasyim yang terlihat masih kesal dengan acuh menolak memberikan tumpangan.




Rabu, 15 Januari 2014

Mang Mung Menyaksikan Cirebon



Sore itu langit begitu cerah, tidak menunjukan hujan dan tidak pula matahari menyengat. Mang Mung semakin mantap melangkahkan kakinya untuk membuka warung. Setelah sampai di depan Cirebon Superblock Mall, Dia segera menggelar daganganya di pinggir jalan. Aneka makanan disajikan, adapula sambal goreng khas Cirebonan, Dia saat itu menjajakan sarapan yang orang Cirebon mengenalnya dengan Sega Jamblang. Dengan kondisi Cirebon yang bersahabat, Dia berharap dagangannya laku. Itulah cerita Mang Mung 8 (delapan) tahun yang lalu.

Kondisi Mang Mung saat itu tidaklah sama dengan kondisi Mang Mung saat ini. Cirebon telah berubah, aromanya tak lagi ramah dengan masyarakat kecil seperti Mang Mung. Hanya butuh waktu 3 (tiga) tahun (dari 2010 sampai 2013), Cirebon berhasil menciptakan perubahan besar. Mall-mall, restoran siap saji dan hotel telah berdiri tegak di Kota dimana Mang Mung mempertaruhkan nasibnya. Hal itupun kemudian mulai mengganggu Mang Mung, jajanya tak seramai dulu, masakanya menjadi basi karena tak laku dan keluarga terbengkalai tak tentu arah.

Minggu, 05 Januari 2014

Soekarno dan Logika Timur





Soekarno, bukan hanya hidupnya, gerak politiknya bahkan filmnya pun mengandung pro dan kontra. Pria yang lahir di Surabaya pada tanggal 6 Juni 1901 adalah Presiden sekaligus proklamator kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam perjalanan politiknya, Dia begitu dikenal sebagai sosok sosialis yang dulu begitu familiar dikalangan rakyat Indonesia, sehingga label komunis melekat padanya. Dari sisi kehidupanya, Dia memiliki begitu banyak pendamping hidup, sehingga orang yang belum paham betul akan menilainya sebagai pria hidung belang. Sementara filmnya, yang menunjukan bagaimana seolah Dia hidup kembali pun menjadi obrolan hangat antara setuju dan tak setuju. Tetapi terlepas dari itu semua, Soekarno adalah pemikir besar yang memang perlu pengkhayatan untuk memahaminya.

Mungkin banyak yang belum tahu atau bahkan tidak terpikir sedikit pun tentang hal ini. Soekarno besar bukan karena penjara, bukan pula wanita tetapi Soekarno menjadi tumbuh dan memiliki semangat kemanusiaan karena air mata. Jiwanya Soekarno kata Im Yang Tjo “telah menjadi semakin matang karena kedukaan”. Kemudian Im Yang Tjoe melanjutkan “kedukaan telah membuka pikiranya buat mencari ketenangan dari Tuhan”. Masa pergerakan yang sulit dan ditambah penangkapan Tjokroaminoto, adalah masa dimana Soekarno pertama kali dibentuk oleh keadaan untuk menjadi pemikir yang besar.[i]