Sabtu, 29 Desember 2012

UMK dan Ancaman Eksistensi Middle Class


APINDO kembali memanaskan suasana, setidaknya itulah yang akan di tulis media sepakbola apabila APINDO adalah sebuah klub sepakbola. Akan tetapi ternyata tidak begitu karena APINDO bukanlah tim sepakbola, bahkan sekedar tim olahraga saja bukan. APINDO adalah kependekan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia. Baru-baru ini, APINDO mengeluarkan statement yang cukup menarik, yang mungkin ada kaitanya dengan kenaikan UMK di berbagai daerah, statementnya sederhana “akan ada satu juta pegawai di PHK”.

Ini bukan kali pertama, ini juga bukan sekedar gertakan tetapi mungkin ini adalah fakta. Kita tentunya tahu, Indonesia saat ini telah masuk kategori Efeciency Driven Ekonomi dengan penghasilan 3200 GDP. Dengan alasan itu maka masuklah Indonesia pada bagian Negara layak Investasi. Euphoria ini patut di apresiasi karena sebagian besar sumbangsih kenaikan GDP itu di akibatkan oleh majunya industry kelas menengah. Yang menjadi pertanyaan, siapkah kemudian UMP itu dinaikan?

Empat minggu kemarin, sepertinya, saya baru saja mendengar, barometer Negara Indonesia, Kota Jakarta secara resmi menaikan UMK sebesar 2,1 Juta perbulan. Tidak ayal, hal ini kemudian membuat iri sebagian pekerja di Kota-kota lain. Dimulailah aksi turun kejalan dari para buruh, mereka berbondong-bondong mogok kerja bahkan rela ‘memboikot’ perusahaan. Efeknya tidak tanggung-tanggung, sebagian perusahaan mengalami kerugian hingga bermilyar-milyar.

Kemudian dengan alasan itu munculah statement akan terjadi PHK hingga 1 juta pegawai di tahun 2013. Ini bukan tidak masuk akal, bayangkan saja usaha kecil yang memiliki profit tidak lebih dari 15 juta dengan 5 karyawan. Setidaknya mereka harus rela mengeluarkan uang 10 juta untuk sekedar membiyai pegawai, belum lagi di kurangi biaya produksi serta listrik dan tetek bengek lainya. Mungkin setelah di pangkas-pangkas apabila irit, perusahaan itu hanya akan mampu mendapatkan profit 1 juta atau bahkan defisit. Apabila telah kolaps, jalan satu-satunya mestilah PHK.

Kenaikan UMK apabila di kacamatakan perusahaan yang sudah besar dan mapan mungkin bukanlah menjadi suatu masalah besar. Yang perlu di catat dan di pertimbangkan kemudian adalah Middle Class, yang baru memulai usaha dan masih kebingungan kemudian di terapkan aturan yang sama. Analoginya sederhana, anak singa yang kecil tidak mungkin di berikan rusa besar sama seperti singa yang telah gagah bertarung. Dan di Indonesia, anak singa yang kecil itu lebih banyak dari singa besar.

Artinya kemudian, apabila pemerintah ingin tetap concern pada program pemberdayaan Middle class, janganlah membunuh kelas menengah tersebut. Pemerintah harus memiliki insting dan ‘zhe’ atau yang dalam ajaran Konficius diartikan sebagai kebijaksanaan. Tidak salah memang apabila maksudnya memacu semangat kelas menengah untuk meningkatkan produksi dan mampu bersaing, tetapi caranya tidak dengan UMK karena itu dinilai terlalu berat. Maka perlulah pembagian aturan UMK untuk kategori usaha kelas atas dan kelas menengah.

Saya termasuk yang setuju dengan UUD 45 pasal 28  tentang kesejahteraan rakyat, namun apakah cara UMK ini adalah jalan satu-satunya yang justru terkesan membuat pemerintah lepas tangan. Disaat semangat naik lalu pemerintah memanfaatkan kebangkitan role model entrepreneur ini sebagai solusi cepat peningkatan kesejahteraan. Yang di takutkan kemudian adalah PHK besar-besaran tadi tidak sekedar isapan jempol dan justru menjadi dilema yang baru.

Hal yang perlu di perhatikan lagi adalah teknik pelarian yang dilakukan perusahaan. Daripada mengambil pusing maka mereka konsentasi pada bidang kompetensinya. Contohnya Bank konsen dengan kompetensinya di bidang-bidang keuangan saja dan UMK untuk pegawai keungan saja. Tentunya kita tahu, sisanya mereka limpahkan pada pengadaan jasa outsourcing yang tentu biayanya tidak lebih mahal. Inilah yang nantinya menimbulkan urusan yang baru, outsorcing menuntut kesejahteraan, akhirnya terjadilah tumpang tindih aturan.

Ini menjadi PR kita bersama untuk mengatasi problem besar yang sedang menanti kita di depan, di penghujung 2012. Formulasi aturan yang tepat yang tidak memberatkan dan tidak juga terlalu lemah adalah sangat teramat penting. Intinya satu, agar middle class tetap bisa bersaing dan maju melangkahkan Indonesia ke jagat lima besar perekonomian dunia. APINDO pun harus mampu memberikan solusi pada pemerintah sebagai penyelesaian yang bijak. Apabila tidak segera di temukan solusinya, ya selamat jalan, mereka (investor asing) pergi ke Negara lain.

Senin, 17 Desember 2012

Ketenangan









Jika selama hidupmu berbuat jahat maka kematianmu tidak tenang begitupun tidurmu, jika keseharianmu tidak baik kaupun tidak akan nyenyak dalam tidurmu.

Dari rintik hujan dan angin yang sejuk semilir menghiasi malam. Dari situ juga muncul kedewasaan dan berbagai macam ketenangan. Hikmah, syahdu dan renungan mengikat erat dalam balutan suasana dinginya malam. Ada yang menganggap suasana seperti itu adalah suasana berkah Tuhan. Suasana dimana kita di berikan kebebasan untuk menghakimi diri sendiri, menertawakan kebodohan hingga menangisi kesalahan.

Ketenangan itu bukan soal mempertanyakan masalah dengan pertanyaan, mengapa tuhan tidak adil? Tetapi ketenangan adalah renungan, apa yang hendak Tuhan katakan melalui masalah?.

Yang kemudian menjadi persoalan adalah, untuk apa sebenarnya ketenangan? Bukankan kita lebih suka duduk sambil bergurau bersama teman di luar. Bukankah kita lebih senang menaikan urat emosi, mendewakan nafsu memakan sesama. Bukankah kita lebih nyaman bergairah, memacu waktu mengejar segala macam pernak-pernik dunia. Setidaknya sebagian di atas pengalamanku dan pengalaman kita bersama.

Kadang-kadang kita di buat lupa dan bertindak tanpa pikir panjang. Tak terkecuali ketika kita berlari, membahu dan memeras keringat guna memenuhi hasrat duniawi. Apapun, dari mulai hal yang menyulitkan bahkan hal-hal yang kotor kita lakukan, intinya satu hasrat ‘ingin di nilai lebih’. Hal-hal itu tentunya memiliki satu tujuan yaitu agar kita hidup dengan tenang. Tenang karena materi terpenuhi, tenang karena tidak merasa lapar, tapi apakah betul itu yang dinamakan ketenangan.

Amerika, sebuah negara yang besar, negara yang kita kenal dengan julukan adi daya. Amerika juga negara yang kaya, yang secara ekonomi meyakinkan walaupun saat ini terlihat sedang jatuh. Secara lahiriah seharusnya Amerika adalah negara yang tenang, yang karena segala halnya telah terpenuhi. Namun nyatanya kita tahu, pelbagai masalah justru merundung Amerika dan bisa di bilang Amerika adalah negara yang paling tidak tenang karena selalu menjadi ancaman pertama terorisme.

Ancaman yang membuat tidak tenang itu ternyata tidak hanya muncul di dalam negeri akan tetapi di luar negeripun begitu, dimana Amerika menempatkan kedutaan besarnya di situ ancaman mini itu di gencarkan. Seperti di tulis pada artikel federal times pada bulan April tahun 2005, bangunan kedutaan besar Amerika saat ini harus memiliki pelindung 30 meter dari gedung kedutaan, pos penjagaan di berbagai fasilitas, gerbang anti dobrak bahkan bangunan di wajibkan anti ledak. Ini sungguh berbanding terbalik dengan kedutaan besar negara yang justru baru masuk kategori berkembang, mereka sederhana dan nyaman, mencirikan suasana ketenangan.

Ternyata materi melimpah, segala macam hal terpenuhi belum mampu memberikan jawaban atas ketenangan. Kesibukan, bepergian tiap waktu dan seolah dinila kuat tidak mampu juga memunculkan ketenangan. Artinya, ketenangan lebih mahal bahkan dari sekedar materi. Ketenangan lebih di butuhkan dari apa-apa yang kita kejar yang dengan berbagai macam upaya kita lakukan. Bahkan dalam kitab suci Al-Qur’an di jelaskan bahwa sebaik-baik sikap adalah sikap yang tenang (16:106)8).

Di paragraf paling atas sudah aku jelaskan yang intinya adalah bahwa ketenangan itu tidak di ciptakan dari hal mahal. Ketenangan di ciptakatan dari suasana yang syahdu, nyanyian burung bahkan kesunyian. Ketenangan sejatinya di bagi menjadi beberapa bagian. Yang pertama ketenangan bersikap dan yang kedua adalah ketenangan hati. Kedua ketenangan ini di capai melalui satu hati yang bersih yang masih positif thingking. Berikut ini akan coba saya bagi beberapa keadaan atau sikap yang akan membuat kita tenang, yaitu :

Bersyukur :

Tentunya kita pernah mendengar Firman Tuhan yang mengatakan bahwa “sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat padamu..”. Firman ini tidak hanya menerangkan tentang pelipat gandaan rezeky tetapi juga jaminan. Dengan adanya jaminan tuhan ini kita tidak sepantasnya gelisah, takut atau bahkan mencoba mencari lebih dengan cara yang membuat kita bingung. Syukur mencerminkan kesabaran, keikhlasan dan keduanya adalah unsur dari ketenangan.

Berbuat Baik :

Memiliki satu musuh itu lebih banyak daripada memiliki seribu teman. Kata-kata ini begitu sederhana namun memiliki makna yang begitu dalam. Apabila kita hendak mencari ketenangan hakiki, hal pertama yang harus di lakukan adalah berhenti berbuat jahat pada orang. Sekali saja kita dilabeli ‘musuh’ maka saat itu juga kita tidak ada pernah merasakan ketenangan. Gelisah, takut diserang dan cenderung mencari perlindungan.

Jujur :
                                 
Jika ada hal yang paling membuat kita gelisah tentu jawabanya adalah berbohong. Hal yang paling menghantui dan membuat hidup tidak nyaman adalah berbohong. Semua tentu setuju bukan. Kegelisahan dan ketidak nyamanan itu membuat hidup kita tidak tenang, alhasil kita pun menutupinya dengan berbohong dan berbohong lagi. Jadilah yang apa adanya, jujur dan tidak melakukan hal yang menjerumuskan kita untuk berbohong karena berbohong membawa kita jauh dari ketenangan.


Sabar :

Kita tidak bisa memprediksi tentang apa yang akan terjadi di depan. Bisa saja tiba-tiba yang kita pikirkan baik-baik itu lenyap begitu saja. Hal yang mampu mengurangi kekecewaan itu adalah satu, yaitu bersabar. Sabar membuat kita tidak terburu-buru dalam memutuskan, sabar membuat kita tahu mengapa hal buruk terjadi pada kita. Dengan sabar, hal-hal yang melemahkan mental itu bisa di diskualifikasi sedari dini.

Ada sedikit cerita tentang bagaimana seseorang menyelesaikan sebuah masalah tanpa ketenangan. Mencari jalan pintas, tidak sabar dan kemudian tindakanya terkesan tidak masuk akal.

Suatu hari di Desa Grubugan sedang kedatangan inspeksi mendadak dari Kepala Desa. Tiba-tiba langkah kaki Kepala Desa itu terhenti melihat tingkah aneh seorang pemuda yang di kenal bernama Anwar.

“sedang apa Pa Anwar, sepertinya anda kebingungan” Tanya Pa Kades
“iya pak, uang saya hilang” jawab Pa Anwar
Sambi mengusap wajah, Pa Kades kemudian kembali bertanya “loh, memang hilangnya dimana?”.
“di bawah kasur pak, di kamer” kata Pa Anwar santai
Dengan wajah bingung Pa Kades kembali bertanya “kenapa mencari di luar Pak?”
Pa Anwar dengan santai menjawab “karena di luar terang Pak”.

Cari dan ciptakanlah ketenangan dengan cara-cara yang benar-benar membuat tenang. Jangan membuat gelisah di dalam diri. Ketenangan bukan materi, tetapi ketenangan adalah cerminan sikap kita. Tentukan segala langkah dan pilihan dengan bijaksana. Bila sekiranya kita tidak mampu, lebih baik kita tidak lakukan. Tetap sederhana dan mendekatkan diri pada pemilik hidup karena hanya itulah cara untuk tenang yang hakiki.

Rabu, 05 Desember 2012

DILEMA KEPUTUSAN





Hukum adalah suatu peraturan yang mengikat yang apabila di langgar maka akan mendapaatkan sanksi. Setidaknya itulah pendapat sederhana yang umum dan mudah di mengerti. Sekalipun hukum sesungguhnya memiliki perumusan yang menilai berbagai macam aspek. Aspek yang lalu kemudian di bagi menjadi tiga yaitu kepastian, keadilan dan kepatutan.

Sebagian  besar masyarakat percaya dan yakin bahwa hukum adalah satu-satunya jalan menuju keadilan. Keadilan yang kemudian berkembang luas menjadi kesetaraan, kesejahteraan dan rasa aman. Meskipun pada mulanya hukum berasal dari sabda Nabi dan kemudian di lanjutkan menjadi aturan karena pengaruh persona raja, nyatanya kini hukum pun harus menjadi luwes berupa keinginan masyarkat.

Hal itu bukanlah kesalahan karena sejatinya hukum itu tidak di ciptakan tetapi lahir dan berkembang menurut kemauan masyrakat. Artinya hukum haruslah berdasarkan keinginan rakyat. Kenyataan ini kemudian menjadi aplikasi lahirnya civil law system yang mengenal istilah trias politica. Dalam trias politica kita mendapati apa yang di sebut dengan legislatif, legisltif umumnya di isi oleh wakil rakyat dan dalam kewenangan konstitusi memiliki andil sebagai pembuat peraturan.

Dari susunan di atas terlihat bagaimana hukum sesungguhnya memiliki peran penting dalam memajukan suatu bangsa, disamping politik, sains dan ekonomi. Hukum juga secara tidak langsung menjadi tameng atau tembok besar pelindung rakyat. Pelindung dari kesewenangan dan kemungkinan pengkhinatan. Selain itu hukum pun mulai menjadi suatu kebutuhan demi membentuk masyarakat yang madani.

Di Indonesia sendiri, hukum di agungkan dan memiliki tempat yang cukup tinggi dimana segala permasalahan dapat diatasi lewat hukum. Sebagai penguat legitimasi maka di bagilah hukum menjadi dua yaitu Hukum Privat (sifatny perorangan atau warga negara, dimana negara memfasilitasi aturan dan lembaga penyelesaian) dan Hukum Publik (negara turut campur dan merumuskan serta ikut hadir dalam penyelesainya). Itulah mengapa pada akhirnya Indonesia di sebut negara hukum.

Pada intinya, sejauh perjalanan hukum, negara selalu memiliki peran. Peran itu di tentukan dalam bentuk suatu keputusan. Keputusan yang dari rakyat untuk rakyat demi kebaikan bersama. Yang dengan hal itu suatu negara di harapkan menjadi negara yang maju, jujur, bersih dan memiliki wibawa. Kunci dari tujuan itu tentu tidak lepas dari apa yang di sebutkan tadi yaitu keputusan.

Lalu yang menjadi pertanyaan adalah, sejauh mana efektifitas keputusan yang diberikan negara saat ini?. Bila kita mau jujur dan berkaca dari apa yang terjadi akhir-akhir ini, keputusan yang di ambil sering kali tidak tepat. Tidak mewakili atau mewakili namun keputusan itu sifatnya hanya omong kosong. Keputusan yang membawa angin segar sesaat tetapi dalam realisasinya ternyata nihil.

Semoga saja ini hanya karena ketidak mengertian saya saja. Sewajarnya saya masih selalu bingung, bukankah DPR itu di ciptakan untuk mewakili rakyat, benar toh. Lalu, segala keputusanya haruslah melalui musyarawah mufakat dengan rakyat, toh. Namun mengapa, pada faktanya DPR selalu membuat aturan yang kadang kala rakyat sendiri tidak tahu.

Keputusan yang seringkali di keluarkan Pemimpin negara atau DPR yang notabene mewakili rakyat tidak jarang malah membuat kecewa rakyat. Seharusnya, apabila benar ini negara hukum dan rakyat menjadi mahkotanya, setiap keputusan tentunya di setujui oleh rakyat. Logikanya sederhana saja, dari kata Perwakilan yang menjadi arti dari P di antara D dan R sejatinya keputusan itu valid dan final untuk bersama dengan apa yang di wakilinya yaitu rakyat.

Dengan kasat mata kita pun menilai bahwa keputusan itu bukanlah mewakili apa yang sehrusnya di wakili. Keputusan itu adalah hasil kebimbangan dan keinginan sebagian kelompok. Atau bila masih ingin positif, keputusan itu sebenarnya tidak begitu tetapi karena bingung menjadi seperti itu. Keputusan itu hasil dari kebingungan yang kemudian mempengaruhi pengambil keputusan.

PENELITIAN ANTONIO DAMASIO

Saya jadi teringat akan penelitian yang di lakukan Antonio Damasio. Menurut Damasio di dalam otak itu terdapat bagian yang namanya korteks ventromedialis prefrontalis. Bagian itu adalah bagian kritis dari otak. Ventromedial adalah bagian yang memiliki peran penting dalam suatu pengambilan keputusan. Bagian ini mengolah hal-hal yang bisa terjadi di masa mendatang, yang dengan itu kemudian menyusun prioritas dan berbagai keadaan yang menjadi perhatian segera.

Orang-orang yang memiliki cedera ventromedial sangat rasional bahkan bisa begitu pintar dan terampil tetapi tidak pandai mengambil keputusan. Contohnya seperti apa yang di lakukan Damasio dengan eksperimenya. Hanya dengan dua pilihan tanggal yang di berikan Damasio untuk pertemuan mendatang, para audience kebingungan, padahal dua tanggal itu berada di bulan yang sama. Alasanya bervariasi dari tanggal yang begitu dekat hingga lelucon kemungkinan turun hujan.1)

Penelitian Damasio ini secara sadar mengingatkan saya akan berbagai kejadian di negeri ini. Mungkin para pengambil keputusan yang di tanganya hukum di tegakan, mereka (sedang) mengalami cedera ventromedial. Kita pun tentu tau, mereka begitu pandai, terampil dan intelek tetapi begitu di hadapkan pada keputusan, rasionalitas mereka mengalahkan intuisinya.

Itu catatan yang pertama.

Yang kedua adalah, apabila kemudian telah menemukan sosok yang mampu memberikan keputusan yang baik maka akan tercipta suatu suasana taat hukum? Jawabanya tentu belum pasti. Dari dulu hingga sekarang kehidupan tidak dapat di pisahkan dari sistem klas yang menuntut kecemburuan sosial. Kemudian sudah menjadi sifat dasar manusia tidak pernah puas, sudah menjadi sifat dasar manusia pula yang pada akhirnya akan menggunakan persepsinya masing-masing untuk menentukan kebenaran.

Dari beberapa simpulan di atas di temukan sebuah kata yang kita kenal dengan tempo. Dimana dulu (hingga kini) di kenal pencurian adalah suatu perbuatan tindak pidana yang harus mendapatkan hukuman yang seberat-beratnya. Maka dibuatlah pasal 362 KUHP untuk mengatur hal itu. Namun nyatanya keinginan itu bergeser mankala seorang nenek yang kita kenal dengan nama Mbok Minah mencuri buah kakao. Pencurian itu bukan justru mengundang makian melainkan suasana simpati karena alasan kemanusiaan.


                                                                           
1.             Malcolm Gladwell Blink ,Halaman 69


Sangat jelas disini bahwa tempo mengubah pandangan pencurian dengan beberapa alasan dianggap sebagai suatu yang mampu menembus sisi kemanusiaan dan masuk ke ranah kewajaran. Kita diajar di sekolah menengah, bahwa “titik” jika ditarik terus maka akan menjadi garis dan garis ditarik terus akan menjadi bidang lalu bidang yang ditarik terus akan menjadi badan. Semua pekerjaan ini memakai tempo. Kita perlu memakai tempo buat mengubah titik menjadi garis atau garis menjadi bidang dan akhirnya bidang jadi badan. Kalau sudah cukup memakai tempo, kita bisa menjawab mana titik mana garis, mana garis dan mana bidang, mana bidang dan mana banda. Tetapi pada saat dimana titik belum menjadi garis, garis belum menjadi bidang dan sebagainya, kita tidak bisa jawab apakah ini titik atau garis dan seterusnya. garis atau bidang.2)

Sekedar analogi

Dalam ilmu alam kita mengetahui bahwa, air kalau didinginkan sesudah beberapa lamanya, hilang menjadi es. Dalam hal ini kita tahu benar, mana yang air, mana yang es. Tetapi ada saatnya, dimana kita tak bisa menjawab apakah ia itu masih air atau sudah menjadi es.
Dalam kehidupan sehari-haripun, kita berjumpa dengan bermacam-macam pertanyaan yang tiada bisa diputuskan dengan ya dan tidak saja, kalau Tempo campur. Mudah mengatakan orang itu muda, kalau memang masih sehat atau sekitar dua puluh sampai tiga puluh tahun umurnya, memiliki mata yang jelas, berambut hitam dan tidak tuli, atau masih bayi, kalau berumur tiga atau empat bulan. Tetapi jawablah dengan ya atau tidak muda kalau seseorang matanya rabun, telingny tuli, sakit-sakitan dan rambutnya memutih walaupun misalkan umurnya masih 20 tahun.


                                                                           
2.             Tan Malaka, Madilog, Halaman 68




Kemanusiaan

Artinya memiliki keberanian untuk membuat keputusan saja itu tidaklah cukup. Tetapi perlunya memiliki sifat kepekaaan prikemanusiaan dalam membuat putusan jugalah dinilai penting. Putusan itu sejatinya tidak perkara ya dia salah atau tidak, dia itu benar tetapi sisi kemanusiaan pun di kedepankan. Ketika Mao Zedong mengalahkan Ching Khaisek tahun 1949 dri beijing, ia segera memerintahkan pasukanya untuk membuat pengdiln rakyat. Di pengadilan rakyat ini dibunuhlah dua belas juta jiwa kaum borjuis. Keputusan ini di nilai tepat dan merkayat demi kaum proletar tetapi apakah kemudian bisa di nilai berprikemanusiaan?.

Inilah yang di sebut alur kebijakan, yang progresif dan saling memahami satu sama lain. Tidak serta merta membut putusan yang sesuai dengan apa yang sedang tren di masyarakat. Pentingnya masyarakat memahami itu lebih penting di bandingkan dengan putusan itu sendiri. Pemahaman itulah yang kemudian membentuk kedewasaan dalam bersikap. Dengan tempo yang susunanya lugas terbukti bahwa hal yang di anggap melanggar moralpun kemudian bisa di pahami dan di lihat sebagai kemanusiaan. Kemudian di temukanlah tempo dalam membuat putusan itu yang pertama permasalahan, dasar hukum dan yang terakhir adalah alasan dari kejahatan dilihat dari sisi kemanusiaan lalu di buatlah suatu putusan.

Dengan begini maka hukum di tempatkan seperti seharusnyaa yaitu menjadi pembela rakyat. Hukum harus bebas dan terbang tinggi untuk rakyat, untuk seluruh manusia (al musaawa bainanas amamal hukmi, equality before the law). Negara yang menjadi pengambil keputusan pada saatnya harus menempatkan dirinya pada porsi yang tepat. Porsi yang membela rakyat dan keputusanya sesuai, tidak ke kanan atau ke kiri, tidak mencla-mencle bahkan arogan demi kepentingan sebagian golongan dan lalu kemudian memberikan pemahaman kepada masyarakat. Tidak ada lagi cedera pada bagian otak ventromedial dan ketertutupan hati agar hukum pure untuk mensejahterakan dan memberi keadilan pada rakyat.

Sabtu, 01 Desember 2012

NULIS YUK




Buku ini bisa di pesan :
                                   pin BB : 22E41EFD an Pengkuh Syahtian
                                   alamat  : Jl. Kasepuhan No.30 Cirebon
                                   email    : Bakhrulamal@ymail.com

Refleksi Desember



Desember, akhir tahun yang terasa begitu cepat tetapi gerak langkah kaki masih saja terasa melabat. Diawali nyanyian burung dan sayup-sayup suara lantunan adzan di kampung sebelah. Seperti biasa, tiga puluh hari menjelang bergantinya tahun selalu menyisakan wajah yang murung. Kesempatan yang gagal di manfaatkan, serta lubang yang masih menganga karena tak kunjung di tutup.

Suatu saat ibu pernah bilang “Mal, kamu harus mampu membedakan mana yng di sebut nasib dan takdir”. Sambil menghela nafas beliau melanjutkan “Kamu menjadi seorang laki-laki itulah takdir dan tidak dapat di rubah, tetapi kegagalan adalah nasib dan itu bisa dirubah asalkan kamu mau berusaha”. Setelah memberikan sedikit wejangan, beliau kemudian pergi sambil menepuk pundaku.

Aku merenung dan kemudian berpikir sambil mengatakan apa yang menurut Jonathan Creaghan sebagai reaksi dari pikiran sadar “aha”. Bagaimana tidak, nyatanya kata di awal tahun 2012 itu telah membuatku begitu bersemangat. Berlari dengan percaya diri, menuangkan berbagai ide dan menyelesaikan keadaan rumit. Walaupun harus di pancing terlebih dahulu tetapi itulah suatu pergerakan.

Tentunya, kegiatan di tahun 2012 akan di bahas pada tulisan akhir tahun nanti. Di tulisan kali ini, aku akan sedikit menjelaskan bagaimana sebuah keadaan bisa merubah segalanya, tergantung bagaimana kita menyikapinya. Tidak jarang kita melihat sesorang yang bisa bangkit dari keterpurukan dan di keadaan lain justru berbeda, keterpurukan justru di buang oleh kata-kata makian dan penyesalan mendalam.

Selalu ada benang merah di setiap perjalanan orang yang bisa kita sebut dengan berhasil. Baik Steve Jobs maupun Koichiro Honda sama-sama memiliki masa sulit. Steve Jobs harus rela pada keadaan yang begitu pahit, tinggal dan besar oleh orang tua asuh, bukan oleh orang tua kandung. Lalu Honda, jatuh bangun pabriknya di masa perang dunia kedua sempat melenyapkan mimpinya memiliki perusahaan otomotif yang murah dan besar. Tetapi tentunya saat ini kit tahu dan bisa melihat sendiri karya besar mereka. Benang merah di antara keduanya adalah kemauan untuk merubahah keadaan.

Tidak ada yang bisa mengatakan bahwa kita telah gagal hanya karena suatu keadaan. Yang ada hanyalah, kita masih berjuang namun hasilnya saja belum maksimal. Thomas Alva Edison adalah anak yang di kenal bodoh ketika masa kanak-kanak. Dari mulai tidak naik kelas, mengeram telor ayam, hingga membakar kandang ternak. Tetapi dewasa ini kita berpikir ulang, seandainya tidak ada Thomas Alva Edison, begitu gelapnya dunia ini.

Di situlah muncul apa yang kemudian oleh Tan Malaka di sebut dengan tempo. Tempo mengubah Edison, Steve Jobs dan Honda yang terpuruk menjadi super hebat. Mereka tidaklah pesimistis oleh keadaan dan bangkit untuk terus mencoba. Mereka berpikir seperti apa yang Ipho Santosa sebut dengan ‘think outside the box’. Bayangkan, bagaimana jadinya apabila mereka meratapi dan tidak yakin, maka hukum tempo tidaklah berlaku.

Tan Malaka merinci dengan lebih jelas :

““titik” jika ditarik terus maka akan menjadi garis dan garis ditarik terus akan menjadi bidang lalu bidang yang ditarik terus akan menjadi badan. Semua pekerjaan ini memakai tempo. Kita perlu memakai tempo buat mengubah titik menjadi garis atau garis menjadi bidang dan akhirnya bidang jadi badan. Kalau sudah cukup memakai tempo, kita bisa menjawab mana titik mana garis, mana garis dan mana bidang, mana bidang dan mana banda. Tetapi pada saat dimana titik belum menjadi garis, garis belum menjadi bidang dan sebagainya, kita tidak bisa jawab apakah ini titik atau garis dan seterusnya. garis atau bidang”

Kita tidak bisa menilai bila keadaan saat ini adalah selamanya kita. Apabila kita meyakini itu ya artinya selamanya kita seperti itu (ana idza dzhoni abdibi). Semua memiliki fase yang di sebut dengan perubahan karena dengan adanya perubahanlah berarti kita dianggap hidup. Dalam teori tempo pun di sebutkan saat dimana titik belum menjadi garis, garis belum menjadi bidang dan sebagainya, kita tidak bisa jawab apakah ini titik atau garis dan seterusnya. garis atau bidang. Mungkin saat ini kita barulah titik, jauh belum menjadi bidang.

Keadaan, bagaimanapun macamnya pastilah selalu di awali oleh apa yang kita kenal dengan ‘sebab’. Yang perlu kita lakukan adalah terus berusaha dan percaya akan perubahan. Selama itu tidak bersifat takdir maka mestilah itu nasib. Sesuai dengan ajaran agama, bahwa nasib dapatlah berubah. Pertnyaanya adalah, mau atau tidak (kita berubah)? Semangat awal Desember, semangat perubahan, semangat memaknai tempo, refleksi diri dan meyakini bahwa nasib dapat di rubah apabila kita mau mempelajari ‘sebab’.