
Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.
Para nasionalis menganggap negara adalah berdasarkan beberapa "kebenaran politik" (political legitimacy). Bersumber dari teori romantisme yaitu "identitas budaya", debat liberalisme yang menganggap kebenaran politik adalah bersumber dari kehendak rakyat, atau gabungan kedua teori itu.
Sehingga nasionalisme yang tinggi mengahasilkan sebuah ekspresi kecintaan terhadap suatu negara dengan segala bentuk yang menunjukan kecintaanya terhadap suatu negara tersebut. Tidak jarang rasa nasionalisme di tunjukan dengan berteriak lantang untuk menunjukan kecintaanya terhadap bangsa karena merasa identitas bangsanya telah di curi. Siapakah yang mencuri ? tentunya mencuri itu bisa diartikan dari dalam serta dari luar, contohnya adalah rezim soeharto yang dinilai mengubur nasionalisme dan itu bisa dijadikan contoh mencuri nasionalisme dari dalam.
Dengan adanya momentum rezim Soeharto mereka yang berbentengkan Nasionalisme seolah muncul dan berteriak dengan sebutan kaum Nasionalis yang peduli terhadap bangsa itu. Dan terbukti dengan semangat ini berhasilah mereka menurunkan Soeharto dari kursi presiden Indonesia setelah berpuluh-puluh tahun memimpin Indonesia. Apakah dengan begini Nasionalisme terhadap bangsa ini sudah dijalan yang lurus ? belum tentu . Karena nyatanya jiwa itu dilanggar oleh seorang Nasionalis itu sendiri, bukankah seorang nasionalis itu seharusnya mencintai bangsa ini dengan segala peraturanya, dengan menaati peraturan itu adalah suatu bentuk nasionalisme yang real terhadap Indonesia.
Lebih baik diam dan belajar bibanding dengan berteriak-teriak seolah berjiwa nasionalis, tetapi pada akhirnya suara itupun hilang dengan berjalanya “bisnis politik” ataupun sesatu yang lebih menguntungkan pribadi. Kita teruskan pada saat jatuhnya Soeharto terpilihlah presiden baru yaitu Abdurrahman Wahid atau yang biasa kita sebut Gus Dur. Tetapi masa demokrasi bersama Gus Dur tidak berlangsung lama beliaupun dilengserkan oleh Sidang Istimewa (SI) MPR yang menurut saya melanggar UUD dan terkesan adanya “bisnis politik” karena,
Pertama Undanganya (yang diterima Presiden dari Ketua MPR Amien Rais-red) menyebutkan negara dalam keadaan bahaya, sedangkan pengumuman negara dalam bahaya, terutama dipakai untuk apa, itu adalah hak presiden menurut pasal 12 UUD 1945.
Kedua, terjadi penyimpangan agenda, semula Gus Dur akan di periksa masalah bulog dan masalah Aceh berdasarkan Memorandum 1dan Memorandum 2. Padahal semuanya telah dijawab secara lugas dan jujur oleh Gus Dur. Karena tidak ada alesan yang sesuai maka dinyatakan bahwa yang diperiksa adalah Kapolri Chaerudin sebagai PJS. Yang menurutnya menunggu ketentuan atau persetujuan DPR menurut Tap MPR, tetapi Tap MPR nya belum ada pelaksanaanya sehingga pada saat itu masih di tunggu. Padahal Gus Dur melakukan itu menurut permintaan Akbar Tandjung yang pada saat itu menjabat seagai ketua DPR. Tetapi entah berbohong atau tidak seorang Akbar Tandjung diketahui pada saat itu membantah, menurut pengakuan pada saat itu Gus Dur memiliki saksi yang siap di periksa di bawah sumpah.
Ketiga, seharusnya pemeriksaan terhadap Presiden adalah bahwa pemeriksaan atas seorang Presiden itu harus menyangkut pengkhianatan. Sedangkan pada saat itu belum pernah Gus Dur melakukan pengkhianatan,padahal yang ada adalah pada saati itu pemutihan keresahan masyarakat , tidak tenangnya masyarakat dan sebagainya dikatakan gara-gara pengangkatan PJS Kapolri oleh Pak Chaerudin. Jadi menurut saya ini sungguh menyimpang dari UUD 1945. Ini didasari ketentuan bahwa tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya wewenang Gus Dur.
Kemudian yang ke empat adalah, seharusnya menurut tata cara yaitu prosedurnya, itu kalau memang Gus Dur di periksa karena masalah Chaeruddin, itu seharusnya DPR menetukan, mengirim Momerandum 1 dan Memorandum 2, tetapi hal ini pun tidak dilakukan.
Dari sini jelas terlihat bahwa penurunan Gus Dur ini adalah sebuah “bisnis politik” yang sangat menjijikan yang menelanjangi bangsa Indonesia. Apalagi tersiar kabar pada saat itu, ada kata-kata dari pihak MPR yang diucapkan langsung oleh ketuanya pada saat itu Amie Rais setelah melakukan siding “bisnis politiknya” di Kebagusan (rumah pribadi Megawati Soekarnoputri) dengan bertemu dengan beberapa pimpinan partai bahwa dalam waktu dekat ini, Insya Allah, kita akan memperoleh kepala negara baru.
Inilah apa yang saya sebut “Nasionalisme teriak hingga hilang suaranya”, saya hanya ingin menunjukan kejujuran yang seharusnya kita temukan jawabanya. Apa yang dituduhkan kepada Gus Dur tentang masalah bulog dan Aceh yang menjadi dasar pelengseranya pada saat itu sampai saat ini tidak pernah terbukti. Kecurangan-kecurangan seperti ini adalah salah satu bibit hancurnya negara kita.
Permasalahan pelengseran Gus Dur yang kita sebut kecerungan ini terbukti menjadi momok tersendiri bagi calon Presiden kedepanya di bumi Indonesia. Terlihat dari ketakutan SBY saat ini, yang terkesan lebih mementingkan lobi-lobi politik daripada kepentingan yang lebih penting yaitu kemajuan bangsa Indonesia. Sehingga saat ini munculah koalisi dan oposisi yang sekarang seolah menjadi trend perpolitikan Bangsa yang kita cintai yaitu Indonesia.
Dan dengan adanya momok seperti ini saya yakin sampai kapanpun demokrasi, penangulangan korupsi ataupun penegakan HAM di negera ini tidak akan pernah menemukan titik temu jika kita tidak memiliki pemimpin yang nekat. Pemimpin kita sekarang seolah dipaksa menjadi pengecut, bahkan takut dengan apa yang dipimpinya sekalipun notabene ia adalah kepala negara. Sampai kapan ini harus terjadi ? yang bisa menjawabnya adalah kita penerus bangsa Indonesia.
Sekarang yang perlu dilakukan oleh bangsa ini adalah mau terus larut dalam urusan pribadi yang seperti ini, atau bersama-sama bangkit menuju Indonesia yang maju dan bersatu. Sebagai akhir menurut hemat saya pemimpin yang di butuhkan Indonesia adalah pemimpin yang nekat tentu nekat dalam artian yang positif, yaitu berani, jujur, tegas, terbuka, adil, tak pandang bulu, dan tentunya berjuang sepenuh hati tulus karena kecintaanya terhadap bangsa Indonesia.
AMALISME
Tidak ada komentar:
Posting Komentar