Senin, 06 Agustus 2012

Sahur atau Maling

Suatu pagi, menjelang sahur tepatnya sih pukul dua dini hari. Saya, Ariv, Adi, Pian, Alfan dan beberapa anak lainya memang bisa dibilang peduli. Disaat yang lain tidur kita justru inisiatif untuk 'obrok-obrok' atau yang biasa di kenal dengan ritual membangunkan orang sahur. Botol kecap, galon, besi, potongan genteng, dan pintu warung di bawa. Mungkin edisi obrok-obrok tahun 2006 adalah yang ter ekstrem, bisa di lihat dari alat-alatnya.

Kampung kita kebetulan tidak terlalu besar, sekitar satu lapangan sepokbola. Jenuh memang apalagi rute jalanya tidak terlalu banyak karena itu nggak jarang kampung sebelah juga menjadi sasaran 'obrok-obrok'. Hari ke hari bukanya warga malah bangun tetapi malah marah. Mungkin karena suaranya ga enak dan alunan musiknya yang kacau. Yang paling sering di pukul saat itu adalah daun pintu bekas warung. Suaranya keras dan sudah pasti warga bangun.

Bila ingin merasakan gimana cara membangunkan sahur yang tersulit datanglah ke kampung kami. Setidaknya itu kata-kata Pian. Di kampung kamu 'obrok-obrok' benar-benar tidak bisa hidup dengan nyaman. Baru satu langkah sudah di tolak, kadang ada yang membuka jendela sambil bicara "brisik". Bahkan lagi ada seorang Chinese yang rela lari pagi mengejar komplotan kami karena persoalan obrok-obrok. Alhasil dua minggu kami merasa sia-sia, tidak bisa maksimal membangunkan warga.

Pian : Priben (gimana) bosen lah kalo gini terus mah

Alpan : Iya kih, ana (ada) ide beli (ngga)

Arip : Apa ya

Pian : Bingung

Hari itu bener-bener Vacum satu hari tanpa 'obrok-obrok'. Warga merasa nyaman dan kayaknya bisa tenang karena ngga ada suara gebrakan pintu dan pecahan batu. Fenomena matinya budaya 'obrok-obrok' di kampung Kasepuhan (akhirnya sebut merek).

Tanpa permisi akhirnya besok ide yang baru di pikirkan sehari segera di jalankan.

Pian : Cepet lari Pan (pian menyuruh Alpan)

"Ssssseeeeeeeeeeet" wuuuih, suara larinya lumayan juga, kencang dan tak terkendali. Sekitar jarak sepuluh meter akhirnya saya, Pian, Ariv dan beberapa anak lainya ancang-ancang. Sambil berlari teriaaaaak "Maliiiiiiiiing, maliiiiing". Kejar-kejaran puter kampung pun terus di lakukan sampai akhirnya seluruh warga terbangun dan kita lari terpisah. "Yes berhasil" hari pertama berjalan lancar dan tanpa jejak. Warga akhirnya bangun dan santap sahur dengan nyaman.

Esoknya trik itu coba di lakukan kembali. Dengan sedikit keberanian akhirnya kali ini Pian menjadi maling. Dia berlari cukup ganas, anak-anak lain pun siap mengejar. Dan "maliiiiiiiiiing-maliiiiiiiiing", kejar-kejaran putar kampung. Ini adalah tragedi frustasi 'obrok-obrok'. Sampai pada akhirnya warga kesal dan menangkap Pian dengan cekatan. "Ini malingnya ini" sambil marah dan menjewer telinga Pian.

Itulah kampung kami, kampung yang serba salah, serba bingung melakukan apapun. Akhirnya lebaran pun tiba dan kami semua mengikuti budaya putar rumah. Satu persatu rumah di datangi untuk saling bermaafan. Kata-kata dari warga semuanya sama.

"Oh ini ya rombongan yang suka ganggu tidur"

'Obrok-obrok' ternyata bukan lagi sebuah ritual menjelang sahur tapi sudah ke ranah yang serius "Mengganggu Tidur".

1 komentar:

  1. mikir dong kampret... ada org yg masih ibadah, ada anak bayi masih tidur... dalam syariat islam membangunkan sahur itu dengan adzan 2 kali... lu bego apa emang tukang cari masalah...

    BalasHapus