Rabu, 05 Desember 2012

DILEMA KEPUTUSAN





Hukum adalah suatu peraturan yang mengikat yang apabila di langgar maka akan mendapaatkan sanksi. Setidaknya itulah pendapat sederhana yang umum dan mudah di mengerti. Sekalipun hukum sesungguhnya memiliki perumusan yang menilai berbagai macam aspek. Aspek yang lalu kemudian di bagi menjadi tiga yaitu kepastian, keadilan dan kepatutan.

Sebagian  besar masyarakat percaya dan yakin bahwa hukum adalah satu-satunya jalan menuju keadilan. Keadilan yang kemudian berkembang luas menjadi kesetaraan, kesejahteraan dan rasa aman. Meskipun pada mulanya hukum berasal dari sabda Nabi dan kemudian di lanjutkan menjadi aturan karena pengaruh persona raja, nyatanya kini hukum pun harus menjadi luwes berupa keinginan masyarkat.

Hal itu bukanlah kesalahan karena sejatinya hukum itu tidak di ciptakan tetapi lahir dan berkembang menurut kemauan masyrakat. Artinya hukum haruslah berdasarkan keinginan rakyat. Kenyataan ini kemudian menjadi aplikasi lahirnya civil law system yang mengenal istilah trias politica. Dalam trias politica kita mendapati apa yang di sebut dengan legislatif, legisltif umumnya di isi oleh wakil rakyat dan dalam kewenangan konstitusi memiliki andil sebagai pembuat peraturan.

Dari susunan di atas terlihat bagaimana hukum sesungguhnya memiliki peran penting dalam memajukan suatu bangsa, disamping politik, sains dan ekonomi. Hukum juga secara tidak langsung menjadi tameng atau tembok besar pelindung rakyat. Pelindung dari kesewenangan dan kemungkinan pengkhinatan. Selain itu hukum pun mulai menjadi suatu kebutuhan demi membentuk masyarakat yang madani.

Di Indonesia sendiri, hukum di agungkan dan memiliki tempat yang cukup tinggi dimana segala permasalahan dapat diatasi lewat hukum. Sebagai penguat legitimasi maka di bagilah hukum menjadi dua yaitu Hukum Privat (sifatny perorangan atau warga negara, dimana negara memfasilitasi aturan dan lembaga penyelesaian) dan Hukum Publik (negara turut campur dan merumuskan serta ikut hadir dalam penyelesainya). Itulah mengapa pada akhirnya Indonesia di sebut negara hukum.

Pada intinya, sejauh perjalanan hukum, negara selalu memiliki peran. Peran itu di tentukan dalam bentuk suatu keputusan. Keputusan yang dari rakyat untuk rakyat demi kebaikan bersama. Yang dengan hal itu suatu negara di harapkan menjadi negara yang maju, jujur, bersih dan memiliki wibawa. Kunci dari tujuan itu tentu tidak lepas dari apa yang di sebutkan tadi yaitu keputusan.

Lalu yang menjadi pertanyaan adalah, sejauh mana efektifitas keputusan yang diberikan negara saat ini?. Bila kita mau jujur dan berkaca dari apa yang terjadi akhir-akhir ini, keputusan yang di ambil sering kali tidak tepat. Tidak mewakili atau mewakili namun keputusan itu sifatnya hanya omong kosong. Keputusan yang membawa angin segar sesaat tetapi dalam realisasinya ternyata nihil.

Semoga saja ini hanya karena ketidak mengertian saya saja. Sewajarnya saya masih selalu bingung, bukankah DPR itu di ciptakan untuk mewakili rakyat, benar toh. Lalu, segala keputusanya haruslah melalui musyarawah mufakat dengan rakyat, toh. Namun mengapa, pada faktanya DPR selalu membuat aturan yang kadang kala rakyat sendiri tidak tahu.

Keputusan yang seringkali di keluarkan Pemimpin negara atau DPR yang notabene mewakili rakyat tidak jarang malah membuat kecewa rakyat. Seharusnya, apabila benar ini negara hukum dan rakyat menjadi mahkotanya, setiap keputusan tentunya di setujui oleh rakyat. Logikanya sederhana saja, dari kata Perwakilan yang menjadi arti dari P di antara D dan R sejatinya keputusan itu valid dan final untuk bersama dengan apa yang di wakilinya yaitu rakyat.

Dengan kasat mata kita pun menilai bahwa keputusan itu bukanlah mewakili apa yang sehrusnya di wakili. Keputusan itu adalah hasil kebimbangan dan keinginan sebagian kelompok. Atau bila masih ingin positif, keputusan itu sebenarnya tidak begitu tetapi karena bingung menjadi seperti itu. Keputusan itu hasil dari kebingungan yang kemudian mempengaruhi pengambil keputusan.

PENELITIAN ANTONIO DAMASIO

Saya jadi teringat akan penelitian yang di lakukan Antonio Damasio. Menurut Damasio di dalam otak itu terdapat bagian yang namanya korteks ventromedialis prefrontalis. Bagian itu adalah bagian kritis dari otak. Ventromedial adalah bagian yang memiliki peran penting dalam suatu pengambilan keputusan. Bagian ini mengolah hal-hal yang bisa terjadi di masa mendatang, yang dengan itu kemudian menyusun prioritas dan berbagai keadaan yang menjadi perhatian segera.

Orang-orang yang memiliki cedera ventromedial sangat rasional bahkan bisa begitu pintar dan terampil tetapi tidak pandai mengambil keputusan. Contohnya seperti apa yang di lakukan Damasio dengan eksperimenya. Hanya dengan dua pilihan tanggal yang di berikan Damasio untuk pertemuan mendatang, para audience kebingungan, padahal dua tanggal itu berada di bulan yang sama. Alasanya bervariasi dari tanggal yang begitu dekat hingga lelucon kemungkinan turun hujan.1)

Penelitian Damasio ini secara sadar mengingatkan saya akan berbagai kejadian di negeri ini. Mungkin para pengambil keputusan yang di tanganya hukum di tegakan, mereka (sedang) mengalami cedera ventromedial. Kita pun tentu tau, mereka begitu pandai, terampil dan intelek tetapi begitu di hadapkan pada keputusan, rasionalitas mereka mengalahkan intuisinya.

Itu catatan yang pertama.

Yang kedua adalah, apabila kemudian telah menemukan sosok yang mampu memberikan keputusan yang baik maka akan tercipta suatu suasana taat hukum? Jawabanya tentu belum pasti. Dari dulu hingga sekarang kehidupan tidak dapat di pisahkan dari sistem klas yang menuntut kecemburuan sosial. Kemudian sudah menjadi sifat dasar manusia tidak pernah puas, sudah menjadi sifat dasar manusia pula yang pada akhirnya akan menggunakan persepsinya masing-masing untuk menentukan kebenaran.

Dari beberapa simpulan di atas di temukan sebuah kata yang kita kenal dengan tempo. Dimana dulu (hingga kini) di kenal pencurian adalah suatu perbuatan tindak pidana yang harus mendapatkan hukuman yang seberat-beratnya. Maka dibuatlah pasal 362 KUHP untuk mengatur hal itu. Namun nyatanya keinginan itu bergeser mankala seorang nenek yang kita kenal dengan nama Mbok Minah mencuri buah kakao. Pencurian itu bukan justru mengundang makian melainkan suasana simpati karena alasan kemanusiaan.


                                                                           
1.             Malcolm Gladwell Blink ,Halaman 69


Sangat jelas disini bahwa tempo mengubah pandangan pencurian dengan beberapa alasan dianggap sebagai suatu yang mampu menembus sisi kemanusiaan dan masuk ke ranah kewajaran. Kita diajar di sekolah menengah, bahwa “titik” jika ditarik terus maka akan menjadi garis dan garis ditarik terus akan menjadi bidang lalu bidang yang ditarik terus akan menjadi badan. Semua pekerjaan ini memakai tempo. Kita perlu memakai tempo buat mengubah titik menjadi garis atau garis menjadi bidang dan akhirnya bidang jadi badan. Kalau sudah cukup memakai tempo, kita bisa menjawab mana titik mana garis, mana garis dan mana bidang, mana bidang dan mana banda. Tetapi pada saat dimana titik belum menjadi garis, garis belum menjadi bidang dan sebagainya, kita tidak bisa jawab apakah ini titik atau garis dan seterusnya. garis atau bidang.2)

Sekedar analogi

Dalam ilmu alam kita mengetahui bahwa, air kalau didinginkan sesudah beberapa lamanya, hilang menjadi es. Dalam hal ini kita tahu benar, mana yang air, mana yang es. Tetapi ada saatnya, dimana kita tak bisa menjawab apakah ia itu masih air atau sudah menjadi es.
Dalam kehidupan sehari-haripun, kita berjumpa dengan bermacam-macam pertanyaan yang tiada bisa diputuskan dengan ya dan tidak saja, kalau Tempo campur. Mudah mengatakan orang itu muda, kalau memang masih sehat atau sekitar dua puluh sampai tiga puluh tahun umurnya, memiliki mata yang jelas, berambut hitam dan tidak tuli, atau masih bayi, kalau berumur tiga atau empat bulan. Tetapi jawablah dengan ya atau tidak muda kalau seseorang matanya rabun, telingny tuli, sakit-sakitan dan rambutnya memutih walaupun misalkan umurnya masih 20 tahun.


                                                                           
2.             Tan Malaka, Madilog, Halaman 68




Kemanusiaan

Artinya memiliki keberanian untuk membuat keputusan saja itu tidaklah cukup. Tetapi perlunya memiliki sifat kepekaaan prikemanusiaan dalam membuat putusan jugalah dinilai penting. Putusan itu sejatinya tidak perkara ya dia salah atau tidak, dia itu benar tetapi sisi kemanusiaan pun di kedepankan. Ketika Mao Zedong mengalahkan Ching Khaisek tahun 1949 dri beijing, ia segera memerintahkan pasukanya untuk membuat pengdiln rakyat. Di pengadilan rakyat ini dibunuhlah dua belas juta jiwa kaum borjuis. Keputusan ini di nilai tepat dan merkayat demi kaum proletar tetapi apakah kemudian bisa di nilai berprikemanusiaan?.

Inilah yang di sebut alur kebijakan, yang progresif dan saling memahami satu sama lain. Tidak serta merta membut putusan yang sesuai dengan apa yang sedang tren di masyarakat. Pentingnya masyarakat memahami itu lebih penting di bandingkan dengan putusan itu sendiri. Pemahaman itulah yang kemudian membentuk kedewasaan dalam bersikap. Dengan tempo yang susunanya lugas terbukti bahwa hal yang di anggap melanggar moralpun kemudian bisa di pahami dan di lihat sebagai kemanusiaan. Kemudian di temukanlah tempo dalam membuat putusan itu yang pertama permasalahan, dasar hukum dan yang terakhir adalah alasan dari kejahatan dilihat dari sisi kemanusiaan lalu di buatlah suatu putusan.

Dengan begini maka hukum di tempatkan seperti seharusnyaa yaitu menjadi pembela rakyat. Hukum harus bebas dan terbang tinggi untuk rakyat, untuk seluruh manusia (al musaawa bainanas amamal hukmi, equality before the law). Negara yang menjadi pengambil keputusan pada saatnya harus menempatkan dirinya pada porsi yang tepat. Porsi yang membela rakyat dan keputusanya sesuai, tidak ke kanan atau ke kiri, tidak mencla-mencle bahkan arogan demi kepentingan sebagian golongan dan lalu kemudian memberikan pemahaman kepada masyarakat. Tidak ada lagi cedera pada bagian otak ventromedial dan ketertutupan hati agar hukum pure untuk mensejahterakan dan memberi keadilan pada rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar