Rabu, 11 Desember 2013

NU dan Pengembangan Diri




Ada dua hal yang menjadi konsistensi dan ciri khas warga nahdliyin, yang pertama moderat dan kedua adalah percaya pada hal yang tidak mungkin. Di lihat dari dua sisi di atas tentunya kita sepakat bahwa Nahdlatul Ulama (NU) tidak hanya berdiri di depan akan tetapi melampaui zamanya. Ketika semua berbicara tentang demokrasi dan kebebasan, NU telah lebih dulu menerapkanya secara eklusif di dunia pesantren. Dan pada saat dunia sibuk menghadapi era ekonomi global, sikap NU ini kemudian menjadi acuan dari banyak motivator namun dengan cara yang berbeda.

Tentu kita pernah mendengar bahwasanya hal yang utama yang perlu kita lakukan dalam menghadapi sebuah perubahan adalah memperbaharui sikap. Sikap-sikap itu kemudian di susun secara rapih Oleh John C Maxwell dalam bukunya 360 leaders, yang pada intinya mengutamakan pemikiran progresif. Menurut Maxwell, untuk melakukan suatu perubahan tidak melulu harus berada diatas tetapi secara equalpun asal kita memiliki komitmen kita mampu menjadipemimpin. Secara tidak langsung, pemikiran Maxwell ini ternyata telah didahului bahkan di transformasi oleh organisasi Islam terbesar di dunia yaitu NU dengan sikap moderatnya.



Sikap moderat NU tidak hanya mampu membawa pada perubahan tatanan sosial masyarakat Indonesia. Baik sebelum kemerdekaan ataupun pasca kemerdekaan. Tetapi sikap ini pula yang mampu membawa NU menjadi pemimpin Negara Kesatuan Republik Indonesia di luar sistem pemerintahan. Konsistensinya pada pembinaan agama, masyarakat dan persatuan tanpa memandang suku, ras atau agama membuat NU dewasa dan berada pada posisi leaders in equalposition. Yang lebih mengesankan hal ini dilakukan tidak secara individu,tetapi dengan sistem komunitas besar yang tentunya memiliki pemikiran dan carapandang berbeda.
Lalu yang kedua adalah percaya pada hal yang tidak mungkin. Susunan kata yang bisa menjadi rancu apabila tidak dijelaskan lebih dalam. Hal yang tidak mungkin dalam NU bukanlah seperti menegakan benang basah akan tetapi melakukan yang di luar nalar. Seperti kita tahu, Hadratush Syeikh KH Hasyim Asyari, dengan gagah berani dan tekad yang bulat mendirikan Pesantren di tengah lingkungan prostitusi. Sikap ini tentunya mengherankan dan justru ber-resiko, karena bukan tidak mungkin nyawa menjadi taruhanya. Di saat orang lain berpikir hal itu konyol, Mbah Hasyim justru dengan heroik melakukan hal di luar pemikiran orang kebanyakan.

Lagi-lagi kaitanya dengan era globalisasi saat ini, era yang mungkin ditakuti atau bahkan dijadikan sebuah kesempatan untuk memperluas jaringan. Middle class dipacu dan dipandu untuk kreatif dan bermimpi setinggi mungkin,tujuanya adalah agar mereka mampu bersaing. Lalu, televisi, acara-acara seminar pun mengambil kesempatan dengan tema entrepreurship dan pengembangan diri. Tujuanya tidak lain tidak bukan, agar kaum-kaum yang dulunya termarjinalkan berani keluar dari belenggu kekurangan dan meraih mimpi. Hal atau akses yang dimiliki paling utama adalah keberanian, keberanian dan keyakinan melakukan hal yang tidak mungkin.


Keberanian itu yang kemudian dikeruncutkan oleh Prof Rhenald Kasali melalui keseimbangan brain memory dan muscle memory. Brain memory adalah segala hal yang tersimpan dalam otak dan cenderung berada pada posisi fixed mindset. Merasa tercukupkan pada hal-hal yang sifatnya nilai-nilai akademis. Sedangkan muscle memory adalah mengoptimalkan seluruh memori yang ada dalam indra (tangan, mata, telinga, kaki). Dengan muscle memory ini munculah growth mindset yang selalu tawadhu dan ingin terus belajar dengan berlelah-lelah, melihat peluang,melangkahkan kaki untuk belajar, mendengar kritikan dan mengambil buku serta manfaat. Ujung dari keseimbangan muscledan brain memory ini adalah refleksi diri menuju puncak manusia yang sesungguhnya.


Ada banyak pelajaran yang kita dapatkan tentunya dari setiap perjuanganyang utamanya di lakukan oleh kyai-kyai berlatar belakang NU. Hanya saja penyampaian dan makna itu dapat digali atau tidaknya kembali lagi pada individu-individu didalamnya. Penyampaian ilmu di-ibaratkan layaknya hujan yang menyirami bumi. Antara tanah satu dengan lainya memilki perbedaan hasil, perbedaan cara pandangatau bahkan tidak memiliki manfaat sedikitpun.


Hujan itu turun pada bermacam-macam tanah. Ada jenis tanah yang subur yang mampu menyerap air kemudian menumbuhkan pepohonan di atasnya. Ada tanah yang tandus yang hanya mampu menampung air dan jadilah sebuah danau yang kadang-kadang menghasilkan ikan. Adapula tanah yang tidak memiliki manfaat diantara keduanya, tanah itu tidak menyerap tidak pula menampung melainkan selalu tandus. Sikap moderat dan selalu yakin (atau) lebih tepatnya selalu mau belajar menumbuhkan optimisme dan keterbukaan yang di ibaratkan sebagai tanah yang subur.


Tetapi yang patut kita sayangkan adalah, sikap-siakap NU ini justru lebihbanyak diadopsi oleh rombongan hardline. Mereka menguasai media, membuat opini dan seolah melakukan hal yang tidak mungkin menjadi mungkin. Mereka seolah moderat dan menawarkan hal baru dengan cara yang dulu di lakukan kyai-kyai NU. Masyarakat awam dan mahasiswa kemudian tertarik dan bergabung tanpa telaah mendalam sisi di balik tujuan organisasi garis keras itu. Kemudian NU yang dinamis menjadi dikucilkan dengan tuduhan-tudahan miring yang tanpa dasar.


Sudah saatnya kaum nahdliyin kembali bersatu dan meraptkan barisan. Tidak hanya untuk pribadi tetapi untuk kemaslahatan bangsa dan kelangsungan organisasi. NU harus berpikir hal yang tidak mungkin yaitu masuk kembali ke kampus-kampus negeri yang saat ini telahdi kuasai oleh Islam garis keras. Ke-intelektualan kaum muda NU dalam mentranformasi spirit Hadratush Syeikh Kyai Hasyim Asyari sudah saatnya diterapkan. Kita tunjukan bahwa NU selalu menghiasi setiap sisi kehidupan dan membawa angin segar perdamaian, baik secara agama maupun masyarakat kekinian.


Menarik memang mempelajari dan menelaah kembali prinsip serta sikap-sikap NU yang ternyata masih relevan saat ini. NU sudah saatnya mengajarkan sikap ke NU-an ini pada generasi-generasi yang modern dengan cara-cara baru. Selain tetap fokus pada tatanan bawah dengan cara-cara yang tradisional, NU juga sudah saatnya membangun (menyebarluaskan) connection pembelajaran modern dengan menawarkan sisi entrepreneurship yang sedang marak saat ini.Banyak pelajaran, banyak hal yang di akhir tulisan ini kita mampu katakan bahwa NU melampaui zamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar