Dikala senja di balik sibuknya Kota Jogja, lelaki tua itu duduk di bawah balai perkampungan di tengah guyuran hujan. Lamunan dan tatapan matanya yang kosong berharap hujan segera reda.
Kali ini dia terlihat memeluk tubuhnya sendiri yang menggigil kedinginan. Di peluknya tas yang daritadi terlihat kesepian di sebelahnya.
Dua kumandang Adzan telah di lewati dan malampun semakin gelap. Jalanan sekitar balai perkampungan itupun mulai terlihat sepi setelah sebelumnya lalu lalang manusia menghadap tuhanya.
Selang sekitar lima belas menit seorang pemuda terlihat berlari menerobos hujan menuju tempat berteduh. Dipilihnyalah balai perkampungan itu bersama lelaki tua itu.
"Hujanya dari sore pak?" Sapa pemuda itu kepada lelaki tua
"Iya" jawabnya singkat
"Rokok pak?" Pria yang baru datang itu menawarkan rokok
"Tidak, terima kasih" sautnya ketus
Pemuda berbadan tegap yang baru datang itu sangat sibuk dengan handphonenya. Sedangkan disebelahnya seorang lelaki tua masih kedinginan memeluk tubuh bersama tas hitamnya di dadanya.
Selama tiga puluh menit tidak ada obrolan di antara keduanya. Hujan mulai sedikit reda, genangan air di depan balai itu muncul. Dan "byaaaar, craaaat" sebuah mobil dengan kecepatan tinggi melewati genangan air yang pasti memuncratkan air ke arah mereka berdua.
"Gobloook" teriak pemuda itu
"Hmm" hela lelaki tua di sebelahnya
Pemuda itu sibuk membersihkan bajunya, sementara lelaki itu dengan santai tidak melakukan apapun dan membiarkan bajunya kotor.
"Pa kenapa tidak di bersihkan" tanya pemuda itu
"Biarlah" jawab pemuda itu
"Tapi kan kotor pak" tanyanya semakin ngotot
"Tau apa kamu" jawabnya dengan nada sedikit kesal
Pemuda itu terlihat heran dengan lelaki tua itu. Di perhatikanya dari atas hingga ke bawah tubuh lelaki tua itu. Kotor, kumuh dan terlihat lesu.
Hujan pun reda.
"Ayo sini ikut nak" ajak lelaki tua itu
"Kemana?" Pemuda itu semakin heran
"Ngopi-ngopi ngangetin badan"
Tanda tanya semakin menghantui pemuda berbadan tegap itu. Dari awal pertemuanya yang begitu ketus tiba-tiba mengajaknya ke warung kopi. Rasa heran dan ingin tahu membuat pemuda itu pasrah dan mengikuti keinginan lelaki tua itu.
Sekitar 50 meter dari tempat mereka berdua berteduh terdapat warung kopi. Sebut saja "Warda" atau warung dadakan. Lelaki tua itu terlihat terlihat berbicara dengan pemilik warung semantara pemuda itu di biarkanya duduk.
"Maaf menunggu, siapa nama kmu terus dari mana asalnya" tanya lelaki tua
"Jukli, dari Tegal pak"
"Wah pas sekali, tadi saya pesan dua kopi luak, di tegal ga ada kan" jawabnya sambil melontarkan senyum
"Adasih tapi jarang, haha"
"Bapak sendiri siapa, darimana" tanya pemuda itu
"Saya Aritesto, asli Jogja" jawab lelaki tua itu
Keakraban di antara keduanya mulai terlihat. Mereka pun bertukar canda. Tidak terasa akhirnya kopi dan kentang yang dipesan sudah siap di santap.
Sambil meminum kopi bapak itu bertanya.
"Kamu tau mengapa aku tidak sibuk membersihkan bajuku" tanya lelaki tua
"Kenapa pak" jawab pemuda dengan heran
Lelaki tua itu menjelaskan filosofinya, ketika kamu terluka biarkanlah luka itu kau nikmati. Tidak perlu sibuk mencari bagaimana luka itu di sembuhkan. Pakainya yang kotor dianggapnya luka. Sedangkan mobil di anggapnya pembuat luka.
Lelaki tua itu melanjutkan filosofinya "ketika luka itu kamu nikmati dan kamu biarkan seperti itu, kamu akan mampu merasakan nikmatnya". Umpatan menurutnya adalah bentuk ketidakpercayaan bahwa luka itu baik-baik saja.
Umpatan semakin menunjukan kamu tidak ikhlas dan mencoba membersihkanya dengan segera menunjukan kamu takut. Yang perlu kamu lakukan adalah rasakan, renungkan biarkan luka itu menyatu dengan hatimu.
Ketika kamu mampu melakukanya kamu telah membuat luka itu lebih baik. Karena kamu tau bahwa esok bajumu juga pasti bersih lagi, jadi apa gunanya keluhanmu. Lakukan itu karena itu adalah bentuk caramu untuk ikhlas dan percaya.
Jam menunjukan pukul 01.00 dini hari, penjaga warungpun sudah bersiap menutup lapaknya.
"Ayo mari kita pulang, kmu kmna?" ajak lelaki tua itu
"Aku langsung ke stasiun pak, mau ke Jakarta" jawabnya
"Ayo bareng aja" lelaki tua itu mewarkan tumpanganya
Pemuda itu semakin terkagum, berpikir bahwa lelaki tua itu sengaja ingin mengajarkanya ilmu kehidupan. Di balik pakainya yang kumuh, kotor dan lesu ternyata Honda Civic adalah tungganganya yang sengaja dia taruh di balik warung dadakan.
Akhirnya diantarkanlah pemuda itu menuju stasiun. Pertemuan singkat itu telah memberikan pengalaman yang begitu berharga bagi Jukli, seorang pemuda asal Tegal. Hatinya yang gembira membawanya lelap dalam tidur di atas kereta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar