Jumat, 27 Desember 2013

Geger Menjemput Satu Hal Yaitu Percakapan Tentang Waktu

 http://25.media.tumblr.com/tumblr_mawpacokkY1r7zi49o1_500.jpg

Diabadikan menjadi sebuah nama jalan di Paris van Java.

Terlalu sedikit dan curang untuk dianggap sebagai suatu catatan penghujung tahun.

Geger, dalam Bahasa Indonesia bisa diartikan riuh, ramai bahkan heboh. Sementara Kalong, Kalong adalah kekelawar, sejenis burung yang hidupnya dimalam hari sementara ketika siang binatang itu memilih tidur.


Kamis, 26 Desember 2013

Memahami Derrida Tentang Mungkin dan Yang Tak Mungkin


 http://www.yourbest100.com/pic/people/philosophers/jaques-derrida.jpg


Di suatu malam di tengah kebisingan perayaan.


I do everything I think possible or acceptable to escape from this trap.


Derrida mungkin sedang tertawa ketika menuliskan ini. Dia membayangkan kata-katanya terditeksi dan kemudian didekontruksi menjadi sebuah lelucon. Mungkin juga, Dia secara mengalir menuliskanya. Dia membayangkan begitu banyak hal di dunia ini kemudian ter-inspirasi. Hal ini kemudian kontradiksi dengan kata-katanya di buku yang di tuliskan oleh Muhammad Al Fayyadl Commenfons par l'impossible atau "marilah kita mulai dengan yang tak mungkin". Aku kemudian menjadi bingung, seperti berada disebuah jembatan diantara yang mungkin dan tidak mungkin.

Begitulah manusia, manusia selalu memiliki jalan-jalan dimana mereka harus memilih dan pilihan itu kadang-kadang harus melukai dirinya sendiri. Seorang Derrida pun, yang orang mengenalnya dengan bapak dekontruksi bisa berada dalam situasi ini. Dia seolah mungkin dari mungkin tapi mungkin pula dari yang tidak mungkin. Tujuanya satu, Dia sebagai manusia merasa jujur bahwa tidak bisa lepas dari keadaan yang kemungkinan.


Selasa, 24 Desember 2013

PERDA MIRAS : ANTARA EKSISTENSI DAN KRITIK (REFLEKSI AKHIR TAHUN)



Sebuah Kota, kata Aristoteles, layaknya bergerak dengan menampung dan menjalankan aspirasi masyarakatnya. Kemudian dirumuskanlah gagasan liar, dia berbeda jalan dengan Plato yang memilih filsuf sebagai sosok pemimpin yang cocok, Dia lebih memilih kesatria sebagai representasi kepemimpinan yang pas. Digemblengleh seorang Alexander Agung hingga menjadi pemimpin yang masyhur di Athena. Rasanya rasional, karena menurutnya, kesatria yang berada di antara rakyat dan filsuf nantinya mampu bijaksana, menampung aspirasi masyarakat dan menggali pendapat sang bijaksana (filosof).

Lanjutan bisa dibaca di Radar Cirebon edisi 31 Desember 2013. tks

Rabu, 18 Desember 2013

Jawaban GM dan Upaya Melabeli Kaum Kiri





Selain tampan, salah satu ciri khas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah ucapan nada mengeluh “saya prihatin”. Saya prihatin seolah menjadi sebuah kalimat yang mewakili segala hal. Terkejut, berduka dan mungkin meminta belas kasihan atas apa yang dialaminya. Sebagai seorang manusia hal itu bukanlah suatu yang mengherankan, justuru sangat wajar, mengingat manusia memiliki segala kekurangan yang niscaya. Tidak salah pula, apabila kemudian ucapan yang dimulai oleh SBY ini menjadi tren dalam kehidupan masyarakat Indonesia.


Baru-baru ini, dunia pengetahuan sedang menemukan titik ejakulasinya. Secara tiba-tiba rombongan kiri (atau lebih tepatnya secara pribadi) yang diwakili Martin Suryajaya dengan gagah berani menelanjangi Goenawan Mohamad yang (dituduhnya) liberal. Bukti-bukti pun disuguhkan oleh Martin, dari mulai transkrip hingga acuan teks yang mengambang menjadi sebuah justifikasi. Goenawan pun meradang, tidak menunggu waktu lama, segala hal yang menyudutkan dirinya dijawab dengan sebuah cerita pendek. Cerita itu menggambarkan secara jelas mengenai kehidupan yang menjadi alasan mengapa itu (hal yang dituduhkan Martin) terjadi.
 

Sabtu, 14 Desember 2013

Mencari Sosok Ideal (Dalam Kaitanya dengan Demokrasi Deliberatif)

SOSOK PEMIMPIN MASA LAMPAU

Leviathan, sekilas adalah sosok remeh yang hanya bisa kita lihat dalam gambar kenangan masa kecil. Dulu, kita seringkali melihatnya di antara tumpukan buku-buku komik dan terkesan usang. Tinggi besar diantara kecilnya perkotaan, sama sekali tidak menarik. Ya, Leviathan, tetapi begitulah Dia, tetap tegar meskipun remeh, tetap gagah meskipun lusuh. Pedang ditangan kanannya menunjukan kekuatan, sementara tongkat dengan (sekilas) gambar obor api menunjukan kekuatan. Akan tetapi, tahukah kita, bahwa itulah sosok pemimpin masa lalu, kuat disatu sisi dan memiliki nuansa gaib disisi lainya.

Dulu hingga kini, sosok layaknya Leviathan memang selalu diagungkan, entah itu darimana datangnya, yang pasti manusia kemudian berbondong-bondong merepresentasikan harapan padanya. Tidak tahu, apakah karena budaya atau karena memang sosok seperti itulah yang dinilai cocok, yang pasti sosok Leviathan masih berjaya kharismanya. Sebut saja Eyang Subur, yang dengan sesekali kasar kemudian menunjukan kegaibanya, orang kemudian lemah dan menuruti inginnya. Lambat laun, hal ini dimanfaatkan untuk mensejahterakan diri, meskipun pada akhirnya dia menerima boomerang dan digulingkan anak buahnya di masa lalu (Adi bing Slamet).

Rabu, 11 Desember 2013

NU dan Pengembangan Diri




Ada dua hal yang menjadi konsistensi dan ciri khas warga nahdliyin, yang pertama moderat dan kedua adalah percaya pada hal yang tidak mungkin. Di lihat dari dua sisi di atas tentunya kita sepakat bahwa Nahdlatul Ulama (NU) tidak hanya berdiri di depan akan tetapi melampaui zamanya. Ketika semua berbicara tentang demokrasi dan kebebasan, NU telah lebih dulu menerapkanya secara eklusif di dunia pesantren. Dan pada saat dunia sibuk menghadapi era ekonomi global, sikap NU ini kemudian menjadi acuan dari banyak motivator namun dengan cara yang berbeda.

Tentu kita pernah mendengar bahwasanya hal yang utama yang perlu kita lakukan dalam menghadapi sebuah perubahan adalah memperbaharui sikap. Sikap-sikap itu kemudian di susun secara rapih Oleh John C Maxwell dalam bukunya 360 leaders, yang pada intinya mengutamakan pemikiran progresif. Menurut Maxwell, untuk melakukan suatu perubahan tidak melulu harus berada diatas tetapi secara equalpun asal kita memiliki komitmen kita mampu menjadipemimpin. Secara tidak langsung, pemikiran Maxwell ini ternyata telah didahului bahkan di transformasi oleh organisasi Islam terbesar di dunia yaitu NU dengan sikap moderatnya.



Senin, 09 Desember 2013

Tampilan Baru

Semoga tampilan baru ini dapat menambah kenyamanan dalam membaca dan menikmati segala fitur baru yang tersedia di blog ini. Mengerjakan dan mendekorasi segala hal yang ada di blog ini memang bukanlah suatu proses yang mudah, tetapi niat untuk memberikan yang terbaik kepada pembaca ternyata mampu mengalahkan kesulitan-kesulitan itu. Adapun mungkin hasilnya masih tetap jauh dari harapan, kritik dan saranya bisa disampaikan kepada saya. Tks.

Jumat, 06 Desember 2013

FILSAFAT dan POTRET KRITIK MODERN





Stanley  J. Grenz suatu ketika pernah diberi satu pertanyaan oleh Tom Hawkes dari lembaga Leighton Ford Ministres, “Maukah Anda datang dan menjadi salah seorang dari belasan peserta dalam suatu think tank (kelompok penasihat, penyumbang gagasan, dan lainya) bagi pelayanan kepada “baby busters” (generasi post modernisme)?”.  Dengan lugas dan tanpa basa-basi Grenz menjawab “anda menemui orang yang salah, saya seorang akademisi bukan praktisi”. Namun Hawkes bersikukuh “justu itu, alasan Anda berada disana adalah untuk membantu kami memahami apa sesungguhnya postmodernisme”. Dialog itu tanpa kelanjutan, tetapi berakhir pada menyerahnya Granz yang akhirnya memilih ikut dengan keingan Hawkes, untuk menemui dimensi yang baru yang Dia namakan pendekatan.

Ada suasana fleksibel, ada kesan terbuka, namun tetap tidak menghilangkan suatu kehormatan pada pendirian yang mungkin bagi sebagian orang terkesan angkuh. Cerita Granz adalah sedikit dari banyak cerita lainya yang mungkin bergerak sama. Maksudnya adalah, idealisme yang lunak, yang tidak terlalu memaksa dan ora iya ora mbuh. Keputusan Granz pun mengingatkan saya tentang banyak hal yang (mungkin) saya amati. Dimana biasanya, setiap individu yang sudah “berbenteng” cenderung menutup diri dan memilih beradu ide dengan cara satu arah.