Senin, 16 April 2012

Masalah

"Kita hidup dalam masa gegap gempita, suatu masa yang penuh dengan bahaya......namun kita tidak boleh melarikan diri....kita harus mengatasi keadaan itu"

Lantang dalam gemuruh, pita suaranya tak putus ketika di bawa nada panjang yang bersemangat. Dialah Soekarno, kata-kata penuh semangat perjuangan ini diucapkanya taktala dia di beri kesempatan untuk berpidato pada Konferensi Negara-negara Nonblok 1 di Beograd tepatnya 1 September 1961.

Beograd dulu berbeda dengan Beograd saat ini. Dulu Beograd adalah kota dari sebuah Negara yang kita kenal dengan Yugoslavia. Di tahun 2003 Yugoslavia terpecah dan secara Resmi Beograd menjadi milik negara baru Serbia. Selain sebagai kota terbesar di Serbia, Beograd pun menjadi saksi bisu dari perjuangan kemerdekaan rakyat Serbia. Isi pidato diatas menunjukan yang dengan begini artinya Yugoslavia tidak dapat "mengatasi" atau rakyat Serbia yang "mengatasi" keadaan sehingga merdeka.

Mungkin tak terbesit sebelumnya bila hal-hal kecil tentang terbentuknya negera Serbia terwujud. Dan para pejuang Serbia pun tidak sedikit yang merasa kaget bila perjuanganya akhirnya berhasil di tahun 2003. Harapan dan keinginan di tengah gegap-gempita membuat semuanya menjadi mudah. Mungkin saat itu Yugoslavia lari dan tidak mengindahkan lagi kata-kata Bung Karno. Mungkin pula Serbia yang terlalu bersemangat sehingga Yugoslavia bertekuk lutut.

Begitu banyak kemungkinan dan spekulasi. "Dia telah merasakan asam garam" pribahasa singkat tentang sebuah penjelasan bilamana menghargai pengalaman orang lain itu penting. Bagi yang telah berpengalamanpun, membagi pengalamanya itu adalah suatu hal yang menyenangkan. Masa-masa sulit Indonesia membebaskan Irian Barat mungkin menjadi pecutan dari Bung Karno kepada Yugoslavia kala itu. "Tidak boleh lari dan harus mengatasi keadaan itu".

Maknanya bukan hanya tergenelarisir untuk sebuah gejolak yang beasar saja. Tetapipun pada hal-hal kecil kehidupan. Semua kembali bagaimana penerima informasi itu dapat memanfaatkan informasinya dengan baik. Yugoslavia gagal menangkap informasi, meski mungkin dalam waktu yang lama Boegrad aman. Toh, informasi itu seharusnya di indahkan simultan dengan pndorong kebaikan kondusifitas keadaan.

Contoh kecilnya adalah Feri, tokoh pria dalam novel April Cafe karangan Syafrina Siregar. April Cafe adalah sebuah novel yang bercerita tentang kisa cinta segitiga antara Feri, Dina dan Faisal. Diawal cerita dikisahkan tentang perdebatan seru antara Feri dan Dina yang membuat Dina akhirnya memilih untuk pergi ke Batam.

Kala itu Feri terlalu cuek dan terkesan tidak menghiraukan perasaan Dina. Feri sesungguhnya sangat mencintai Dina tetapi dia terlalu canggung dan terkesan tidak dapat menyelesaikan masalahnya dengan Dinai. Dia memilih untuk membiarkan Dina lari karena dia tahu bahwa ahirnya nanti Dina akan kembali padanya. Ternyata waktu berselang begitu lama, Dinapun tak lagi menampakan batang hidungnya.

Feripun bingung, dia merasa hubunganya harus kembali di persatukan dalam waktu dekat. Akhirnya suatu pertemuanpun tak terelakan lagi. Feri, dengan susah payah dapat menemui Dina di Batam. Kesempatan itu tidak dia sia-siakan, dia pun melamar Dina yang terlanjur sudah di sakitinya. Beruntung, meskipun Dina merasa kecewa karena dulu Feri tak dapat menyelesaikan masalah hubunganya tetapi toh, dengan berat hati Dina menerima dengan sarat bulan depan harus menikahinya.

Dina bukan tak malu, bukan tak laku dan tanpa pengorbanan ketika meminta Feri segera menikahinya. Dina menunggu keseriusan. Dengan di satu sisi diapun telah menjalin hubungan dengan Faisal. Kecewa, Feri ternyata tak dapat menyanggupinya dengan penuh rasa kekecewaan. Feri tahu jika Dina pada akhirnya lebih memilih Faisal. Feri menerima dengan lapang dada dan diapun sadar itu kesalahanya, kenapa dahulu tak dapat menyelasikan masalahnya dan memilih lari.

Yah, masalah bukanlah hal yang seharunya kita jauhi. Masalah adalah sesuatu yang seharusnya kita taklukan. Seperti sebuah kata dalam teks proklamasi "dalam tempo dan waktu yang sisingkat-singkatnya" seperti itulah masalah seharunya di selesaikan. Banyak makna yang terkandung dalam setiap masalah dan perjuangan adalah sesunggunya membuat masalah besar menjadi kecil. Tetap semangat, karena masalah adalah hal yang membuat kita pantas di sebut sebagai seorang manusia.

Kisah Patah Hati

Semua manusia pernah jatuh cinta bahkan anak SD jaman sekarang juga bisa jatuh cinta. Satu hal di bumi ini yang mungkin ngga akan bisa di bedain mana nenek-nenek, kakek-kakek, abah, mba dan ade kecil adalah saat mereka jatuh cinta. Semua kejadian yang di lalui pastilah sama, tuker nomor handphone untuk komunikasi, kirim-kirim kabar, rayuan, pendekatan dan akhirnya mengungkapkan perasaan. Yang beruntung mungkin bisa di terima dan yang belum beruntung pastinya di tolak.

Sebelum deketin cewe, biasanya kita sering sok-sok deket. Pura-pura tau keseharianya, pura-pura tau kesukaanya yang ga jarang itu salah. Percuma tau keseharianya dan kesukaanya karena itu ga lebih penting dari tau apa kriteria cowo idamanya. Ada beberapa kriteria cewe yang mungkin semua cewe itu kriterianya sama (sempet mikir kenapa tuhan ga nyiptain manusia kaya semut yang mirip semua?). Kriteria-kriterianya adalah sebagai berikut.

Ini paling ga adil.
1. Ganteng

Menurut gw ini adalah kriteria yang paling ga adil. Gara-gara kriteria ini, cwo-cwo ada yang rela ke salon, potong rambut mirip artis dan ga jarang pake 'lipgloss'. Kriteria ini memaksa cowo untuk jadi sok aktif, belajar wibawa atau bergaya gaul. Kriteria ini juga yang munculin krisis kepercayaan "kayanya gue bukan tipe dya". Bahkan 'saking' pesimisnya, kadang-kadang cowo sampe rela potong rambut, pake celana dan samain jenis baju sama Pasha ungu. Inget banget pas SMA, pake celana jenis 'begi' (celana yang di pake pagi dan cuma bisa di keluarin sore). Mungkin saat itu mikirnya kita bakalan mirip Pasha, idola cewe-cewe SMA padahal gak sama sekali.

2. Putih

Cewe emang susah di tebak, bener banget. Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda termasuk warna kulit. Dan gw suka heran kenapa kok banyak cewe yang nyari kriteria cowonya itu kulit putih?. Yang kulitnya item terus mau di kemanain?. Ini kriteria melanggar kodrat. Kriteria yang membuat cowo kadang-kadang ngumpetin sunblock dan alat lulurnya di balik meja (supaya temen-temenya pas main ke kamer ga tahu ke feminimanya).

Jangan heran, kalo lo punya temen yang mukanya putih banget tapi leher dan tanganya item. Itu adalah tipe-tipe cowo yang cewenya punya kriteria kulit putih. Kriteria ini juga yang buat cowo susah cari kerja. Mereka rata-rata bingung, mau kerja lapangan atau kantoran?. Pertimbanganya sederhana,

A. Kantoran

Ada Ac, jauh dari sinar matahari, nyantai dan pastinya putih.......

B. Lapangan

Matahariiiiiiiiiiiii, panas, lembab bikin kulit kasar dan satu mimpi buruk yaitu kulit iteeeeeeeeem.

3. Aktif

Anak band, aktivis, comunity dan punya banyak temen mungkin lebih beruntung dari pembaca buku dan penulis. Karena menurut survey, cewe itu suka cowo-cowo yang aktifnya dikenal. Jangan heran kalo ada cowo yang suka alay, aktifnya ga seberapa tapi ributnya se kecamatan BBM dan Jejaring sosial tau. Contoh-contoh status yang mau di bilang aktif sebenrnya udah sering bertebaran, kaya misalkan "aduh hari ini sibuk jadwal padet" "senin lagi, berarti kembali ke aktifitas melelahkan" "rapat sampai malam" dan masih banyak lagi.

Jangan heran kalau fenomena boyband saat ini menjamur bagaikan CD bajakan. Itu adalah bagian dari kesalahan cewe minta kriteria-kriteria aneh dalam hidupnya. Lima anak yang dulunya bersahabat akrab dan hidup dalam dunia yang normal terpaksa aktif menuruti kemauan cewenya, lahirlah boyband....

Lanjut...

Setelah tahu kriterianya, cowo mulai deh sok-sokan pasang aksi. Yang tadinya diem, sok-sokan jadi pemain band dan aktif nge gowe sepeda tiap pagi. Yang tadinya rajin kerja lapangan dan kesanya cowo banget jadi mulai males kerja lapangan. Yang tadinya normal pake baju standar tiba-tiba pake celana yang ukuranya sesuai dengan 'gede' kakinya.

Cowo emang di akui selalu total memberikan hal-hal terbaik buat cewe yang di sukai. Detail-detail kecil kaya dia bangun jam berapa juga di perhatiin. Atau sekedar dia suka sampo apa juga di cari-cari. Tapi kadang ga sedikit juga cewe yang ga peduli sama cowo-cowo kaya gini, apalagi itu bukan kriterianya.

Setelah berbulan-bulan PDKT, berlebay-lebay ria dan sok-sokan jadi yang dia mau tibalah saatnya mengungkapkan rasam. Jujur, gue mungkin adalah cwo yang laing susah peka sama cewe. Karena gue ga pernah secara langsung nunjikin gw suka. Nah, sekarang tibalah ke moment yang terpahit yaitu di tolak. Ada beberapa kesamaan tingkah laku manusia yang di sebut cowo kalo dia patah hati. Tingkah itu spontan di lakuin semua cwo.

1. Delete Contact

Ngelihat wajahnya bikin galau, statusnya yang nunjukin udah punya itu rasanya ngehina perasaan banget munculah niat buruk. Kalo yang pake Hand Phone mungin nomernya langsung di apus yang padahal ga jarang kita juga penasaran mau sms lagi. Yang pake BB biasanya spontan langsung delete contact BBM nya, tapi ga selesai disitu. Dia sering pura-pura minjem BB temenya untuk ngecek status BBM nya, berharap dia putus.

2. Menghilang Dari Percaturan Jejaring Sosial

Yang biasanya tiap hari ke warnet atau rela beli pulsa buat online pake HP, semenjak di tolak berubah drastis. Dia lebih suka minjem HP temenya untuk nge cek cewe inceranya dulu. Dia udah jarang kirim wall atau mention, "udah makan belum ????" "Udah sholat belummmmm ????". Bahkan ga sedikit, yang 'saking keselnya' dia sampe menghapus fesbuk dan tuwiter cewe inceranya. Fakta membuktikan, bahwa perasaan ini di sebut dengan galau.

3. Ga Doyan Makan

Cowo biasanya suka lebay, mandangin foto dan menaruh raut wajah penyesalan. Sampe kadang-kadang rela ga makan seharian demi nyari tahu kenapa dia di tolak.

4 Kulit Belang

Mungkin kesalahan terbesar dari cewe yang nolak cowo di tengah jalan adalah kulit belang. Dari kriteria tersadis yang di berikan cowo, mungkin kriteria putih adalah jawabanya. Cwo yang kulitnya item biasanya maksa luluran dan pake cream malem yang itu rutin. Kalo berhasil, mungin jadinya dia kaya Michael Jackson. Kalo gagal dia bisa jadi kaya zebra. Wajah sampe jidat dan pipi putihnya kaya artis jepang tapi leher sampe kaki itemnya kaya Koby Briant.

Kesimpulanya, cewe terlalu kejam dan kadang menyalahi kodrat illahi dalam memberikan kriteria. Cewe parahanya, ga ngasih kesempatan untuk cowo ngebuktiin siapa dirinya. Dan ahirnya boyband dan zebra pun saat ini bertebaran di mana-mana. Ga jarang ada juga cowo yang rela pake leging yang di tangan buat mensukseskan program kulit putihnya. Salon pun penuh tidak hanya kalangan wanita tetapi pria pun aktif mengecek kesehatan kulitnya. Dunia ini kejam bagi cowo-cowo yang pesimis hidupnya.

Tulisan

"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah"

Dalam buku Minke halaman 352 karya Pramoedya Ananta Toer. Pramoedya adalah penulis handal yang hampir seluruh hidupnya dia dedikasikan untuk menulis. Tidak heran apabila beberapa karyanya dijadikan buku wajib bagi Mahasiswa di Amerika. Diapun pejuang tetapi dia tidak di perjuangkan bangsanya pada saat itu. Dia menjadi bagian di antara beberapa anggota PKI yang di asingkan di pulau buru.

Setiap orang memiliki pandanganya masing-masing tentang apa yang disukainya. Pemain bola beranggapan bahwa sepak bola adalah ajang terbaik bagi seorang laki-laki untuk membuktikan kekuatanya. Pengusaha menganggap pekerjaanya adalah yang paling relevan untuk dapat selalu berbuat baik. Tak terkecuali penulis, penulis memiliki penilaian bahwa sejarah adalah mencatat dan diabadikan lalu kembali lagi dicatat, maka menulislah.

Bahasan menarik bukan pada anggapan yang masing-masing itu. Tetapi pada anggapan yang mencoba mengeneralisir sesuatu dan seolah mengecilkan yang lainya. Pramoedya boleh bersuara tentang kebanggan dan sukanya sebagai penulis tetapi tidak pula harus berkata "akan hilang dari sejarah dan masyrakat" bagi yang tidak menulis. Ya, sekalipun sebagian besar mengamininya sebagai sebuah kebenaran.

Banyak sejarah yang memang di ungkap kembali melalui transkip-transkip kuno yang diartikan dengan baik. Dan tulisan adalah penyumbang terbesar dari ribuan sejarah-sejarah yang berhasil di buktikan kembali. Tetapi tidak sedikit pula yang mencoba mengemasnya dengan simbol, relief dan kode-kode lainya yang bukan tulisan. Tidak berbeda jauh, kode-kode, dan relief-relief itupun memberikan impact terhadap sejarah yang sama dengan tulisan.

Penulis mungkin secara singkat diartikan menjadi seseorang yang menulis. Berawal dari kata nulis lalu di beri imbuhan pe sehingga memilikki arti seseorang yang.... dalam hal.....

Memang tidak sedikit yang menilai benar dan sepakat dengan Pramoedya tetapi ada pula yang menanggap menulis adalah hal yang rendah. Tidak tanggung-tanggung, penolakan itu hadir dari Plato. Plato beranggapan bahwa jiwa dan ingatan manusia itu abadi, seabadi aetipe-arketipe yang menjadi sumber pengetahuanya. Oleh sebab itu, ia menganggap tulisan hanya membuat ingatan itu menjadi ephemeral (sementara). Dengan merekam pengetahuan kedalam tulisan, ingatan kehilangan sebagian besar fungsinya.

"Tulisan mematerialkan pengetahuan arketipal yang transenden dan abadi. Adanya tulisan akan membuat manusia enggan mengingat dan menggunakan memorinya"

Di dalam Phaerdus, Plato mencoba memaparkan dialog sang penemu tulisan Hermes dengan raja Thamus. Tapi sependapat dengan Plato, Thamuspun menolak ajakan Hermes untuk menulis dengan alasan yang sama dengan Plato yaitu "Tulisan adalah aktualisasi dari mereka yang malas menghafal". Plato merinci apabila sejatinya kebenaran itu hanya dapat diperolah melalui verbalisasi dan kehadiran absolut.

Lambat laun Platopun ternyata menerima tulisan sebagai fungsi. Sekalipun dia tetap kekal pada pendapatnya bahwa tulisan hanya membuat orang malas. Menurut Plato, tulisan hanya direduksi menjadi sekedar tekhnik tetapi fungsinya tetap sebagai natural writing yang primordial dan merupakan origin tuturan. Logosentrisme terkesan tidak konsisten dan berada diantara tengah-tengah yang sebenarnya tidak menolak kehadiran tulisan tetapi hanya menundanya.

Bayangkan, Pramodya dan Plato memiliki pandangan yang berbeda. Keduanya sama-sama penulis dan penghasil karya yang konsisten. Pramoedya menulis karena mungkin hobby dan tekanan yang membuat imajinasinya terpenuhi. Sedangkan Plato, sekalipun dia menolak tetapi sesungguhnya dia menerima namun dengan bahasa yang tegas "natural writing" atau tuturan yang di tuliskan. Apapun itu, pilihan dan masing-masing memiliki alasan yang Good and Rasional, Plato tidak ingin fungsi otak melemah sedangkan Pramoedya mencetak sejarah. Sama baik, sama masuk akal !!