Selasa, 02 April 2013

Untuk Ais

Malam ini malam Rabu, malam yang apabila bertepatan dengan tanggal kliwon maka akan menjadi baik apabila mengaji, setidaknya itu yang di tulis di dalam primbon jawa. Cuaca kali ini berbeda dari hari kemarin yang turun hujan semalaman. Hari ini lebih bersahabat dengan sinar bulan dan taburan bintang. Penuh keindahan dan memancarkan nuansa kasih sayang yang begitu dalam, itupun masih menurut primbon.
Di waktu dan suasana yang saya nilai tepat ini maka saya menanggapi tulisan sahabat saya Faris Pramadhani Wali. Tulisan yang sesungguhnya sudah saya terima sejak bulan Februari lalu. Secara singkat saya dapat menangkap dan memahami tulisan yang dia kirimkan memiliki makna kegelisahan. Berawal dari kinerja ilmuan yang terkesan tidak mencirikan ilmuan hingga kritiknya terhadap beberapa kebijakan pemerintah.
Saya tentunya tidak memiliki kapasitas untuk mengoreksi apalagi memperbaiki karena saya bukan dosen ataupun korektor. Selain itu saya menilai bahwa tulisan itu adalah bentuk pemikiran apapun isinya. Karena sebuah pemikiran maka kita harus menyikapinya dengan lapang yaitu kita harus menghargai satu sama lainya.
Is, membaca tulisanmu saya jadi teringat akan isi pidato pengukahan Prof. Iriyanto Widisuseno bulan Februari lalu. Diawal dia mengatakan bahwa, andai saja ilmu pengetahuan dan tekhnologi menepati janjinya maka tidak mungkin terjadi kritik yang tajam seperti saat ini. Ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang berkembang 200 tahun lalu sesungguhnya memiliki misi untuk kesejahteraan manusia.
Saat ini, jauh dari abad ke 18 M, ilmu pengetahuan semakin berkembang namun yang terjadi manusia justru semakin jauh dari kesejahteraan. Ilmu pengetahuan yang di komersilkan, ilmu pengatahuan yang di gunakan untuk menipu bahkan yang paling parah untuk membunuh. Hal ini jelas jauh dari komitmen dan cita-cita awal rencana di kembangkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Tetapi menanggapi suatu hal dengan menanamkan kesan negatif terlebih dahulu tentunya akan mampu mengurangi objektifitas. Yang pertama soal bab II pasal 2 Kepmen No 232/U/2000, dimana secara tekstual tidak ditemukanya kata “penciptaan”. Tetapi bila kita mau jeli maka ditemukan kata “mengembangkan”, pengembangan tidak bersifat statis melainkan dinamis. Tidak hanya sekedar memperbarui sesuatu yang sudah ada akan tetapi menciptakan apa dari yang sudah ada sebelumnya.
Ini mungkin menjadi persoalan, dimana setiap manusia memiliki persepsi dan cara reaksi sendiri dalam menanggapi sesuatu. Bisa jadi saya yang salah tetapi intinya hanya sebuah penawaran baru dalam memahami bahasa. Intinya tidak ada eigenrichting yang kemudian berujung siapa yang salah dan siapa yang benar. Tentunya itupun akan menyalahi etika ilmuan yang di banggakan oleh Ais.
Lalu kemudian dalam kaitanya oleh pemberdayaan budaya lokal yang secara perlahan mulai terkikis. Padahal banyak pelajaran yang bisa diambil dari budaya lokal yang apabila kita mau mengungkapnya. Seperti contoh-contoh tulisan yang di sebutkan Ais. Penilaian pun kemudian di jatuhkan pada keseriusan pemerintah dalam mempertahkan hal ini.
Pemerintah sesungguhnya telah memberikan kebebasan pada tiap-tiap daerah melalui UU No 32 tahun 2004 tentang otonomi darah. UU itu meliputi banyak hal yang bahkan memberikan kewenangan bagi daerah untuk menentukan kebijakanya sendiri. Intinya adalah hukum di tentukan oleh faktor penal dan non penal, mungkin yang menjadi tidak sesuainya harapan Ais adalah faktor pelaku hukumnya.
Untuk masalah database tanahpun begitu, tidak adanya sinkronisasi data antara satu instansi dan instansi lain. Saya sangat sepakat. Tentunya kita tahu, kepentinganya adalah satu yaitu komersialisi tanah. Dimana yang kecil di besar-besarkan agar mendapat masukan yang besar. Bagian pajak dan BPN tentunya harus bijak menyikapi hal ini.
Di akhir tulisan yang saya kira cukup singkat dan tidak mewakili semua hal, saya ingin memberikan tambahan. Bahwasanya kita terlalu asik berada di zona nyaman. Hal ini kemudian yang menyebabkan keinginan untuk mencipta dan mengembangkan kreatifitas menjadi berkurang. Kita terlalu asik menikmati diri sebagai konsumen dan lupa akan tanggung jawab kita sebagai khalifah tuhan, yang mempunyai tanggung jawab akan peradaban.
Tulisan Ais cukup menarik dan memiliki substansi yang baik. Menarik untuk ditindak lanjuti dan dijadikan koreksi bagi kita bersama. Seperti apa yang Al-Ghazali katakan bahwa manusia yang gelisah adalah manusia yang sedang mencoba mendapatkan ilmu. Tidak ada ilmu tanpa kegelisahan dan tidak ada hal yang lebih baik untuk memperbaharui ilmu selain diawali oleh kegelisahan.
Semoga malam ini indah, salam kopi dan tumpukan tugas. Intinya menciptakan masyarakat baru akan selalu di iringi oleh sikap-sikap yang mana menuntun kita untuk menyesuaikan diri, tujuanya satu, agar di terima oleh perubahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar