"Commencons pa
I’mpossible"
Marilah
kita mulai dengan yang tak mungkin (Deridda)
Kata-kata itu terdengar
rancu atau bahkan tidak sama sekali. Dunia begitu cepat berkembang, segala
kabar berita dengan mudah di akses serta di nikmati oleh khalayak luas. Tidak
hanya sesuatu yang sifatnya memang konsumsi publik, akan tetapi aib sekalipun
di sebar luaskan. Inilah era yang kita sebut dengan era globalisasi, era
demokrasi, era dimana setiap manusia di beri kesempatan untuk bebas
berpendapat.
Indonesia adalah negara
yang besar, kaya raya bahkan saat ini telah masuk kategori grade invesment. Grade invesment itu sendiri memiliki pengertian
bahwa suatu negara atau perusahaan telah memasuki kategori negara yang mampu
melunasi hutangnya. Dengan berada pada kategori ini, indonesia telah dikatakan
aman dan layak untuk para investor menanamkan investasinya. Dengan keadaan ini,
era globalisasi pun tentunya bukan menjadi masalah lagi bagi Indonesia.
Indonesia siap bersaing dan menjadi negara yang maju.
Secara tidak langsung,
suka atau tidak, mau tidak mau globalisasi
telah merubah pola pikir atau pandangan masyarakat tentang arti dari sebuah
kemajuan. Kemajuanan saat ini di artikan dengan kekayaan, kemewahan yang tentu
ekonomi menjadi imamnya. Atas dasar itu maka pembangunan pun di lakukan,
gedung-gedung tinggi, Hotel dan Mall di dirikan, yang tidak lain hal itu di
lakukan untuk menunjukan bahwa sebuah negara telah maju dan modern.
Yang menjadi
pertanyaan, apakah kemudian dengan sistem demokrasi, ekonomi yang telah meningkat,
serta merta mampu membuat masyarakatnya hidup layak dan bahagia?
Kehidupan dan sistem persahabatan di seluruh
dunia, baik di Indonesia atau Amerika, baik dulu ataupun sekarang, tidak dapat
di lepaskan suatu sistem kasta, yang terdiri dari kasta tinggi, rendah. dan
tengah. Tentunya hal ini pula lah yang cenderung membuat era globalisi bisa di
nilai negatif apabila tidak di maknai secara positif. Keinginan cepat kaya dan
meningkat kasta membuat sebagian atau bahkan keseluruhan masyarakat menjadi buta.
Dengan menghambakan
materi, masyarakat cenderung berbuat apapun untuk menjadi kaya dan bertindak
tidak sesuai dengan etika. Keadaan ini kemudian menuntun masyarakat untuk
berpikir negatif dan tidak lagi bahagia. Satu sama lain saling curiga,
kepercayaan hilang kemudian kehidupan individual pun di kedepankan. Tidak ada
lagi gotong royong dan satu sama lain
berpikir untuk hidupnya masing-masing demi kepentinganya.
Perlu di ketahui, setiap
tahun indeks kehidupan layak di Indonesia cenderung terus dan terus menurun.
Dan ternyata saat ini sebuah kemajuan dan kehidupan yang layak tidak lagi di
tentukan oleh materi. Kemajuan dan kehidupan yang layak di tentukan oleh
kebahagian. Indonesia memang masih termasuk sebagai negara yang indeks
kebahagiaanya tinggi tetapi kehidupan layaknya justru menurun seiring dengan
pembangun.
Ini sebuah fenomena
yang mengherankan, yang kemudian mengundang tanda tanya baru. Masyarakat
sejujurnya mulai tidak lagi menyukai persaingan yang omong kosong dan membuat
sakit hati. Kehidupan mewah yang berlebih pun ternyata justru menyimpan
kegalauan tersendiri. Dengan pemaparan sederhana di atas maka saya mengajak
kepada pembaca untuk mari membuat kebahagiaan secara sederhana dengan efek yang
signifikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar