APINDO
kembali memanaskan suasana, setidaknya itulah yang akan di tulis media
sepakbola apabila APINDO adalah sebuah klub sepakbola. Akan tetapi ternyata
tidak begitu karena APINDO bukanlah tim sepakbola, bahkan sekedar tim olahraga saja bukan. APINDO adalah
kependekan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia. Baru-baru ini, APINDO
mengeluarkan statement yang cukup menarik, yang mungkin ada kaitanya dengan
kenaikan UMK di berbagai daerah, statementnya sederhana “akan ada satu juta
pegawai di PHK”.
Ini
bukan kali pertama, ini juga bukan sekedar gertakan tetapi mungkin ini adalah
fakta. Kita tentunya tahu,
Indonesia saat ini telah masuk kategori Efeciency Driven Ekonomi dengan
penghasilan 3200 GDP. Dengan alasan itu maka masuklah Indonesia pada bagian
Negara layak Investasi. Euphoria ini patut di apresiasi karena sebagian besar
sumbangsih kenaikan GDP itu di akibatkan oleh majunya industry kelas menengah.
Yang menjadi pertanyaan, siapkah kemudian UMP itu dinaikan?
Empat minggu kemarin,
sepertinya, saya baru saja mendengar, barometer Negara Indonesia, Kota Jakarta secara
resmi menaikan UMK sebesar 2,1 Juta perbulan. Tidak ayal, hal ini kemudian
membuat iri sebagian pekerja di Kota-kota lain. Dimulailah aksi turun kejalan
dari para buruh, mereka berbondong-bondong mogok kerja bahkan rela ‘memboikot’
perusahaan. Efeknya tidak tanggung-tanggung, sebagian perusahaan mengalami
kerugian hingga bermilyar-milyar.
Kemudian
dengan alasan itu munculah statement akan terjadi PHK hingga 1 juta pegawai di
tahun 2013. Ini bukan tidak masuk akal, bayangkan saja usaha kecil yang
memiliki profit tidak lebih dari 15 juta dengan 5 karyawan. Setidaknya mereka
harus rela mengeluarkan uang 10 juta untuk sekedar membiyai pegawai, belum lagi
di kurangi biaya produksi serta listrik dan tetek bengek lainya. Mungkin
setelah di pangkas-pangkas apabila irit, perusahaan itu hanya akan mampu
mendapatkan profit 1 juta atau bahkan defisit. Apabila telah kolaps, jalan
satu-satunya mestilah PHK.
Kenaikan
UMK apabila di kacamatakan perusahaan yang sudah besar dan mapan mungkin
bukanlah menjadi suatu masalah besar. Yang perlu di catat dan di pertimbangkan
kemudian adalah Middle Class, yang baru memulai usaha dan masih kebingungan
kemudian di terapkan aturan yang sama. Analoginya sederhana, anak singa yang
kecil tidak mungkin di berikan rusa besar sama seperti singa yang telah gagah
bertarung. Dan di Indonesia, anak singa yang kecil itu lebih banyak dari singa
besar.
Artinya
kemudian, apabila pemerintah ingin tetap concern pada program pemberdayaan
Middle class, janganlah membunuh kelas menengah tersebut. Pemerintah harus
memiliki insting dan ‘zhe’ atau yang dalam ajaran Konficius diartikan sebagai
kebijaksanaan. Tidak salah memang apabila maksudnya memacu semangat kelas
menengah untuk meningkatkan produksi dan mampu bersaing, tetapi caranya tidak
dengan UMK karena itu dinilai terlalu berat. Maka perlulah pembagian aturan UMK
untuk kategori usaha kelas atas dan kelas menengah.
Saya
termasuk yang setuju dengan UUD 45 pasal 28
tentang kesejahteraan rakyat, namun apakah cara UMK ini adalah jalan
satu-satunya yang justru terkesan
membuat pemerintah lepas tangan. Disaat semangat naik lalu pemerintah
memanfaatkan kebangkitan role model entrepreneur ini sebagai solusi cepat
peningkatan kesejahteraan. Yang di takutkan kemudian adalah PHK besar-besaran
tadi tidak sekedar isapan jempol dan justru menjadi dilema yang baru.
Hal
yang perlu di perhatikan lagi adalah teknik pelarian yang dilakukan perusahaan.
Daripada mengambil pusing maka mereka konsentasi pada bidang kompetensinya.
Contohnya Bank konsen dengan kompetensinya di bidang-bidang keuangan saja dan
UMK untuk pegawai keungan saja. Tentunya kita tahu, sisanya mereka limpahkan
pada pengadaan jasa outsourcing yang tentu biayanya tidak lebih mahal. Inilah
yang nantinya menimbulkan urusan yang baru, outsorcing menuntut kesejahteraan,
akhirnya terjadilah tumpang tindih aturan.
Ini
menjadi PR kita bersama untuk mengatasi problem besar yang sedang menanti kita
di depan, di penghujung 2012. Formulasi aturan yang tepat yang tidak memberatkan
dan tidak juga terlalu lemah adalah sangat teramat penting. Intinya satu, agar
middle class tetap bisa bersaing dan maju melangkahkan Indonesia ke jagat lima
besar perekonomian dunia. APINDO pun harus mampu memberikan solusi pada
pemerintah sebagai penyelesaian yang bijak. Apabila tidak segera di temukan
solusinya, ya selamat jalan, mereka (investor asing) pergi ke Negara lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar