Jumat, 09 Desember 2011

Menulislah Dengan Riang dan Gembira (Sehari bersama Iwan Piliang)

Oleh : Bakhrul Amal Maksum


Hari ini Kamis 8 Desember 2011 adalah hari yang sangat membahagiakan bagiku karena akhirnya aku bisa bertemu dengan sosok yang sungguh inspiratif Iwan PIliang. Bang Iwan Piliang itu biasa aku memanggilnya adalah seorang penulis handal yang sudah malang-melintang di berbagai media nasional. Dia belakangan semakin dikenal berkat boomingnya kasus wisma atlet yang melibatkan Nazzarudin. Pada saat boomingnya kasus itu dia menjadi salah satu orang yang berhasil mewawancarai nazzarudin secara detail melalui media skype.

Singkat cerita, pada pertemuan itu aku datang sedikit terlambat dari perjanjian yang telah kita tentukan bersama (aku, Bang Iwan dan dotsemarang) yaitu pukul sepuluh pagi dan bertempat di lemon tea café. Tetapi keterlambatanku bukan tanpa alasan melainkan karena jadwal kuliahku yang bertabrakan dengan pertemuan itu. Aku baru bisa datang ke Lemon Tea Café sekitar pukul sepuluh lebih empat puluh lima menit, tetapi syukurlah aku rupanya beruntung karena acara belum di mulai.

Kedatanganku pada saat itu di barengi dengan kepergian rombongan kru Trans 7 yang sepertinya telah selesai melakukan wawancara dengan Bang Iwan Piliang.

“waduuh siapa ini” sapanya menyambut kedatangku

“Bakhrul Amal bang” sahutku lantang, di barengi dengan jabatan tanganku

“oh iya Bakhrul, sini sini duduk” ajaknya

Akupun di ajak duduk di sebelahnya yang pada waktu itu menggunakan kacamata, kemeja lengan pendek bergaris biru muda dan celana bahan berwarna krem layaknya actor sinetron pada sebuah acara televisi. Di situ ternyata tidak hanya aku dan Thia (salah satu anggota dot semarang yang mempertemukan aku dengan Bang Iwan) tetapi hadir pula tiga orang teman Thia yang lain. Sembari menunggu temanya yang katanya belum lengkap, Bang Iwan sedikit bercerita tentang blog. Dimana di katakan olehnya ketika blog sudah membahas seputar kejadian nasional dan berunsur berita pada saat itu juga terjadi perubahan nama dari blogger menjadi citizen reporter.

Citizen Reporters sendiri rasanya menjadi hal yang sangat istimewa bagi pria kelahiran Padang yang mengaku baru pulang tiga kali selama perantaunya itu, dimana dia secara detail menuliskan bahkan mengabadikan lewat karyanya yang dapat dengan mudah di cari di internet yaitu “Kuliah Umum Seorang Citizen Reporter”. Tanpa sadar kopi mulai habis dan kawan-kawan yang lainpun telah hadir seluruhnya. Akhirnya diapun membuka pertemuan itu dengan menjelaskan latar belakangnya dan sedikit berceritaa mengenai perjalanan hidupnya.

Dari pembukaan yang disampaikanya dapat terlihat jelas bahwa di balik kesederhanaanya terdapat ilmu yang begitu bermanfaat dan sangat rugi rasanya jika tidak ia bagikan. Dan saya dapat menyimpulkan bahwa sangat sempit jika kita menilai seorang Iwan Piliang adalah orang yang tenar karena kasus pencemaran nama baik Alvin atau sangat picik jika kita menilai apa yang di raihnya saat ini adalah berkat nimbrung kasus Nazzarudin. Karena faktanya dia memulai hidupnya sebagai seorang reporters sudah berpuluh-puluh tahun sebelum boomingnya kasus Nazzarudin ataupun Alvin.

Terbukti sejak lulus SMA dia memang sudah memiliki naluri sebagai seorang Jurnalis. Dia memulai kariernya sebagai Jurnalis/Reporters sejak tahun 1983, di perjalanan karirnya dia juga ikut ambil bagian dalam lahirnya majalah Matra, selain itu dia sempat juga menjadi seorang pengusaha kecil-kecilan yang sukses hingga akhirnya dia bisa menjadi seperti sekarang ini. Kelihaianya dalam menulis dengan ekspresi yang begitu indah dan kata-kata yang ciamik pun tak usah di ragukan lagi karena terbukti tulisanya pernah di hargai satu kata dengan harga satu dollar. Waw bukan main………

Bang Iwan lebih menyebut dirinya sebagai Jurnalis Literal tidak sama seperti Andrea Hirata yang biasa di sebut Jurnalis Sastrawi. diskusi itu berlangsung sangat hidup bahkan tidak jarang pula diskusi itu menyentil tingkah laku elite politik kita yang sedang kacau karena korupsi saat ini. Dimana kesenjangan sosial antara kaum borjuis dan proletar menampakan suatu dinamika yang sangat mencekik. Kesenjangan itu di perlihatkan oleh aksi bakar diri di depan istana merdeka sebagai bentuk keputusasaan dan kekecewaan yang sangat mendalam terhadap pemimpin negeri ini.

Yang lebih lucu lagi menurutnya, malam hari di saat kedatanganya di Semarang dia di kagetkan oleh sebuah berita korupsi yang terjadi di Semarang dari salah satu media elektronik. Dimana di dalam berita itu di jelaskan bahwa di hari anti korupsi yang di laksanakan di kota Semarang menghadirkan sebuah cerita lucu, dikarenakan Walikota tuan rumah acara malah tersandung kasus korupsi.

Di tengah perbincangan yang semakin menarik, Bang Iwan meminta izin kepada aku dan kawan-kawan dotsemarang untuk membacakan tulisanya yang berjudul “Memilin Gulali Memilin Hidup di Malioboro”(baca: Kompasiana/iwanpiliang). Cerita itu menghadirkan sebuah kisah yang sangat menarik bahwa diantara ramainya pedagang malioboro ternyata terselip mimpi dari sebuah gerobak gulali. Dari pembacaan cerita itu pula, dia ingin mengajarkan pada kita bahwa aroma, rasa dan suasana yang tidak dapat di jangkau oleh media televisi selama ini sesungguhnya dapat di munculkan lewat kata-kata.

Verbal adalah sebuah pelengkap atau elemen sangat penting selain dari visual, dimana rasa dan aroma itu bisa muncul lewat pilihan kata-kata yang menarik. Seperti contoh “harumnya daun cengkeh di bungkus dalam kertas putih menjadi bulat seukuran bolpoin, terasa padat dan begitu nikmat ketika di taruh di ujung bibir dan di nyalakan dengan sebuah korek api”. Hmmmm “asap masuk dalam kerongkogan menuju lubang hidung dan keluar kembali setengahnya”. (contoh dariku)

Terlalu asik berdiskusi kita tidak sadar bahwa waktu sudah menunjukan pukul setengah dua siang, Bang Iwan pun segera menutup forum diskusi dan mengajak kita mencari makanan khas semarang Bakmie Jowo. Bang Iwan tidak dapat terlalu lama bersama kita karena kebetulan dia harus segera terbang menuju Jakarta pukul empat sore. Tepat pukul dua, akhirnya kita sampai di Bakmie Jowo Doel Noemani yang terletak tepat di hadapan Mall Paragon.

Bang Iwan terlihat begitu lahap menyantap Bakmie Rebus yang di hadirkan dihadapanya sesaat setelah memesan. Terbukti dengan waktu tujuh menit piring yang tadinya berisi bakmie hangat telah bersih tak bersisa (Hehehe). Di penghujung pertemuan sebelum kembali ke Jakarta Bang Iwan menyempatkan waktunya untuk mengabadikan momen indah pertemuan itu dalam jeperetan kamera digital.




“Mal, Abang berangkat dulu” pamitnya

“iya Bang hati-hati, terima kasih banyak atas ilmunya, ini sungguh suatu pengalaman yang sangat berkesan”jawabku sambil menjabat denganya

“semuanya, abang berangkat ya” ucapnya kepada kawan-kawan dari dotsemarang

Dengan berat hati Bang Iwanpun akhirnya berpamitan untuk segera berangkat kembali ke Jakarta dengan di antar oleh seorang kawan menuju bandara.

Tulisan ini hanyalah sedikit gambaran pertemuan yang begitu singkat tetapi menghasilkan diskusi yang merubah kondisiku yang pada saat itu stagnan, menjadi lebih memiliki inspirasi untuk memulai sesuatu yang baru kedepanya. Di akhir tulisan ini sayang ingin sedikit mengutip kata-kata Bang Iwan yang menurutku berisi pesan sarat makna yang sangat menarik dari sekian banyak kata-kata yang menarik yang di ucapkan oleh Bang Iwan,

“Menulis itu bukan menulis, menulis itu membaca, menulis bukan menulis, menulis itu menggunakan segenap indra kita, menulis menggunakan dan memanfaatkan waktu, menulis menentukan premis dan yang terakhir menulislah dengan riang dan gembira”

Terima kasih Bang atas ilmunya hari ini,akhirul kalam “kalau ada sumur di lading boleh kita menumpang mandi, kalau ada umur panjang boleh kita berjumpa lagi”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar