Kesalahan atau mistakes adalah hal yang wajar, dimana saat itu
manusia di ingatkan oleh tuhan bahwa dia adalah manusia. Banyak hal yang
tidak kita sukai yang tentunya banyak hal pula yang orang lain tidak
sukai. Bila di kumpulkan menjadi satu, maka ketidak sukaan itu akan
menumpuk dan terpecah belahlah menjadi apa yang di sebut kepentingan.
Akhirnya kita pun sepakat bila hidup selalu berputar dan karenanya
semakin ke depan kita akan menyadari bahwa kebijaksaan hidup di atas
segalanya di muka bumi ini.
Ibu, wanita yang melahirkan dan rela menyusahpayahkan hidupnya demi
aku pernah berkata "yang terpenting adalah menyadari kamu itu siapa dan
kamu adalah kamu". Kata-katanya singkat dan mengalir begitu saja sebelum
akhirnya memiliki arti dan makna yang begitu merubah kehidupan pribadi
saya. Ibu memang selalu begitu, menyempatkan waktu menaruh benih-benih
kebaikan dengan cara yang halus. Mungkin perasaan melankolis dan ikatan
batin saja pikirku saat itu.
Dalam kesempatan lain, suasanya mungkin saat itu terlalu lelah, aku
baru pulang sekolah dan mendapati pakaianku acak-akan. Sebagai manusia
yang menurut Plato selain memiki akal dan keberanian juga memiliki
nafsu, aku marah. "Bu, Bi Inem gimana sih, itu bajunya acak-acakan
nyetrikanya ga bener !" marahku saat itu, oya waktu itu aku masih SMA
kelas dua dan emosional sepertinya. Ibu diam dan menjawab "kalau dia
sekolah dan mendapatkan pendidikan yang baik, dia tidak bekerja disini
dan pasti disiplin".
Kata-kata ibu membangkitkan hati yang saat itu sedang di belenggu
emosi. Ibu menambahkan "belajar memahami dan berpikir positif", dalam
suasana yang panas ternyata ibu saat itu sedang menyiramkan air yang
lebih dari banyak untuk memadamkan api. Aku tidak bisa marah, aku diam
dan aku melamun, saat itu aku hanya bisa berpikir "oh ini yg dulu ibu
maksud dengan 'harus sadar siapa diri kamu'". Dari kejadian itu
pemikiranku terbuka dan dengan penuh rasa malu aku mencoba memaafkan
kesalahanku sendiri.
Perubahan akan kesalahan nyatanya tidak bisa hanya di dapatkan dari
pendidikan karena pendidik hanyalah sebatas saat kita di sekolah. Yang
mempengaruhi perubahan adalah diri kita sendiri dan terutama adalah
lingkungan. Kontruktivisme, sebuah paradigma yang intinya menjelaskan
bahwa perubahan itu di dasari pengalaman itu memanglah benar. Manusia
adalah makhluk pencontoh, setiap sikap dan perilakunya berdasarkan
contoh yang akhirnya dikenal dengan pengalaman.
Pendidikan mengajarkan kita teori dan lingkungan adalah bentuk
aplikasi. Ketika kita melihat teman kita menyelesaikan masalah dengan
berkelahi suatu saat ketika masalah yang sama menimpa kita maka kitapun
akan berkelahi. Setidaknya itulah yang saya alami sekalipun pendidikan
mengajarkan nilai-nilai kebaikan. Sebelum pada akhirnya berubah karena
ternyata ada hal yang lebih baik selain berkelahi untuk menyelesaikan
masalah dan tentu itu dengan mencontoh perilaku lainya.
Sedikit cerita fiktif tentang Bapak Umar, seorang guru PPKn di salah
satu sekolah swasta. Hari masih gelap namun ia sudah terbangun karena
harus menuju kota untuk mengambil uang pensiunan Ayahnya. Jarak rumahnya
dengan kota mungkin sekitar 50 km, hal itu yang menuntutnya untuk
bangun pagi agar tidak terlambat sampai di bang. Dia melaju motornya
dengan kencang hingga tak sadar ban belakang motornya bocor. Dia
kebingungan dan mencoba mencari tambal ban dengan menuntun motornya.
Beruntunglah dia karena tidak jauh dari itu dia mendapati tempat
tambal ban. Tak di duga, ternyata kebetulan tukang tambal ban itu adalah
muridnya ketika di sekolah dulu. Dengan lega akhirnya menitipkan
motornya dan melanjutkan perjalan menuju kota menggunakan metro mini. Di
atas metro mini pun dia dimudahkan, dengan membawa uang secukupnya dia
di antar kke depan Bank dengan gratis. Kebaikan yang di dapatkan itu
tidak lain tidak bukan karena supir dan kernetnya adalah juga muridnya
ketika di SMA dulu.
Hari sudah semakin siang, dengan sedikit penyesalan dia terlambat
sampai di Bank. Di dapati antrian yang begitu panjang dan memakan waktu.
Secara perlahan seorang pria yang di ketahui sebagai manager Bank itu
menepuk punggungnya. "Sini pak, bapak duluan saja" kata pemuda yang saat
ini menjadi manager itu. Dia terkejut ternyata Manager Bank itu murid
kesayanganya ketika di SMA dulu. Dengan bantuan muridnya dia dapat
antrian lebih dulu dan bisa segera pulang mengambil motornya.
Namun naas, di tengah jalan dia di rampok, tas yang berisi uang
sepuluh juta itu di bawa lari oleh pencuri. Dia bergegas melapor polisi
yang kebetulan adalah muridnya. Karena bakti sebagai murid terhadap
gurunya, polisi itu dengan cepat menangkap rampok tersebut. Ketika di
kantor polisi, Pak Umar kaget bukan main ternyata rampok itu pun adalah
muridnya ketika SMA di desa dulu. Akhirnya dia memohon untuk melepaskan
muridnya ini dengan jaminan dirinya sendiri.
Cerita singkat ini membuat kita sadar bahwa tidak mudah membuat
orang untuk menjadi sempurna. Murid Pak Umar yang di ajar dengan cara
yang sama ternyata tercetak menjadi pribadi yang berbeda dari manager
hingga perampok. Yang bisa kita pelajari adalah satu hal, kebaikan Pak
Umar, ketulusan Pak Umar dan kasih sayang Pak Umar ketika menjadi guru
mereka membuat mereka baik kepada Pak Umar bagaimanapun keadaanya. Pak
Umar tetap sayang dengan muridnya yang seorang perampok maupun Manager.
Di lain kesempatan ibuku juga pernah mengatakan "kita tidak merubah
seseorang sesuai keinginan kita tetapi kita bisa merubah pikiran kita
tentang seseorang" di melanjutkan "jeleknya dia karena dalam pikiranmu
dia jelek seandainya dalam pikiranmu dia baik maka dia baik". Ibu memang
selalu melihat sesuatu dengan hatinya dan hatinya saat ini mulai masuk
kedalam hatiku. "Apa salahnya berbuat baik dan terus berbuat baik karena
orang lebih mudah melupakan kebaikan dan lebih gampang mengingat
kejahatan, tumpuk ajah baiknya yang banyak" (IBU).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar