Desember, akhir tahun
yang terasa begitu cepat tetapi gerak langkah kaki masih saja terasa melabat.
Diawali nyanyian burung dan sayup-sayup suara lantunan adzan di kampung
sebelah. Seperti biasa, tiga puluh hari menjelang bergantinya tahun selalu
menyisakan wajah yang murung. Kesempatan yang gagal di manfaatkan, serta lubang
yang masih menganga karena tak kunjung di tutup.
Suatu saat ibu pernah
bilang “Mal, kamu harus mampu membedakan mana yng di sebut nasib dan takdir”.
Sambil menghela nafas beliau melanjutkan “Kamu menjadi seorang laki-laki itulah
takdir dan tidak dapat di rubah, tetapi kegagalan adalah nasib dan itu bisa
dirubah asalkan kamu mau berusaha”. Setelah memberikan sedikit wejangan, beliau
kemudian pergi sambil menepuk pundaku.
Aku merenung dan
kemudian berpikir sambil mengatakan apa yang menurut Jonathan Creaghan sebagai
reaksi dari pikiran sadar “aha”. Bagaimana tidak, nyatanya kata di awal tahun
2012 itu telah membuatku begitu bersemangat. Berlari dengan percaya diri,
menuangkan berbagai ide dan menyelesaikan keadaan rumit. Walaupun harus di
pancing terlebih dahulu tetapi itulah suatu pergerakan.
Tentunya, kegiatan di
tahun 2012 akan di bahas pada tulisan akhir tahun nanti. Di tulisan kali ini,
aku akan sedikit menjelaskan bagaimana sebuah keadaan bisa merubah segalanya,
tergantung bagaimana kita menyikapinya. Tidak jarang kita melihat sesorang yang
bisa bangkit dari keterpurukan dan di keadaan lain justru berbeda, keterpurukan
justru di buang oleh kata-kata makian dan penyesalan mendalam.
Selalu ada benang merah
di setiap perjalanan orang yang bisa kita sebut dengan berhasil. Baik Steve
Jobs maupun Koichiro Honda sama-sama memiliki masa sulit. Steve Jobs harus rela
pada keadaan yang begitu pahit, tinggal dan besar oleh orang tua asuh, bukan oleh
orang tua kandung. Lalu Honda, jatuh bangun pabriknya di masa perang dunia
kedua sempat melenyapkan mimpinya memiliki perusahaan otomotif yang murah dan
besar. Tetapi tentunya saat ini kit tahu dan bisa melihat sendiri karya besar
mereka. Benang merah di antara keduanya adalah kemauan untuk merubahah keadaan.
Tidak ada yang bisa
mengatakan bahwa kita telah gagal hanya karena suatu keadaan. Yang ada
hanyalah, kita masih berjuang namun hasilnya saja belum maksimal. Thomas Alva
Edison adalah anak yang di kenal bodoh ketika masa kanak-kanak. Dari mulai
tidak naik kelas, mengeram telor ayam, hingga membakar kandang ternak. Tetapi
dewasa ini kita berpikir ulang, seandainya tidak ada Thomas Alva Edison, begitu
gelapnya dunia ini.
Di situlah muncul apa
yang kemudian oleh Tan Malaka di sebut dengan tempo. Tempo mengubah Edison,
Steve Jobs dan Honda yang terpuruk menjadi super hebat. Mereka tidaklah
pesimistis oleh keadaan dan bangkit untuk terus mencoba. Mereka berpikir
seperti apa yang Ipho Santosa sebut dengan ‘think outside the box’. Bayangkan,
bagaimana jadinya apabila mereka meratapi dan tidak yakin, maka hukum tempo
tidaklah berlaku.
Tan Malaka merinci
dengan lebih jelas :
““titik”
jika ditarik terus maka akan menjadi garis dan garis ditarik terus akan menjadi
bidang lalu bidang yang ditarik terus akan menjadi badan. Semua pekerjaan ini
memakai tempo. Kita perlu memakai tempo buat mengubah titik menjadi garis atau
garis menjadi bidang dan akhirnya bidang jadi badan. Kalau sudah cukup memakai
tempo, kita bisa menjawab mana titik mana garis, mana garis dan mana bidang,
mana bidang dan mana banda. Tetapi pada saat dimana titik belum menjadi garis,
garis belum menjadi bidang dan sebagainya, kita tidak bisa jawab apakah ini
titik atau garis dan seterusnya. garis atau bidang”
Kita tidak bisa menilai
bila keadaan saat ini adalah selamanya kita. Apabila kita meyakini itu ya
artinya selamanya kita seperti itu (ana idza dzhoni abdibi). Semua memiliki
fase yang di sebut dengan perubahan karena dengan adanya perubahanlah berarti
kita dianggap hidup. Dalam teori tempo pun di sebutkan saat dimana titik belum menjadi garis, garis belum menjadi bidang dan
sebagainya, kita tidak bisa jawab apakah ini titik atau garis dan seterusnya.
garis atau bidang. Mungkin saat ini kita barulah titik, jauh belum menjadi
bidang.
Keadaan, bagaimanapun
macamnya pastilah selalu di awali oleh apa yang kita kenal dengan ‘sebab’. Yang
perlu kita lakukan adalah terus berusaha dan percaya akan perubahan. Selama itu
tidak bersifat takdir maka mestilah itu nasib. Sesuai dengan ajaran agama,
bahwa nasib dapatlah berubah. Pertnyaanya adalah, mau atau tidak (kita
berubah)? Semangat awal Desember, semangat perubahan, semangat memaknai tempo,
refleksi diri dan meyakini bahwa nasib dapat di rubah apabila kita mau mempelajari
‘sebab’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar