Hidungnya pesek, sorot matanya tajam, perawakanya sedang. Ia berpakaian
kemeja hitam dan celana bahan khaki, dan taktala ia tiba dia memakai
topi helm tropis berwaena hijau muda. Ia berbicara dan suaranya agak
parau.
Setidaknya itulah gambaran mengenai 'sosok kesepian' ketika umurnya
menginjak 52 tahun. Tidak terlalu istimewa dan terkesan sangat sederhana
namun rapih. Dia tidak lain adalah Tan Malaka, deskripsi itu di buat
ketika ia menghadiri pertemuan pembentukan Persatuan Wartawan Indonesia.
Secarik kertas gambaran sosok Tan Malaka itu di tulis rapih oleh
Rosihan Anwar.
Tan Malaka atau dikenal pula dengan nama Ibrahim lahir di Nagari
Pandan Gadang pada tahun 1897. Dia di lahirkan dari keluarga
terpandang, sebagian keluarganya termasukk ayahnya bekerja sebagai
pegawai pertanian Hindia Belanda.
Tan Malaka dalam hidupnya seperti banyak di kisahkan orang memiliki
pemikiran kiri. Pemikiran yang menurut definisi singkat di artikan
sebagai Revolusioner. Sebutan 'kiri' ini muncul berawal dari revolusi
prancis dimana kala itu pemikir moderat duduk di sebelah kanan dewan dan
revolusioner di sebelah kirinya. Atas dasar pemikiran revolusionernya
maka Tan Malaka masuklah ke kardus bagian kiri 'Revolusioner'.
Kisah hidupnya bisa di bilang cukup heroic dan menegangkan, penuh
cerita, penuh makna, keikhlasan berjuang dan keberanian. Belanda,
Jerman, China, Soviet, Singapura, Thailand, Filipina, Hongkong pernah
di lalui dan di letakan kisah-kisah indah di dalamnya. Di Belanda dia
begitu di agungkan sebagai pemikir muda yang handal, di China dia
mendirikan beberapa sekolah, di Malaya dia menjadi penggerak perjuangan
'kekirian' dan masih berjuta kisah panjang lainya di miliki Tan di
berbagai negara.
Masa kecilnya tidak begitu berbeda dengan masa kecil anak 'desa'
pada umumnya. Dia handal berkelahi, dia pemimpin pergulatan antar
kampung, diapun cerdas mengelabui guru ngaji. Dia tidak terlalu suka
bermewah-mewahan sekalipun hidup dalam lingkungan berkucupan. Di balik
ketangkasanya meramu kenakalan, diapun tidak lupa mencintai buku dan
menorehkan hal 'gila' dalam program pendidikanya masa itu.
Selang waktu berlalu, Tan tumbuh menjadi manusia remaja yang kian
matang. Keuletanya dan keberanianya sudahlah teruji dan mentalnya bisa
di bilang 'sekuat baja'. Penolakan gelar datuk menjadi salah satu
prinsip hidup kesederhanaanya sekalipun mau tidak mau ia harus menerima
karena pilihan dinikahkan. Dia akhirnya pergi, pergi memulai kariernya
menuju Belanda.
G.H. Horensma, gurunya di Kwekkschool mungkin adalah orang yang
paling berjasa dalam proses perantaunya. Horensma yang begitu tertarik
dengan kecerdasan Tan Malaka ikut pula membiayai sekolah Tan Malaka. Di
Belanda, kehidupan Tan Malaka tidak serta merta bahagia dan mudah,
diapun seperti sewajarnya perantau, mengalami apa yang di namakan
'kekurangan dana'. Tidak itupula, dia pun mengalami masalah adaptasi
dengan Bahasa Belandanya yang kala itu masih kacau.
Tan muda hidup dengan serba kecukupan, dengan semangat belajar dan
keinginan yang luhur diapun mencoba bertahan hidup. Di pilihlah Guru
Bahasa Melayu menjadi menjadi pekerjaan sampinganya kala itu. Dia
mengajar bahasa Melayu kepada kaum pirang Belanda yang hendak bekerja di
Hindia-Belanda. Sembari mengajar, diapun tak pernah lupa meneruskan
hobinya, yaitu membaca buku. Kesempatan panjangnya di Eropa ia gunakan
untuk melahap habis buku karya Rosa Luxemburg, Nietzsche, Rousseau
hingga Marx-Engels.
Ibarat cerobong api yang di bawa berestafet, sampailah Tan Malaka
pada pertemuan penting. Dia bertemu dengan tokoh sosialis Belanda,
Sneevliet. Pertemuan itu pula yang mengantarkan kedekatanya dengan
Partai Komunis Belanda dan kaum Sosialis Eropa. Tan Malaka muda, Tan
Malaka memulai niat dan Tan Malaka mulai menemukan jati dirinya sedikit
demi sedikit.
Revolusi Rusia bisa di bilang sebagai penguat kesadaranya akan
hubungan antara imperialsme, kapitalisme dan kelas sosial. Keyakinan
akan paham dan idealis yang ia bawa dipertebal dengan pengalamanya
ketika bekerja di perusahaan Belanda-Swiss yang terletak di Deli. Dari
situ ia menyadari betapa tidak adilnya perlakuan pemilik modal terhadap
pencipta uang yang sesungguhnya. Dalam kesempatanya di Deli dia menulis
sebuah brosur Parlemen atau Soviet...
Akhirnya sampailah ia di Pulau Jawa. Gagasan yang pertama ia bawa
adalah membangun kecerdasan rakyat. Dalam prosesnya perjuanganya dia tak
lupa mengibarkan bendera komunis 'ala'k Tan Malaka. Diapun tidak
gegabah dan terus membangun perjuangan bersama Kaum Muslim. Kemaunya
hanya satu saat itu, menyelamatkan rakyat dari penjajahan dan paham
Feodalisme.
Tepat dan cepat, mungkkin kata-kata itu layak di berikan padanya.
Tanpa menghitung waktu yang lama akhirnya sekolah rakyat di bangun (di
Semarang). Sekolah rakyat ini ia bangun bukan dengan niatan nantinya
para lulusan menjadi juru tulis pemerintah. Tetapi sekolah rakyat ini ia
bangun dari rakyat untuk kecerdasan rakyat. Untuk mencerdaskan rakyat
dan berani dalam bersikap, karena dia sadar bagaimanapun pendidikan itu
penting.
Perjalananya dalam mencerdaskan rakyat tidaklah mudah. Setelah
beberapa sekolahnya di bangun di Semarang, Kaliwungu, Salatiga,
Sukabumi, Pekalongan, Jakarta hingga Bandung, Tan Malaka justru di
tanggkap. 13 Februari 1922, ya itu adalah tanggal dimana terjadinya
perpisahan batin antara Tan Malaka dan Semarang, kesedihan mendalam
menyelimutinya hingga diapun tak kuasa menahan tangis.
Tan Malaka pun di bawa kembali ke Belanda, sambutan dan lambaian
tangan menyambut kepergianya. Wajah-wajah serta ratapan kesedihan tak
bisa di sangsikan secara jelas. Kesempatan yang begitu sempit membuatnya
memilih jalan lain, bak seorang kekasih sedang jatuh cinta tetapi tak
dapat bertemu dan bertukar cerita, Tan Malaka menulis catatanya untuk
negeri Minangkabau. Sebuah negeri yang telah lama ia tinggalkan.
Bukan Tan Malaka namanya jika kalah oleh keadaan. Dalam
pengasinganya dia justru lebih 'garang', berani dan semakin matang. Dia
secara berani mencalonkin diri sebagai anggota parlemen Belanda dari
Partai Komunis Belanda. Usahanya kala itu sederhana, membebaskan rakyat
Indonesia dari penjajahan melalui tangan orang Belanda sendiri yaitu
Partai Komunis Belanda. Dia cerdik, dia pandai namun dia tidak berisik.
("Padi tumbuh tak berisik" Naar De Republik Indonesia)
Tan Malaka pun akhirnya secara resmi dikenalkan oleh Partai Komunis
Belanda secara luas. Tanpa diduga, ternyata sambutan Warga Belanda
begitu antusias, begitu ingin tahu dan begitu setuju dengan Tan Malaka.
Seluruh hadirin yang hadir di Diamantbeurs berebut cepat menjabat
tanganya. Tepuk tangan serta teriakan kegembiraan begitu keras di
dengarkan kala Tan Malaka berpidato.
"Kami bersatu dengan Tan Malaka dan musuh daripada musuhnya! Kami
memberi hormat yang tinggi kepada Tan Malaka dan kami membenci kalian
kaum munafik kapitalis (Poeze hal 261-263)"
Perjalananya berlanjut menuju Moskow. Tak kenal lelah dan terus
berjuang adalah motto hidupnya. Sikap keras 'ala' Minangkabau pun dia
bawa hingga Moskow. Dimana dia katakan "aku akan tunduk pada prinsip
kita bersama, tetapi aku tidak akan pernah bisa menundukan kepalaku
kepada Stalin".
Cukup muda, bahkan bisa di bilang sangatlah muda. Di usianya yang ke
26 Tan Malaka telah di angkat menjadi seorang Agen Komunis untuk
wilayah sebesar Asia Tenggara. Tan Malaka pun menuliskan secara gamblang
tentang politik dan ekonomi bangsanya untuk Comitern. Tak perlu waktu
lama, setahun kemudian buku itu di terbitkan di Russia.
Di tahun 1923 atas persetujuan Comitern Tan Malaka akhirnya pindah
menuju Kanton, China. Perjalanan yang panjang sedang ia tempuh kembali.
Hidup baru dan ekosistem baru tanpa latin kala itu ia jalanin. Di China
ia di beri tugas menuliskan surat kabar berbahasa Inggris. Putar otak,
bingung dan galaupun ia rasakan manakala ia merasa kesulitan mencari
percetakan dengan bahasa latin. Di China pula ia semakin memperkuat
jaringanya, dia kenal dan begitu akrab dengan Sun Yat Sen.
Tan Malaka memang sangatlah cerdas, dimanapun ia tinggal ia selalu
mendapatkan tempat terbaik. Di China dia diangkat menjadi Kepala Biro
Buruh Angkutan lewat Konfrensi Pan Pacific. Di sana pula ia menuliskan
Pamflet Semangat Muda atau yang lebih di kenal dengan Naar Dee Republik
Indonesia, Menuju Republik Indonesia. Karya itu akhirnya baru bisa di
terbitkan ketika ia berada di Manila. Karya untuk Indonesia, yang dia
tulis 20 tahun sebelum Indonesia merdeka. Dia mendahului Soekarno dan
Hatta dalam soal Indonesia.....
Dalam petualanganya yang di iringi dengan beberapa persembunyian,
Tan Malaka memiliki beberapa nama. Di China dia dikenal Ong Soong Lee
atau Howard Law, sedangkan di Philipina, orang menyebutnya dengan Ellias
Fuentes. Semua itu di lakukan untuk menghindari diri dari kejaran
intelijen Inggris.
Jauh dari pantaunya, di Indonesia ternyata sedang terjadi gejolak.
PKI yang ia sanjung ternyata bergerak di luar kemauanya, PKI berencana
melakukan pembrontakan besar-besaran. Sebagai wail Comitern Asia
Tenggara, Tan Malaka segera bergerak cepat. Dia mengeluarkan surat
larangan dan penarikan rencana. Tetapi miris, ternyata pandanganya di
tolak keras oleh Muso dan Alimin. PKI pun beringas dan melakukan
pembrontakan diman-mana.
Secara singkat, perjuanganya di lanjutkan dengan mendirikan Sekolah
Bahasa Asing di Amoy sebelum akhirnya pulang ke Indonesia. Dalam masa
kepulanganya dia terus berjuang dan menginginkan kemerdekaan seratus
persen tanp kompromi (Gerpolek). Niat suci terhadap bangsanya tak
berbuah manis, di justru mati di tangan pribumi. Ajaranya kini hanya
bersisa dalam buku fenomenalnya Madilog. Buku yang memandang segala
penjuru menggunakan matter.
"Bung, perjuanganmu begitu ikhlas. Kau tidak berisik namun kau
banyak bekerja. Kau tunjukan keikhlasan serta tanggung jawab yang
tinggi. Pundaku mungkin begitu berat memikul persoalan tapi palingan
wajah orang yang kaui perjuangankan justru membuatmu semakin semangat.
Dimana kini sekolah-sekolahmu yang dulu kau bangun?. Aku ikut caramu
bung, aku ikut wajahmu yang tanpa kemunafikan. Kau diakui Bung!! Kau
Presiden bung!! Walau hanya sebatas bayangan. Namamu terpatri dalam
setiap jengkal perjuangan yang tulus. Hidupmu sungguh menginspirasi
bung!!!"
Bakhrul Amal
Pemikir kiri yang tak pernah mati semangatnya (y)
BalasHapusArtikelnya Bagus. Sudah Lama saya mencari tahu tentang Tan Malaka dan Artikel ini menurut saya yang Pemaparannya cukup bagus dan mudah dipahami.
BalasHapusTerima Kasih.
- Padi Tumbuh tak Berisik - "Tan Malaka"
Salam Kenal. (^_^)V
Kiri 😎
BalasHapusKiri 😎
BalasHapusSemangat Muda !!
BalasHapus