Jumat, 15 Juni 2012

RCTV Januari 2012



Dalam hidup kita mengenal istilah yang pertama. Mungkin ini adalah pengalaman pertama yang pernah saya rasakan, diwawancarai dan ditanya pendapatnya tentang bagaiamana menjadi seorang penulis. Jujur awalnya bingung, apa ini maksudnya? saya beelum menjadi penulis handal, belum mempunyai buku dan segala atribut yang bisa di sebut sebagai penulis.

Dengan pertimbangan yang matang akhirnya saya sanggupi talk show yang berdurasi 30 menit itu. Ada perasaan yang sedikit gugup teteapi saya mencoba untuk tetap tenang dan bersikap profesional. Satu pertanyaan dan pertanyaan selanjutnya terus saya jawab secara maksimal. Menarik memang, acara yang di gagas salah satu televisi lokal ini harapanya mampu memberi inspirasi bagi semua kaum muda untuk menulis.

Tapi sayang, mohon maaf apabila record videonya kurang jelas. Memang ada something trouble. Yang pertama rekaman ini di ambil dengan kamera seorang teman yang menonton. Kedua, cuaca saat itu hujan deras. Jadi mohon maklum apabila kurang nyaman dan kurang mampu menangkap lebih dari isi pembicaraan di atas. Makasih yah teman-teman, keep writing and reach the succes.

Sabtu, 02 Juni 2012

NULIS YUK



Buku ini bisa di pesan :
                                   pin BB : 22E41EFD an Pengkuh Syahtian
                                   alamat  : Jl. Kasepuhan No.30 Cirebon
                                   email    : Bakhrulamal@ymail.com

Ucapan

Semilir angin mungkin tak mampu menggoyahkan beberapa ranting yang hampir layu. Tetapi semerbaknya kata-kata ternyata lebih tajam dan mampu meruntuhkan gedung. Adalah dengungan agung yang katanya sang penerus Nabi, Osama bin Laden. Bisikanya bila mau dikata memang mengandung hasud dan ucapanya terkesan hanyut dalam suasana yang mencekam.

11 September tahun 2001 adalah awal dimana ternyata kesunyian takdir benar tak dapat di tentukan. Diantara kesibukan dan riuhnya hitungan-hitungan uang, satu persatu hiang seketika. "Buuuum" runtuhlah gedung Word Trade Center dalam satu serangan. Sorak sorai kemenangan terdengar jauh membahana diantara jutaan kecemasan dan wajah haru penuh duka.

Entah apa yang ada di pikiran perompak pesawat yang lalu diakui bahwa itu adalah Jaringan Al-Qaeda. Berjihadkan, memperjuangkan agama dan keyakinankah atau sekedar sensasi merusak ekonomi. Tak tahu bagaimana maunya, yang jelas kehancuran dan kesedihan adalah sisa-sisa diantara puing yang rapuh.

Dalam kesempatan lain, di sebuah negara yang bisa dikata terhitung lemah, lahirlah pemimpi baru. Mimpi yang tak sekedar bunga tidur atau pelengkap lelah dimalam hari. Obor mimpi itu diarak dengan gagah dan penuh semangat oleh seorang yang lambat laun kita kenal dengan Muhammad Yunus. Dia mungkin bukan Mario Teguh ataupun Andry Wongso yang kegiatanya berbicara tetapi dia adalah pembicara yang beracara.

Mengawal karir dari seorang dosen ekonomi membuatnya sadar, bahwa sumbangsihnya adalah pengaplikasian ilmu. Lewat kata-katanya yang santun dan penuh harapan, dia berhasil memberi jalan masa-masa sulit jutaan kaum miskin Bangladesh. Melalui gagasanya tentang bank bagi rakyat miskin akhirnya Grameen Bank tumbuh pesat. Dari situlah jutaan kepala keluarga beranjak sejahtera dan akirnya Yunuspun mendapat penghargaan nobel perdamaian pada tahun 2006.

Singkatnya adalah mengutip kata Nabi bahwa "Ucapan adalah doa", tentunya kita sepakat, entah baik ataupun buruk itu adalah doa. Tetapi dalam kesempatan lain pagar itu muncul, ucapan yang buruk akan kembali kepadanya. Salah satunya baik dan salah satunya buruk, hadiah manis dari apa yang dinamakan prilaku. Tugasnya adalah memilih tutur kata mengobar api 'ala" Osama Bin Laden yang hasilnya NOL atau 'ala" Muhammad Yunus yang mampu mensejahterakan jutaan kepala keluarga.

Sabar

Someday, not now.. Ketika mimpi itu kembali hadir ditengah semakin bertambahnya usia. Ada hal kecil memang yang pantas di ceritakan dan sebagianya di simpan dalam bingkai kenangan. Rasanya untuk menangisi hal-hal yang 'runyem' tidaklah pantas lagi. Life must go on and you must move on. I think to my self, maybe its a bad circumstences but... I don't know.

Orang mungkin bisa bilang "yes I'm happy" dalam runtutan masalah yang sebenarnya menggunung. Atau sebagaian lagi sabar dan berpikir "its time to change" ketika rundung masalah hadir. Tetapi itu sebuah hal yang lumrah dan tak perlu di permasalahkan. Yang menjadi masalah justru, sampai kapan aku terus berputar dalam lingkaran yang stagnan. Aku makin merasa tidak memiliki influence terhadap hidupku sendiri saat ini. Entahlah...

Saat ini yang kubutuhkan adalah inducement, inducement yang tak sekedar lepas. Apakah itu sebuah kewibawaan, konsep yang sudah di telaah sejak Plato sampai filosof-filosof abad modern ini. Atau mungkin Teori Murni Hans Skelson yang memisahkan masalah dari kaitanya terhadap yang lain. Semuanya bisa terjadi, tapi saat ini tidak sendiri, saat ini ada hal-hal yang memang mengharuskan untuk memasukan komparatif di dalamnya.

Natuurkunde mungkin adalah queen of the sciences, mungkin pula tidak tapi bagi saya 'iya'. Tapi yang jelas 'the earth is the home of man, manusia yang tak sendiri. Dari zaman Adam sampai saat ini selalu berdua. Adam dengan Hawa, Ibrahim dan Khajar, dan lainya. Nah, apakah yang terlalu lama itu nantinya mengikuti pendeta atau yang terlalu cepat takut kehilangan bidikanya. Sasaranya itu...

Bertambah dan memang terus bertambah. Pertanyaan pelengkap dari sebuah irisan hidup mengakar dalam. Tetapi semuanya memang selalu mengharapkan untuk kembali ke atas ius soli. Kerinduan itu sudah menjadi immortality of the soul, ya kan. Kapan ya, menunggu dan terus menunggu, tapi ketika takut untuk melepaskan bidikan bagaimana?. Jawabanya satu, ingat selalu janjinya, ingat selalu apa yang di tuliskanya, tenang, damai dan aman.